(38). Kabar Gembira

42 2 0
                                    

"Kreek..." pintu kamar terbuka.

Sontak Anggara menoleh dan ternyata itu Misel. Anggara kembali menatap langit, Misel berdiri di samping Anggara.

"Kamu kenapa? Apa soal ayahmu lagi?" tanya Misel hati-hati.

"Iya," singkatnya tanpa menoleh.

"Sekali lagi.... maaf Misel, maaf aku gak bisa mencintai kamu sampai sekarang. Bagiku kamu itu cuman ku anggap adikku," celetuk Anggara menatapnya lalu menatap langit lagi.

Misel sekilas merasa sedih tapi ia tutupi dengan senyuman palsu.

"Iya, gak apa-apa kok. Santai aja." Pura-pura tersenyum lebar.

"Lagi pun...." Ikut menatap langit. "Aku juga gak bisa maksa kakak untuk mencintaiku, apalagi dia masa lalu kakak bahkan dia orang spesial di hidup kakak. Biar pun aku bisa dapatin kakak, tapi aku gak bisa dapatin hati kakak yang masih terikat masa lalu." Menatap Anggara. "Kalau aku paksakan yang ada aku yang sakit, lebih baik menerima sakit sekarang daripada nanti," ucap Misel bijak menatap langit.

"Terima kasih, Misel. Kamu memang benar-benar orang yang baik," ucap Anggara menatap terharu pada Misel.

"Iya, sama-sama kok kak," ucap Misel pura-pura tersenyum bahagia. Padahal hatinya sakit sekali.

"Ya udah, yuk kita ke keluar. Katanya kamu ngasih aku kue buatan kamu," ucap Anggara kembali bersemangat.

Melihat Anggara kembali bahagia dan bersemangat, Misel harus menepis jauh-jauh rasa sedihnya.

Biarkan dia yang hancur, asalkan orang yang di cintanya selalu bahagia. Pikir Misel.

Anggara tanpa sadar memegang tangan Misel karena saking bahagianya, Misel bisa memahami perasaannya bahwa ia hanya cinta pada Kinara.

Misel yang tadinya sedih kini bergantikan bahagia melihat Anggara memakan lahap kue buatannya.

Ayahnya yang melihat dari kejauhan jadi salah paham, mengira Anggara sudah menerima Misel.

Setelah Misel pergi, ayahnya menghampiri Anggara berdiri di balkon.

"Gimana kamu sudah cinta sama Misel?" tanya ayahnya pura-pura tidak tahu padahal hatinya sedang bahagia.

Anggara menoleh dengan senyuman bahagia.

"Gak ko, yah. Akhirnya Misel bisa memahami perasaanku bahwa aku hanya cinta pada Kinara."

"Jedeerr...." Bak petir di siang bolong.

Ayahnya sedikit terbelalak mendengar pernyataan Anggara.

"Jadi dia bilang dia restui aku sama Kinara dan ia memilih mundur begitu," papar Anggara pura-pura polos. Padahal memang sengaja membuat ayahnya jadi panas.

Ayahnya jadi terdiam membeku.

"Sudah dulu ya, yah. Aku mau temui Leon ada janji," pamit Anggara meninggalkan ayahnya.

Anggara tersenyum puas melihat ayahnya masih tak bergeming di tempatnya tadi.

*****

Anggara tampak terburu-buru ingin bersiap-siap pergi ke supermarketnya, tapi ayahnya segera menahannya. Anggara mendengus akan celaan seperti apalagi yang ia dengar mengenai kekasihnya.

"Apa?" dingin Anggara.

"Ayah ingin kamu duduk sebentar dengan ayah. Ada yang ingin ayah sampaikan," pinta ayahnya.

"Maaf, yah. Aku lagi malas dengar ayah menghina kinara ataupun mau menjodohkan ku lagi. Jadi, lepaskan aku!" ketus anggara.

"Ayah memang ingin membicarakan tentang kinara, tapi bukan ingin menghinanya lagi," jelas ayahnya membujuknya.

"Terus apa?" Marah sekali. "Udah, aku mau pergi!" tegas Anggara yang tetap beranjak pergi.

Lagi-lagi ayahnya menahan dia pergi.

"Ini mengenai restu, nak. Restu ayah pada Kinara," ungkap ayahnya.

Anggara yang tadinya memberontak melepaskan tangannya, kini terdiam dan tak memberontak lagi. Ia sontak menatap ayahnya.

"Apa maksud ayah?" tanya Anggara.

"Maka itu, ayah suruh kamu duduk dulu," pinta ayahnya.

Anggara terpaksa duduk di sofa berhadapan dengan ayahnya. Jika ayahnya bicara buruk tentang kinara lagi. Pastikan saja. Anggara pasti akan segera meninggalkan ayahnya demi keselamatan mental dan juga menghindari sikap kasar nantinya akan mengenai ayahnya.

Anggara meminum teh disajikan ibunya dan ibunya duduk disamping putranya, ikut penasaran juga apa yang ingin disampaikan suaminya.

"Mengenai soal Kinara. Kamu dan mama--" Berhenti sejenak. "Mulai besok bersiap-siap pergi ke rumah Kinara untuk membicarakan pertunangan kalian," ungkap ayahnya mengejutkan istrinya, terutama putranya begitu syok dan masih tak percaya pada ucapan ayahnya.

"Apa? Aku gak salah dengar kan?" Kaget Anggara dicampur rasa bingung.

"Iya, nak. Kamu tidak salah dengar. Besok kamu suruh Kinara menemui ayah, jika ia menginginkan restu ayah," pinta ayahnya.

Anggara mengangguk cepat. "Iya, ayah. Aku pasti akan menyuruh Kinara kemari," ucap Anggara tersenyum bahagia.

Melihat sang istri dan sang anak sedang berbahagia, sekilas ayah sekaligus suami tersenyum licik melihat kebahagiaan mereka terukir.

*****

Sesampai di supermarket, Anggara tak sabar menemui Kinara untuk menyampaikan berita menggembirakan mengenai ucapan ayahnya tadi. Anggara menemukan Kinara bersama teman-teman karyawan sedang makan bersama, kebetulan sekarang jam istirahat. Kinara sedikit kaget pada keberadaan Anggara yang tiba-tiba duduk di sampingnya. Arga dan Wiwit sontak sekilas tersenyum jahil pada Kinara.

"Kamu lagi makan apa, dek?" tanya Anggara lembut.

Wiwit pura-pura berdeham, sehingga membuat Kinara tersipu malu dan paham maksud wiwit berdeham tadi. Wiwit dan Arga tertawa kecil dengan volume suara berbisik melihat Kinara menunduk malu. Mereka yakin bahwa dibalik cadar Kinara pasti pipinya sudah semerah tomat.

Melihat tangan Kinara berhenti bergerak menyuap makanannya ke dalam mulut, Anggara mengambil alis sendoknya dan menyendok nya tergantung didekat mulut Kinara. Kinara sedikit kaget, Anggara ingin menyuapinya. Melihat pemandangan itu, Yuna, Wiwit, dan Arga terkekeh geli.

"Cie, cie.... bapak benar-benar romantis ya," puji Arga membuat Kinara semakin malu.

Anggara hanya tersenyum terhadap pujian Arga, sementara Kinara dengan gesit merampas sendoknya dari tangan Anggara. Anggara sedikit kaget pada tingkah Kinara yang sudah tidak tahan menahan rasa malunya.

Anggara baru sadar bahwa kekasihnya itu adalah wanita yang pemalu, hati Anggara tertawa kecil pada tingkah Kinara yang begitu lucu.

"Ma-maaf, kak. A-aku bisa suap sendiri," ucap Kinara terlihat gugup dan malu.

"Ya, gak apa-apa," ucap Anggara sambil mengusap-usap puncak kerudung Kinara.

Setelah selesai makan, Anggara membawa Kinara pergi ke taman ditemani Arga. Permintaan Kinara, takutnya orang ketiga itu adalah setan kalau cuma berduaan saja, meski banyak orang di taman.

Awalnya Kinara menolak ikut Anggara, oleh karena Kinara merasa tak nyaman dengan karyawan lain. Ia kebanyakan keluyur santai-santai nya daripada kerjanya. Semenjak berhubungan dengan Anggara jadi seperti itu.

Mereka bertiga duduk di kursi batu tapi berukir seperti batang kayu. Meski kami duduk bersama, Arga sibuk bermain ponselnya karena dia tidak mau mengganggu bosnya sedang mesra-kemesraan. Lebih jelasnya ia jadi obat nyamuk di situ.

"Kakak mau bicara apa?" tanya Kinara.

"Begini, Kinara. Alhamdulillah, ayahku sudah mau menerima kamu dan kami akan segera datang menemui kedua orang tuamu, sesuai permintaan ayahmu," ungkap Anggara tersenyum bahagia.




















Bersambung....

I Love You Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang