Anggara sudah sampai rumah sambil merasa riang gembira. Setelah sekian lama, akhirnya bapaknya Kinara merestui dirinya memiliki putrinya.
Sebenarnya Anggara tak sabar menyampaikan berita gembira ini kepada orang tuanya, tapi dia harus mandi dan ganti baju terlebih dahulu. Setelah selesai baru menghampirinya.
Kebetulan orang tuanya, kedua kakak, dan adiknya berkumpul di ruang keluarga sedang menonton televisi dan juga mengobrol.
Anggara menghampiri mereka dan duduk didekat adiknya asyik main game.
"Akhirnya kamu pulang juga, ayah kira kamu ingin menginap di supermarket mu itu," omel ayahnya berwajah cemberut.
"Ya, namanya juga kerja," sahut Anggara.
"Kerja sih, kerja. Tapi ingat pulang juga, apalagi kamu sudah jadi bos dan punya karyawan. Apa gunanya coba punya karyawan kalau ujung-ujungnya kamu kerja gak ingat diri kek inap di supermarket aja," gerutu ayahnya.
"Iya, aku salah. Lain kali aku akan pulang cepat," pasrah Anggara cemberut.
"Kamu sudah makan belum?" tanya ibunya berniat melerai perdebatan antara ayah dan anak.
"Sudah, Bu," jawab Anggara. Ia baru ingat tujuannya kemari.
"Ibu, ayah! Ada yang ingin ku sampaikan. Ini soal.... aku ingin melamar wanita yang kucintai, ayah, ibu,' ungkap Anggara membuat keluarganya kaget dan sontak menatap Anggara, kecuali adiknya cuek aja.
"Tapi sebelum melamar, ayahnya bilang ingin mengenal ibu dan ayah terlebih dahulu. Jadi, kalian mau kan temui orang tuanya?" terangnya.
"Ya, ayah setuju saja. Tapi dia wanita yang baik-baik bukan?" tanya ayahnya antusias.
"Iya, ayah. Dia wanita yang Sholehah dan paham agama, justru itu alasanku sangat mencintainya, ayah," ungkap Anggara sekilas tersenyum tersipu malu sambil menunduk.
"Ya, sudah. Kalau kamu sangat menyukainya, ya ayah setuju-setuju saja. Selama dia itu wanita yang baik-baik," ucap ayahnya.
"Dan juga.... selalu membuatmu bahagia dan bisa mengurus mu sangat baik seperti ibu mengurus dari kecil sampai sekarang. Itu lebih dari cukup untuk ibu, nak," tambah ibunya tersenyum.
"Terima kasih ibu, ayah. Sudah memberiku restu," ucap Anggara tersenyum bahagia.
Saking bahagianya, Anggara tidak bisa mengendalikan rasa senangnya yang luar biasa ini. Makanya ia tersenyum cukup lama dari sebelumnya. Kedua kakaknya terkekeh geli melihat adiknya super dingin, sekarang sedang berbunga-bunga.
"Cie.... ada yang bakal acara nikah nih di rumah kita," ejek kakak sulungnya bernama Vina.
"Iya, pastinya bakal meriah. Apalagi dah lama gak ada acara nikah di rumah kita. Hé hé hé...." kekeh kakaknya yang nomor dua bernama Resti.
Anggara memasang wajah kesal pada kedua kakaknya, sementara kakak-kakaknya tertawa geli.
*****
Keesokan harinya, kedua kakaknya sudah pulang ke rumah mereka sejak pagi tadi. Anggara memutuskan untuk tidak bekerja sekarang karena pekerjaannya hari ini sangatlah sedikit dan bisa dikerja oleh Pak Ghani.
Ibunya sedang menyiapkan sarapan untuk Anggara. Kalau untuk suami dan putra kecilnya sudah dari tadi sudah makan. Saat bersama kedua putrinya tadi.
Anggara duduk manis di dekat meja makan sambil memperhatikan ibunya meletakkan nasi dan lauk-pauknya.
"Oh ya, kalau ibu boleh tau. Siapa nama gadis yang kamu cintai itu, nak?" tanya ibu.
Anggara yang ingin menyuap ke dalam mulutnya, kini sendok itu tertahan melayang ke udara.
"Namanya Kinara, Bu," jawabnya singkat.
"Memangnya sudah berapa bulan kalian saling kenal?" tanya ayahnya yang tiba-tiba muncul dan duduk berhadapan dengannya.
"Sudah empat tahun lebih, yah," jawabnya.
"Wah! Lama juga ya." Baru sadar. "Kalau kalian saling kenal empat tahun lebih, memangnya kalian itu kenalnya dimana? Apa disekolah?" tanya ayahnya bingung.
"Bukan, yah. Kami dulu tidak satu sekolah. Sebenarnya dia mantan pacarku yang masih sampai sekarang aku cintai," ungkapnya.
"Mantanmu yang mana?" tanya ayahnya.
"Mantanku yang memutuskan hubungan cinta kami hanya karena aku jadi petani dan dia menginginkanku sebagai tentara," ungkap Anggara mengejutkan ayahnya.
"Jangan bilang kalau dia mantanmu yang menghinamu dulu?" cecar ayahnya menatap tajam dan naik tensi.
"Iya, ayah. Aku sangat mencintainya--"
"Jauhi dia!" seru ayahnya secara tegas.
Perkataan ayahnya membuat ibunya jadi kaget, terutama putranya sangat kaget dan dadanya jadi berdesir. Mata Anggara terbelalak lebar.
"Apa maksud ayah menjauhinya? Ayah cuman bercanda kan? Bukannya ayah tadinya menyetujui?" tanya Anggara seolah tak percaya dan menganggap ayahnya salah bicara atau salah dengar.
"Ya, tadinya aku menyetujui. Jika dia wanita yang baik-baik. Tapi dia itu wanita matre, Anggara!" Mata Anggara terbelalak lebar dan lagi-lagi ia dikagetkan ucapan kasar ayahnya mengenai kekasihnya.
"Kenapa ayah bilang seperti itu? Sejak kamu jadi petani dan miskin, dia langsung saja pergi meninggalkanmu. Dan sekarang setelah kamu sukses, dia datang lagi menggoda dirimu agar dirinya bisa jadi istrimu. Karena sudah kamu kaya. Ayah tidak mau kamu menikah dengan wanita matre sepertinya," berang ayahnya.
"Iya, anggap saja dia seperti itu." Pasrah. "Tapi itu dulu, ayah. Sekarang Kinara itu tidak seperti dulu, bahkan dia menjadi lebih baik dan Sholehah dari sebelumnya. Dia juga tidak matre. Di saat aku kaya, dia tidak mengejar ku. Justru dia menjauh disaat aku sudah sukses. Yang mengejar itu justru akulah yang mengejarnya, karena aku sangat mencintainya. Bahkan ada pria yang mendekatinya, aku tidak terima ayah. Karena dia wanita yang sangat langka yang aku cari," sanggah Anggara sangat tegas.
"Dan satu lagi. Dia tidak menggodaku, tapi akulah yang tergoda dan tergila-gila padanya. Jadi, aku minta stop ayah menghinanya yang berusaha berbuat baik," tambah Anggara.
"Tapi Anggara--"
"Sudah, ayah. Aku jadi tidak selera makan," marah Anggara pergi meninggalkan ayahnya dan makanan masih banyak tersisa di piringnya. Itupun ia hanya sempat makan dua suap saja.
Ibunya hanya geleng-geleng kepala melihat sang ayah dan putra kembali berdebat panas lagi. Ibunya sedang membersihkan tempat makan dan menyimpan kembali makanan untuk Anggara. Siapa tau ia mood makan lagi.
"Kenapa sih Anggara itu bisa tertipu daya oleh wanita itu? Sudah jelas ada yang aneh, saat miskin dia kabur. Pas Anggara sukses, dia datang lagi. Sudah jelas dia datang lagi karena cuman mengincar harta Anggara doang. Setelah Anggara bangkrut lagi, aku yakin seratus persen pasti dia kabur lagi. Cih! Dasar wanita murahan!" gerutu ayahnya.
Tuk!
Meletakkan mangkok di depan suaminya.
"Ayah, jangan berburuk sangka dulu dong. Ketemu ceweknya aja, ayah belum ketemu. Ibu juga punya firasat bahwa gadis yang dicintai Anggara itu memang benar-benar baik. Ibu juga pernah denger dia di telepon dulu, marahin Anggara gak sholat," ucap ibunya.
"Kalau soal begitu mah banyak, awalnya doang kek begitu. Pas dapat uang dari Anggara dah lupa tuh. Dah, ayah mau ke kebun aja," kesal ayahnya pergi.
Ibunya lagi-lagi geleng-geleng kepala saja.
"Sebenarnya ibu juga menginginkan Anggara dapat wanita yang terbaik, tapi entah kenapa hatiku bilang harus menerima gadis itu." Termenung. "Ah, sudahlah," ucapnya membuyar lamunannya.
Ibunya kembali mengurus dapur.
Bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Mantan
Storie d'amoreAnggara berharap hubungan dia dan Kinara bisa berakhir sebagai status suami-istri. Tapi setelah mendengar Anggara ingin jadi petani, Kinara memutuskan Anggara jadi pacarnya. Karena Kinara takut akan jadi menderita seperti orang tuanya. Kinara kira k...