(26). Membujuk

38 2 0
                                    

Kinara kena shift malam lagi, seperti biasa Kinara bekerja meletakkan barang yang stoknya hampir kosong di rak. Kinara telah selesai mengisi brokoli.

Saat ia ingin meletakkan wortel di tempatnya, Kinara melihat Naya sedang memilih kentang.

Sebenarnya hati Kinara tidak ingin menemui nya, sudah cukup ia tersakiti. Tapi kalau ia tidak menemui Naya. Nanti ia dikira Naya, dialah yang jahat. Mau tidak mau, Kinara lah menghampirinya.

Sebelum menghampirinya Kinara menghela napas untuk menurunkan emosinya.

"Hai Nay! Sudah lama ya kita nggak ketemu?" sapa Kinara tersenyum ramah.

"Eh, Kinara!" Menoleh. " Kamu kok di sini?" Memperlihatkan kinara dari atas ke bawah. "Kamu jadi karyawannya di sini ya?" tanya Naya.

"Iya, aku kerja di sini. Cuman.... kerja pramuniaga di supermarket aja," ucap Kinara merasa canggung.

"Ah, gak papa. Yang penting kerja halal aja, Ra." Kinara angguk-angguk.

Naya melihat jam tangannya. "Maaf ya, Kinara. Aku gak bisa lama-lama soalnya aku dah telat ada acara sahabat Cherly dan Ilona. Bye...." pamit Naya meninggal Kinara.

Kinara hanya diam menatap kepergian mantan sahabatnya sambil tersenyum, tersenyum sedih.

"Loh? Bukannya kalian sahabatan? Kok Naya gak ajak kamu, dek?"

Deg!

Lamunan Kinara seketika membuyar, saat Kinara lari membalik ke belakang.

Dug!

Alhasil hidup mancung Kinara menabrak dada membidang seseorang.

Orang itu terbelalak lebar sambil mulut ternganga karena kaget luar biasa. Barusan bersamaan itu juga, bibir Kinara mendarat tepat di dadanya di balik kaos putih yang ketat.

Tentu saja orang itu kaget bukan main, orang itu adalah Anggara yang menjadi korban tabrakan di ulah Kinara tadi.

Kinara asyik menggosok hidungnya sambil meringis kesakitan, tanpa menyadari ada fenomena mengerikan barusan terjadi.

"Ma-maafkan saya, pak. Saya benar-benar enggak sengaja, barusan saya gak lihat ada bapak di belakang saya. Eh!" Panik Kinara menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Maaf kak, sekali lagi maafkan saya," panik Kinara menangkupkan kedua tangannya pada Anggara.

Anggara memegang dadanya untuk menormalkan detak jantungnya yang hampir copot atas peristiwa tadi.

"Ah, lupakan saja. Kamu gak ikut acara tadi?" Kembali membahas yang ingin di tanyakan Anggara tadi. "Kalau kamu ingin ikut, kamu saya bolehkah pulang lebih awal."

Meletakkan kedua tangannya di kedua saku celananya. "Lagipula pekerjaan kamu sudah selesaikan? Jadi, kamu boleh kalau kamu ingin pulang," suruh Anggara.

"Kakak.... gak perlu suruh aku pulang. Aku mau kerja aja, kak," ucap Kinara tersenyum palsu.

"Kenapa? Apa kamu malas datang?" tebak Anggara asal.

"Bukan kak." Berusaha untuk tersenyum. "Tapi karena.... ya aku gak di undang," ungkap Kinara terasa sulit di ucapkan. Kinara berusaha untuk tidak menangis dan pura-pura tersenyum. Walau hampir tak terbendung lagi.

"Kok bisa? Bukannya kalian berdua sahabat dekat?" kaget Anggara seolah tak percaya.

"Kami.... sudah tidak sahabatan lagi kak," lirih Kinara.

"Apa kalian berantem?" tanya Anggara penuh selidik.

Kinara menggelengkan kepala pelan karena sudah tidak sanggup lagi menjawabnya.

"Terus?"

"Dia.... sudah ada teman baru kak," ucap Kinara sudah tak mampu menjawabnya.

Melihat kepala gadis mungil di hadapannya semakin tertunduk dengan tangan menggenggam erat seperti gemetar.

Anggara langsung memahaminya.

"Ya sudah, kamu ikut kakak saja." Kepala Kinara sontak mendongak menatap Anggara.

Yap! Tebakan Anggara benar.

Bola mata Kinara terlihat berkaca-kaca dan di dekat matanya terlihat berembun. Sudah pasti Kinara ingin menangis tapi ia tahan.

"Kemana?" tanya Kinara.

"Aku lapar." Mengelus perut sixpack di balik kaos putihnya. "Yuk, kita pergi keluar!" ajak Anggara.

"Baik pak, eh kak," sigap Kinara.

Kinara menyeka air matanya dulu, baru berjalan mengikuti Anggara dari belakang. Mereka sampai di warung sate, tidak jauh dari supermarket. Mereka duduk di satu bangku membuat Kinara jadi gugup, tapi tetap Kinara memberi jarak pada Anggara.

"Bang! Beli satenya dua. Yang satu ketupatnya banyak, terus es tehnya dua. Tapi es teh satunya, gulanya dikit aja," pesan Anggara sedikit berteriak kepada penjual.

"Oke, bos," sahut penjual memberi jempol pada Anggara.

"Memang bapak beli dua buat siapa? Mana minta ketupatnya banyak lagi," tanya Kinara masih bingung.

"Coba kamu tebak, saya beli ini buat siapa?" ucap Anggara menaik-turunkan alisnya sambil tersenyum geli.

"Buat bapak. Tapi pak, memangnya bapak sanggup menghabiskannya?" ucap Kinara tak yakin.

"Kamu ini panggil bapak terus, kan aku sudah bilang panggil aku kakak. Emang kamu mau ku panggil Bu gitu?" omel Anggara membuat Kinara tertawa kecil.

"Hé hé hé, maaf," kekeh Kinara.

"Terus kenapa cuman aku doang yang panggil kakak? Kenapa mereka gak panggil kakak juga?" tanya Kinara menaiki satu alisnya.

"Emang kita baru ketemu dan harus perkenalan lagi begitu? Hai aku Anggara gitu." Mengejek. "Apa mesti seperti itu lagi?" omel Anggara.

Kinara menggeleng kepalanya sambil tertawa melihat kelucuan sang mantan sekaligus bosnya. Melihat Kinara tertawa, Anggara jadi lega.

Anggara mulai memakan satenya, begitu juga Kinara. Tampaknya Kinara sudah kekenyangan memakan sate dengan porsi banyak di ulah Anggara tadi. Melihat Kinara tidak menyendok ke dalam mulutnya lagi, Anggara menatapnya yang terlihat seperti orang sudah enggan memakannya lagi.

"Aku sudah kenyang, kak. Aku gak sanggup lagi menghabiskannya," keluh Kinara menggeleng kepalanya sekilas.

Padahal Kinara baru memakan sedikit dan sate di piringnya masih tersisa banyak. Anggara sangat paham betul sifat mantannya itu. Tak heran Kinara jadi kurus dan gampang di serang penyakit maag.

Anggara mengambil sendok Kinara lalu menyendok ketupat sate milik Kinara dan di arahkannya ke mulut Kinara.

"Ayo buka mulutnya! Kalau gak kakak bakal larang adek pergi dari sini," ancam Anggara.

"Tapi kak, aku kan sudah kenyang. Nanti perutku bisa meledak dong kak," keluh Kinara sudah menyerah.

Anggara tetap tak menggubrisnya, lagipula ini demi kebaikannya jua. Tangan Anggara tetap berada di dekat mulut Kinara yang masih tertutup rapat.

"Ayo makan!" paksa Anggara.

"Gak mau," tolak Kinara masih keras kepala.

Anggara menggeser posisi duduknya dekat dengan Kinara, tanpa Kinara sadari. Ternyata Anggara tidak menyerah membujuknya.

"Ayo makan adek ku cantik dan manis milik Anggara!" Tersenyum merayu.

Deg!
Seketika tubuh Kinara mendadak menjadi merinding mendengar ucapan Anggara terasa angker di telinga Kinara.

Sebenarnya Anggara tidak mau melakukannya dan geli sendiri, tapi demi Kinara. Ia harus melakukannya, agar Kinara mau makan.

"Ayo makan! Sini kakak suapi adek miliknya Abi Anggara," goda Anggara.

Karena sudah tidak sanggup lagi dan jadi semakin merinding. Mau tidak Kinara, Kinara merampas sendok dari tangan Anggara. Baru ia makan juga.

Anggara sekilas tersenyum, akhirnya Kinara terbujuk juga. Kinara makan dengan lahap biar perutnya rasa ingin meledak.



















Bersambung....

I Love You Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang