(37). Biarkan Aku Pergi

51 3 0
                                    

Di jalan, Anggara masih mengejar Kinara berjalan sangat cepat sambil menangis tanpa suara. Kalimat ayah Anggara masih bergema di telinga Kinara. Kebetulan sebelum Anggara masuk ke supermarket kemarin, Kinara tak sengaja menguping pembicaraan anak dan ayah.

"Apalagi dia itu miskin, pasti dia matre sama kamu. Mentang-mentang kamu sudah sukses." Menepuk pundak putranya. "Cinta itu boleh Anggara, tapi bodoh jangan. Cinta itu harus logika kalau kamu ikuti hatimu terus, nanti kamu akan masuk dilubang yang sama seperti dulu," cibir ayah Anggara.

Tapi di masa itu, Kinara masih kuat dan berpikir positif. Sekarang, Kinara sudah tidak kuat lagi mendengar cibiran ayah Anggara. Memang ia akui dirinya memang salah dan memang matre. Tapi, apa salahnya ia ingin matre? Dan apa itu salah juga, jika ia tak ingin jadi seperti orang tuanya dulu dan malah membebani mereka?

Jika sudah tak jodoh, mau bagaimana lagi. Dengan sangat terpaksa dan berat hati ia ikhlas melepaskan Anggara untuk selamanya. Ia juga tidak ingin Anggara menjadi anak durhaka, meski cintanya sudah sangat dalam pada Anggara.

Ia harus rela dan ikhlas, karena tanpa orang tuanya mungkin Allah tidak akan mempertemukannya dengan Anggara seperti sekarang. Jadi, Kinara ingin Anggara mementingkan orang yang membuat dia bisa ada di dunia dibandingkan orang asing sepertinya.

Melihat Kinara masih tak mau berhenti juga, Anggara tak tinggal diam lagi. Ia berlari mendatangkan kekasihnya, ketika Kinara melihatnya berlari. Kinara pun ikut lari juga supaya bisa menjauhinya.

Berhubung kaki anggara panjang dan berlari lebih cepat dengan mudah Anggara bisa menggapai nya. Anggara menarik tangan Kinara kuat hingga tubuhnya ikut berputar dan mendarat dalam pelukan Anggara. Wajah Kinara jadi memerah dan suhu tubuhnya jadi memanas saat dalam pelukan Anggara.

Otak Kinara sekarang mendadak jadi error dan tubuhnya tiba-tiba membeku jadi patung. Sebenarnya Anggara juga rada takut kena amukan Kinara karena sudah menyentuhnya, apalagi dipeluk. Melihat Kinara terdiam dalam pelukannya, mendadak rasa takut itu hilang diganti rasa senang. Akhirnya setelah beberapa menit otak Kinara kembali konek.

Yap!
Dugaan anggara benar.

Kinara mengamuk-ngamuk dan meronta-ronta dengan wajah murka dalam pelukan Anggara. Bukannya takut, Anggara malah hanya menertawai nya saja.

Semakin Kinara meronta-ronta, semakin erat pula pelukan Anggara, agar tubuh kinara jadi dekat dengan tubuhnya.

Cup!

Satu kecupan mendarat di pinggir kerudung Kinara. Mata Kinara membulat sempurna, juga diam seribu bahasa. Baru saja konek mendadak error lagi, setelah kesadaran nya kembali.

"Anggara...." teriak Kinara bergema.

Alhasil ia jadi pusat perhatian orang-orang tapi Kinara acuh saja. Anggara lebih senang melihat Kinara marah daripada melihatnya menangis.

*****

Dengan langkah berat, Anggara harus pulang. Sebenarnya Anggara tidak ingin pulang, sebab ia malas mendengar ayahnya menyebut kinara matre terus.

Saat ingin menginjakkan kaki di anak tangga menuju pintu rumah, ia melihat kehadiran Michel di dekat pintu rumah sambil membawa kotak bekal di tangannya. Michel menyambutnya dengan senyuman manisnya. Anggara berjalan menghampiri Michel.

"Ada apa kamu datang ke sini, Michel ?" tanya Anggara sekedar basa-basi.

"Aku ke sini mau kasih kue buatanku buat kamu dan juga orang tua kamu," jelas Michel.

"Oh!" Singkatnya.

"Masuk!" suruh Anggara datar.

Michel mengangguk lalu masuk mengikuti anggara dari belakang. Michel memberikan kuenya pada orang tua Anggara. Tentu saja, ayah Anggara dengan senang hati menerimanya. Melihatnya, Anggara udah malas dan memutuskan pergi ke kamarnya saja.

I Love You Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang