Sesampainya ia habis datang dari rumah Kinara, ia segera pergi menemui ayahnya dengan perasaan marah.
"Ayah!" panggilnya menatap tajam.
Ayahnya menoleh padanya yang sedang habis memberikan gaji Pak Tono, ia mempercepat langkahnya menghampiri ayahnya.
"Aku ingin bicara dengan ayah. Sekarang!" tegasnya penuh amarah.
Sementara Pak Tono bergegas pergi meninggalkan sang bos dan anaknya ada aura-aura perkelahian yang akan segera terjadi, melihat Pak Tono sudah pergi.
"Tidak usah! Kita bicara disini saja," ketusnya.
Tanpa berbasa-basi lagi. "Apa maksud ayah menyuruh Kinara hidup sederhana di kehidupanku yang dulu, ayah? Ayah jangan lupa. Aku bekerja giat juga demi dia. Kenapa ayah malah merampas kerja kerasku dan menyuruhnya hidup miskin? Aku kan sudah bilang, kondisi tubuhnya itu lemah. Bagaimana mungkin aku akan membiarkan dia ikut panas-panasan dan sakit-sakitan? Aku tidak mau. Lebih baik aku menikah tanpa restu ayah daripada aku menikah melihat dia menderita hanya karena demi ku dan keegoisan ayah," berang nya.
"Terserah kau ingin berkata apa, Anggara. Lagipula ayah tidak memaksanya tetapi dia sendirilah yang memilihnya. Jadi, jangan salahkan ayah jika istrimu nanti sakit-sakitan," ucap ayahnya tersenyum licik. Lalu meninggalkan Anggara yang sedang amarahnya sudah memuncak.
Tangan Anggara berubah jadi kepalan. Karena tak tahan lagi.
Buk!
Ia melampiaskan amarahnya dengan memukul dinding, meski tangannya terasa perih. Ia sama sekali tidak menggubris.
*****
Anggara sudah membujuk Kinara berkali-kali untuk tidak menerima perjanjiannya dengan ayahnya. Tetapi Kinara keras kepala, ia tetap tidak mau menyerah dan tetap menerima tantangan calon ayah mertuanya.
Hari ini adalah hari orang tua Anggara dan Kinara saling berkenan, sekaligus membahas pertunangan dan pernikahan anak-anak mereka. Kinara berpenampilan sederhana saja dan yang penting harus sopan, Marissa juga menyiapkan minuman dan makanan untuk calon menantu dan besannya. Ayah Kinara mengenakan baju batik, begitu juga Marissa berpenampilan sederhana dan sopan.
Di luar sana, banyak tetangga-tetangga berkumpul karena penasaran pada calon suami Kinara dan juga keluarga pria. Apakah dia berduit atau tidak?
Karena gengsi efek sering merendahkan Kinara dan membanggakan Tara. Mereka pura-pura sibuk kek belanja sayur lah, menyapu halaman lah, dan macam-macam lagi supaya mereka tidak ketahuan ikut kepo calon suami Kinara. Terutama kakek dan nenek Kinara terlihat penasaran sekali, takutnya Tara akan tersaingi oleh Kinara cucu yang sering terasing dan tidak dianggap. Takutnya Kinara mendapatkan suami lebih kaya dari Si Tara.
Melihat mobil bermerek Honda BR-V berwarna silver, mereka sekilas tercengang dan kagum pada mobil yang berhenti tepat didepan rumah Kinara.
"Wah! Keliatannya calon suami Kinara tajir banget ya. Gak kayak pacar Tara, katanya kaya kok cowok gak pernah naik mobil mewah kek begitu. Bilang juga mau nikah, kapan? Sampai sekarang gak kesampaian tuh. Yang ada malah Kinara yang keduluan nikah, dia kan gak pernah gandeng-gandeng cowok dan kesehariannya diam.... terus didalam rumah," cibir ibu Salmah mulai menggosipkan sambil memilih tomat.
Penjual sayur menyimaknya, hanya geleng-geleng kepala saja.
Anggara dan orang tuanya keluar dari dalam mobil, melihat sosok Anggara yang gagah dan tampan. Ibu-ibu sontak kagum dan kegirangan melihat Anggara.
"Ya ampun, selera Kinara benar-benar the best ya," puji ibu-ibu.
Anggara membawa buket mawar merah khusus untuk Kinara.
"Lihat saja tetangganya itu! Semuanya mata duitan. Pasti Kinara dan orang tuanya gak jauh beda sama mereka itu," bisik ayahnya mencibir.
"Gak, ayah. Orang tua Kinara dan Kinara sangatlah jauh berbeda, ayah. Tak heran mereka sering dibenci warga sini, karena kesederhanaan mereka," papar Anggara tersenyum.
Ayah Anggara mendengus dan memalingkan muka dari putranya.
Ibunya Anggara mengetuk pintu rumah Kinara. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawaban dari dalam rumah.
Krek!
Pintu rumah terbuka dan menampilkan sosok wanita seperti seorang ibu di depan mereka sambil tersenyum ramah.
"Ayo silakan masuk!" suruh orang itu ternyata ibu Kinara.
Mereka masuk dan duduk di atas alas tikar bermotif. Seorang pria sebaya dengan ayah Anggara datang menghampiri mereka.
Deg!
Ayah Anggara sangat kaget menemukan seseorang yang tak asing dan pernah bertemu orang itu beberapa kali.
"Ka-kamu...." gugup ayah Anggara.
"Ah, bapak. Sudah lama ya tidak bertemu," ucapnya tersenyum ramah.
"Ayah kenal sama om?" tanya Anggara berbisik.
Ayahnya mengangguk pelan.
"Ini ayah, perkenalkan om adalah ayahnya Kinara," ungkap Anggara tersenyum.
Jder!
Ada petir di siang bolong.Mata ayah Anggara membulat sempurna mendengar sebuah fakta orang itu adalah ayah Kinara.
"Di-dia ayah Kinara?" tanya ayah Anggara berbisik sambil gemetar.
"Iya, ayah. Om adalah ayahnya Kinara," jawab Anggara membuatnya mati kutu.
"Mampus, aku. Ternyata orang yang menghajar temanku yang sok hebat di kebun dulu adalah ayahnya Kinara. Pantas aku merasakan aura yang sama seperti ayahnya pantang menyerah," batin ayah Anggara cemas.
Beberapa menit ayah Anggara memutuskan untuk diam saja. Begitu juga ayah Kinara daritadi asyik minum kopi. Tak lama, akhirnya bicara juga.
"Mengenai permintaanku kepada putramu, aku minta maaf. Mungkin kamu akan memahami naluri seorang ayah, jika kamu memiliki seorang putri. Ayah mana yang membiarkan putrinya hidup menderita seperti kedua orang tuanya. Aku harap kamu bisa memahami kata-kataku, alasanku menyuruh putramu sukses dulu baru bisa mendatangi putriku. Ini juga demi keturunan mereka dan mereka juga agar tidak merasakan seperti kita dimasa sulit," papar ayah Kinara tersenyum.
Ayah Anggara mengangguk. "Iya, saya sangat memahami."
"Hanya itu saja yang ingin aku sampaikan. Ayo silakan diminum tehnya!" suruh ayah Kinara tersenyum ramah.
Kedua orang tua Anggara meminum teh yang sudah disediakan Marissa, begitu juga Anggara sekilas celingak-celinguk menatap kamar Kinara. Ibunya sangat memahami putranya, ia terkekeh kecil.
"Apa kamu masih bekerja di kebun itu?" tanya ayah Kinara membuka topik.
"Iya, masih. Kadang-kadang aku yang bekerja, kadang-kadang anak buahku. Bapak sendiri masih kerja yang dulu ya?" tanya ayah Anggara.
"Iya," sahut ayah Kinara.
Anggara merasa sedikit senang melihat ayahnya dengan ayah Kinara tampak akrab, sebenarnya ayah Kinara lah yang membuat jadi terlihat dekat. Marissa sepertinya akan pergi menemui Kinara.
Akhirnya Kinara keluar juga bersama ibunya, Kinara duduk didekat ibunya dan saling berhadapan dengan Anggara.
"Maaf, aku sama sekali kurang mengenal putrimu." Tertawa kecil. "Pantas saja, putrimu terlihat mirip sepertimu, sama-sama keras," kekeh ayah Anggara. Membuat Kinara sedikit kaget pada tingkah ayah Anggara tiba-tiba bersikap ramah.
Menatap Kinara sambil tersenyum. "Kinara, om minta maaf atas perbuatan om kepadamu. Sekarang om tau dan paham mengenai alasanmu bertindak seperti itu pada Anggara. Setelah om mendengar penjelasan dari ayahmu mengenai alasanmu. Jadi, om akan menarik perjanjian yang om buat kepadamu," sesal ayah Anggara.
Bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Mantan
RomansaAnggara berharap hubungan dia dan Kinara bisa berakhir sebagai status suami-istri. Tapi setelah mendengar Anggara ingin jadi petani, Kinara memutuskan Anggara jadi pacarnya. Karena Kinara takut akan jadi menderita seperti orang tuanya. Kinara kira k...