14

7 0 0
                                    

Ara keluar dari kamar. Memperhatikan lorong di depan kamar itu dengan lebih detail. Rumah yang sangat nyaman. Jauh dari kesan mewah, tetapi siapapun penghuninya, pasti akan merasa hangat saat tinggal di rumah ini. Entah bagaimana Ara menjelaskan perasaan semacam itu. Langkah lemah itu membawanya melihat Irani di taman belakang.

"Selamat siang, Tante," sapa Ara.

Irani yang selalu tersenyum ramah itu, membalas sapaan Ara. "Siang juga, Ara."

Ara tidak tahu harus mengobrol apa. Ia pun bertanya, "Ray mana, Tante?"

Masih dengan tersenyum, Irani menjawab, "Baru pergi bayar pajak mobil."

"Oh." Ara hanya bisa manggut-manggut, coba memahami.

Kemudian, Irani berkata dengan lebih lembut, "Tante turut prihatin, atas yang terjadi, Ara. Novia sebenarnya orang baik. Mungkin masih terpengaruh oleh minuman keras."

Ara diam sejenak. Tanpa terasa, air matanya mengalir. "Tante... seharusnya, saya bisa melawan. Tapi ada perasaan gak tega dalam hati saya."

Irani tersenyum, dan mengelus rambut panjang Ara. Saat rambut Ara tersibak, terlihat tanda unik di belakang telinga gadis itu. "Sayang, ini apa?"

Ara pun teringat bentuk unik yang selalu dibangga-banggakannya selama ini. "Itu... kata kakak saya tato. Sejak kecil udah ada."

Irani mengamati tanda itu. Berwarna cokelat seperti tahi lalat. Bentuknya seperti bintang. "Ini bukan tato, Ara. Ini tanda lahir."

"Masa, sih?" Ara merapikan kembali rambutnya. Menyembunyikan tanda itu seperti biasa.

"Iya," kata Irani dengan yakin. "Tanda lahir dan tato itu sangat berbeda lho." Aneh. Ia merasa kenal dengan bentuk tanda lahir itu.

 Ia merasa kenal dengan bentuk tanda lahir itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suatu hari, Irani menengok Novia di rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suatu hari, Irani menengok Novia di rumahnya. Hubungan mereka masih sangat baik. Seperti sahabat pada umumnya, obrolan mereka pun tidak kebanyakan basa-basi. Apalagi mengingat kondisi Novia belakangan ini, Irani merasa cukup prihatin.

"Nov, aku sangat senang melihatmu sehat kembali," kata Irani.

"Iya, Ran," kata Novia sembari tersenyum. "Aku juga merasa lebih seger. Ini semua berkat calon menantuku, Sofi."

Dia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang