Ray pulang ke rumahnya dengan membawa segala rasa berkecamuk dalam dada. Cerita Ara membuatnya tersentuh. Ia jadi mengurungkan niatnya untuk memuat cerita itu di koran. Kasihan. Lantas ia meletakkan tas ranselnya di sofa. Ia pun duduk di situ juga. Melepaskan kedua sepatunya.
Kemudian, seorang wanita datang padanya membawa segelas jus buah dan sepiring kue kering. Wanita itu tersenyum. Ia meletakkan bawaannya di meja. "Mukanya kok kelihatan lemes gitu?"
"Eh, Mama," sapa Ray pada wanita bernama Irani itu. "Abis nangis, Ma."
Kening Irani terlihat mengerut, merasa heran. "Nangis? Kamu nangis? Kenapa?" Ia pun merasa penasaran ingin dengar cerita dari mulut putra sematawayangnya ini.
Ray pun bercerita. "Tadi, aku kan ke lapas. Wawancara cewek pencopet yang baru ditangkap. Awalnya, aku kira dia belagu. Soalnya, pertama kali ketemu, dia sok... sok gimana, yah..." Agak sulit menggambarkan kesan pertamanya pertemuan dengan Ara. "Nyebelin, lah pokoknya. Gak nganggap aku ada. Tapi tadi aku coba lagi dateng, dan dia udah mau cerita. Aku merasa kasihan banget sama dia. Aku pun gak jadi memuat cerita kasus dia, Ma. Gak tega."
Irani tersenyum. Ia menepuk-nepuk pelan pundak Ray. "Keputusan kamu benar, Sayang. Memangnya... gadis itu seperti apa, sih?"
Ray juga akhirnya tersenyum sembari mendeskripsikan wujud Ara, kepada mamanya. "Sebenarnya cantik. Mungkin karena gak punya uang, jadi gak terawat."
Irani adalah ibu dengan pikiran yang cukup terbuka. "Mama jadi ingin kenal."Ray menganggukkan kepala. "Ntar aja, kalo dia udah bebas, aku kenalin ke Mama."
Tengah mengobrol, terdengar dering telpon.
Irani pun berkata, "Ya udah, kamu minum jusnya, dan makan kuenya. Mama mau angkat telpon."
*
Rupanya telpon itu dari sahabatnya Ray. Namanya Damon. "Eh, Damon," sapa Irani dengan ramah. "Ada apa?" Pemuda ini bukan sekedar sahabat putranya, tetapi sudah dianggapnya seperti anak sendiri--saking akrabnya."Ray ada, Tante?" tanya Damon. "Diteleponin ke handphone-nya, gak diangkat-angkat."
"Oh, ada," jawab Irani. "Sebentar, Tante sambungin ke telepon di kamarnya ya."
Ray memang sudah jalan masuk ke kamarnya sambil membawa jus dan kuenya. Ia pun mendengar mamanya berkata ada Damon di telepon. Ia menjawab telepon tersebut. "Ada apa, Mon?""Party, yuk!" ajak Damon dengan antusias.
"Party? Lagi?" Bagi Ray, pesta-pesta begitu hanya membuang waktu. Beda dengan Damon yang memang anak orang kaya, kerjanya cuma hura-hura.
"Oh iya, dong!" sahut Damon, lebih antusias lagi. "Julukan gue 'kan pangeran pesta. Gue gak mau kalo sampe gelar ini lepas."
Ray mendesah pelan. Dipikir-pikir, dirinya memang butuh hiburan. "Oke. Di mana party-nya?"
"Di rumah gue aja," jawab Damon.
"Kapan?" tanya Ray sekali lagi.
Damon pun menjawab, sembari melemparkan peringatan. "Besok malem. Jangan telat, loh!"
"Iya, iya...," sahut Ray.
*Nama lengkap Damon adalah Damon Syahreza Gunawan. Sahabat Ray sejak kecil. Bahkan sebelum mereka lahir. Mereka selalu melakukan banyak hal bersama. Mamanya Damon, yaitu Novia, bersahabat baik dengan Irani sejak SMA. Sebuah persahabatan yang cukup panjang umurnya.
Damon punya teman perempuan, namanya Sofie. Hubungan mereka hanya sekedar sejenis hubungan yang tidak memiliki status."Mon, persiapannya udah perfect." Sofie terlibat dalam mempersiapkan pesta foya-foya yang akan diadakan Damon di rumahnya.
"Good, Honey. Good job!" puji Damon, genit. "Aku jadi makin sayang sama kamu, nih..."
*

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia (TAMAT)
RomansaSebuah cerita tentang perjalanan hidup dia. Tentang cinta dia. Tentang dia, dia, dan dia....