SPM 5. Ndoro Putri dijodohkan?

2.5K 190 12
                                    

Assalamu'allaikum warohmatullahi wabarokatuh.


Follow akun lain authornya juga:
Instagram: @wattpad_ilustrasi
Tiktok: @Ilustrasi

Happy Reading
___________________________________

Suara langkah kaki dari anak tangga terdengar sampai bawah. Kaki berjalan menuju meja makan lalu mengambil buah jeruk yang berada di meja. Suara kaki kursi yang bergeser terdengar sampai telinga Yunita.

"Sugeng enjang ndoro putri (Selamat pagi tuan putri), sudah bangun ternyata," ucap Yunita sembari menenteng gelas berisikan air susu.

Perkataan Yunita bukanya membuat Cici senang melainkan jantungnya mendadak berdetak lebih cepat dari kecepatan normal. Buah jeruk pun ia letakkan ke tempatnya kembali. Matanya menatap ibunya sembari menelan ludah dengan susah payah.

Gawat! Jika sudah mengenakan krama alus sekaligus menggunakan nada suara sangat rendah dan lembut seperti itu, pasti ibunya tengah menyindirnya. Mata Cici bergerak mencari jam dinding, pantas ibunya berkata seperti itu. Ternyata dia bangun kesiangan, jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.

"Monggo ndoro putri (silakan tuan putri), susunya dihabiskan jangan sampai tersisa," ucap Yunita sembari menyodorkan segelas air susu di meja. "Kalau sudah habis, langsung mandi! Cah wedhok (anak perempuan) baru bangun! Jam berapa ini? Tadi salat subuh apa tidak?"

Benarkan. Baru saja Cici membantin, langsung kena semprot pada saat itu juga. "Sampun (sudah) Mom. Sampun (sudah) salat subuh tadi, tapi ya gitu ketiduran lagi," balas Cici nyenggir.

"Jangan dibiasakan habis salat subuh tidur. Dipatok ayam nanti rezekimu."

"Dipatok gantilah, Mom."

Yunita menarik mulut putrinya. "Jawab aja terus ..."

"Mom, hari ini Cici ada jadwal ke monumen kresek. Acc nggih? Acc." Cici langsung berdiri dengan percaya diri.

Belum juga Yunita memutuskan tapi gadis itu sudah memutuskan sendiri seolah Yunita memperbolehkan. "Eits ... eits ... nggak ada nggak ada. Bersihkan rumah dahulu baru acc. Rumah belum sempat ibu bersihkan, tadi masih sibuk masak."

Mendadak mulut Cici manyun ke depan. "Mimom ... Ayolah. Ke monumen kresek kan nggak asal seneng-seneng aja tapi sekalian belajar sejarah."

Yunita mendorong putrinya dari belakang. "Iya ibu acc setelah kamu bersihkan rumah."

Cici melirik ke belakang. "Beneran ya?"

"Iya."

Cici pun lari ke atas untuk cuci muka terlebih dahulu, barulah ia bersih-bersih rumah setelah itu dilanjut mandi dan siap-siap berangkat. Yunita menggeleng menatap punggung putrinya yang tengah lari menuju kamar yang berada di lantai dua.

"Onok opo sih, Buk? Isuk-isuk wis rame." Suara Galih membuat Yunita sedikit terkejut. (Ada apa sih, Buk? Pagi-pagi sudah ramai.)

Hari minggu seperti ini kedua orang tua Cici libur kerja. Begitu pun dengan anak kuliahan, kelas Cici satu minggu tidak full kuliah. Sebab itu gadis itu hari ini ia pergunakan healing bersama teman-temannya ke salah satu wisata yang berada di Madiun.

Galih sudah siap duduk di kursi meja makan. Matanya menatap istrinya yang tengah mengaduk kopi hitam. "Buk, ada yang mau Ayah bicarakan."

Yunita menyodorkan satu gelas kopi hitam masih panas ke suaminya. "Ngomong aja Yah. Ibu dengerin."

Sang Pelindung ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang