SPM 15. Beda Agama, Beda Suku

1.2K 105 5
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Follow akun Instagram:
@author_ilustrasi
@_cicikcantiksss
@_darrenadhitama

Tiktok: @Ilustrasi

Tiktok: @Ilustrasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Happy Reading-

Cici mendongak menghentikan aktivitasnya, di mana—sebelumnya ia tengah mengompres luka wajah Arvaz.

"Lah bocah, baru datang main usir Dek Ci aja. Biarin dia mengompres wajahku. Dia harus tanggung jawab," protes Arvaz kepada Darren. Dia mengatakan hal itu bukan tanpa sebab.

"Tanggung jawab apa? Dia menghamili kamu?"

"Anjr kocak! Ya kagak. Kebalik yang ada," jawab Arvaz kaget dengan ucapan temannya itu yang di luar pikiran.

"Jadi kamu dihamili Arvaz, Pil."

Pertanyaan Darren membuat Cici melongo. "Hah? Aku? Ya enggak, Kak. Gini-gini aku anak baik, nggak mungkin melakukan hal senonoh kayak gitu. Kalau pun iya, ya salahin Kak Arvaz, pasti dia yang maksa."

"Cuk! Wong gendeng kabeh. Nyapo dadi kan meteng. Wis-wis bar, iki bedo cerito." Arvind pun mengehentikan percakapan yang tidak sepantasnya dibuat candaan oleh mereka. (Cuk! Orang gila semua. Kenapa jadi sampai hamil. Sudah-sudah selesai, ini beda cerita."

"Bercanda itu boleh tapi nggak semua bisa dibuat candaan. Enggak pantas hal se-vulgar itu dibuat candaan. Ingat kalian itu sudah dewasa, tahu mana yang benar, mana yang tidak benar. Sak nakal-nakal'e awak dewe, ojo nganti merendahkan harga dirine cah wedhok. Diubah pola pikire. Ojo kabeh-kabeh digae guyonan." Mendadak Arvind berubah jadi mode serius. Walaupun dia terkenal akan buayanya, tetapi dia tidak akan merendahkan perempuan tersebut. ("Se-nakal-nakalnya kita, jangan sampai merendahkan harga diri perempuan. Dirubah pola pikirnya. Jangan semua dibuat candaan.")

"Lah, dia yang merendahkan harga dirinya sendiri, Vind," balas Arvaz melirik Cici—menahan untuk tidak tertawa. Puas sekali dia mengatakan seperti. Dia memang senang sekali menggoda atau pun membuat kesal adik tingkatnya itu.

Arvind berganti menatap gadis di depannya, yang masih memegang wadah berisi air. "Nah itu kesalahannya. Coba kamu menghargai dirimu sendiri sebagai perempuan. Dijaga ucapannya juga. Mahkotamu jangan sampai jatuh. Ok."

"Astaghfirullah, iya maaf semuanya. Janji nggak ngulangi lagi, kalau Kak Arvaz nggak mulai duluan." Cici berdiri—jalan melewati Darren. Duduknya sedikit menjauh dari mereka.

Sang Pelindung ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang