21 (End)

22 0 1
                                    

Gunawan, Novia dan Irani, juga Ray dan Sofi duduk di lobi. Semuanya berwajah sendu. Dirundung duka yang amat mendalam. Kabar baik yang tadinya akan menjadi harapan pun tinggal harapan. Dokter Iqbal mengatakan, pencangkokan sumsum tulang belakang sudah tidak mungkin. Kemungkinan untuk mempertahankan nyawa Ara pun hanya 2 persen.

Novia berusaha menyemangati mereka semua, meski dirinya juga sangat hancur. "Mas, kita bawa Kelly berobat ke Singapura. Atau Amerika, yang penting Kelly bisa sembuh. Kita gak boleh berhenti berusaha, kan? Kita gak boleh pasrah gitu aja. Ya kan, Mas?"

Gunawan setuju. "Ya. Aku akan hubungi dokter terbaik di sana."

Lalu Damon datang. "Gak perlu, Pa... Ma... Aku gak tega liat Ara lebih menderita lagi. Aku mau bawa Ara pulang."

Lidah semua orang rasanya kelu untuk menolak keputusan Damon? Apalagi Gunawan dan Novia. Keduanya menatap Damon yang tampaknya begitu tegar.

Damon kembali ke kamar Ara. Ia mengemasi semua pakaian istrinya. Ia akan membawa Ara pulang ke apartemen.

Saat ini Ara dalam keadaan koma. Damon sendiri yang menggendong Ara keluar dari rumah sakit, menuju mobil. Memasangkan sabuk pengamannya juga. "Sesuai dengan impian kita berdua. Hidup bersama di istana kecil kita."

Ia tahu, tindakan Damon cukup bodoh untuk menutupi kesedihannya. Namun Gunawan tidak lantas ikutan bodoh. Ia segera meminta pihak rumah sakit menyiapkan peralatan medis yang dibutuhkan Ara untuk rawat di rumah.

*

Semua orang, mau tidak mau merasa iba. Mereka, setiap waktu datang silih berganti menjenguk Ara.

"Gue gak nyangka, bakal ada kejadian kayak gini," ucap Ray, lirih.

"Yang paling kasihan adalah Damon. Gue tahu, meski di luar tampangnya tegar. Tapi sebenernya dia hancur." Nindy tidak dapat menahan laju air matanya.

"Kita harus gimana, ya?" Anton juga sama sedih dan prihatinnya dengan peristiwa memilukan ini.

Sofi pun menjawab tanpa ekpresi, "Kita jangan ganggu mereka."

*

Suatu siang, Dokter Iqbal datang untuk memeriksa kondisi Ara, yang sudah lebih dari tiga hari ini koma. Dan hasilnya, ia berkata, "Janinnya keguguran. Karena sejak koma, tidak ada sedikit pun asupan gizi." Ia menyampaikannya pada Gunawan, Novia, Irani, dan Ray yang hari itu sedang ada di apartemen Damon.


Damon sendiri.. Entah bagaimana mengatakannya. Ia seolah berada di satu dunia. Di mana hanya ada dirinya dan Ara. Ia terus berbaring di sisi perempuan itu. Hanya beranjak untuk makan, minum, dan mandi. Lalu kembali berbaring di sisi Ara. Begitu seterusnya. Namun lama kelamaan, ia tidak lagi menyentuh lantai kamar.

Seminggu, dua minggu, tiga minggu, ia tetap tidak beranjak. Wajahnya yang semula halus dan bersih, kini mulai tumbuh kumis dan jenggot. Rambutnya yang hitam cepak, mulai gondrong. Badannya semakin kurus dan tirus. Ia tidak pernah bicara pada siapa pun, kecuali pada Ara. "Sayang, kamu terlalu cantik di dalam sana..." Itu alasan Damon, saat dulu menjamin Ara bebas dari penjara.

Sebagai ibu, Novia tidak tega melihat kondisi kedua anaknya. Ia mendekati Damon yang sedang ngobrol dengan Ara. Ia coba menegur. "Damon..."

Seketika itu, Damon langsung diam dan mematung.

*

Hingga tiba sebuah senja yang memecah keheningan duka.

Dokter Iqbal seperti biasa memeriksa kondisi Ara. Ia tampak terkejut, saat melihat aliran infus di punggung tangan Ara menimbulkan bengkak. Ia memeriksa denyut nadinya, denyut jantungnya, dan pergerakan bola matanya. Disaksikan semua orang. Gunawan, Novia, Irani, Ray, Bimo, Anton, Nindy, dan Sofi.

Begitu berat hati sang dokter mengatakan ini. Namun, harus segera disampaikan. "Dari kondisinya, Nona Ara... sejak semalam sudah tiada..."

Sontak, tangis semua orang pecah. Ray menghampiri Ara. "Ara! Bangun, Ra! Bangun!" Ia mengguncang-guncangkan tubuh Ara yang sudah kaku itu.

Sebagian dari mereka juga menghampiri Damon. Ingin membantunya untuk tabah. Tapi seperti biasa, Damon bergeming. Matanya tanpa berkedip menatap Ara yang telah tiada. Setitik air mata menetes dari kedua bola matanya. Dalam hati ia berbisik, "Sampai jumpa di surga, Ara."

*

Damon...

Membiarkan DIA pergi dengan tenang, dalam damai. Tanpa perlu tahu tentang pahitnya kebenaran jati diri.
Membiarkan DIA pergi dengan beribu ketulusan cinta kasih dan sayang yang senantiasa menyertai.
Dalam hatinya yang amat sangat dalam, telah menjanjikan sebuah waktu kepada DIA, akan melanjutkan keluarga kecilnya yang bahagia itu di surga.

*

Sebulan, dua bulan, hingga tiga bulan berikutnya. Waktu berjalan tanpa jeda. Damon tersenyum. Ia tersenyum pada setiap orang yang ada di depan matanya. Ia berjalan keluar dari apartemen, dengan mengenakan pakaian rapi, dan bersih. Penampilannya begitu tampan.

"Kamu mau ke mana, Sayang?" tanya Novia, yang kebetulan berpapasan dengannya di lobi apartemen.

Damon tersenyum. Ia terus berjalan. Ketika hendak menyeberang jalan raya, ia menoleh pada mamanya, dan tersenyum. Lalu, sambil memejamkan mata, ia menembus ramainya jalan raya. Menuju ke sisi wanita yang paling ia cintai, dan telah menunggu di surga.

TAMAT

Dia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang