-Happy Reading-"Ok. Rapatnya sampai sini dulu, terima kasih untuk semuanya sudah menyempatkan waktu untuk menghadiri rapat hari ini," ucap Dinda sebagai ketua pelaksana dalam program kerja organisasi HMPS (Himpunana Mahasiswa Program Studi).
"Sama-sama, Mbak," jawab Cici dengan raut wajah masih fresh.
Rapat organisasi telah selesai. Sebagian anggota langsung pulang, ada juga yang masih di kampus.
Cici pun tidak akan langsung pulang, karena ada jadwal latihan untuk persiapan Dies Natalis. Di saat sudah di tengah jalan, suara laki-laki seperti memanggil namanya. Dia pun menoleh ke belakang.
"Cici!"
Ternyata ketua organisasinya. Dia lari menghampirinya. Ada apa dengan ketuanya? Apakah ada kesalahan yang ia perbuat tanpa sengaja.
"Iya, Kak."
"Aku mau ngomong sebentar saja, tunggu. Mau napas dulu." Laki-laki ini mengatur napasnya terlebih dahulu sebelum menyampaikan sesuatu.
Cici pun diam, masih menunggu apa yang hendak disampaikan. Setelah napas laki-laki itu kembali normal, barulah ia menyampaikan, "Kamu ikut jadi delegasi Dies Natalis, ya?"
Cici bisa bernapas lega. Dia pikir ada kesalahan yang ia perbuat, ternyata ketuanya hendak menyampaikan masalah itu. Memang sedikit was-was Cici, jika sudah sampai dipanggil seperti ini. Apalagi dari ketua Himpunan langsung.
"Aduh, gimana ya, Kak. Bukannya nggak mau."
"Ayo mau aja, wong cuma datang tanda tangan gitu aja. Nggak ngapain-ngapain lagi setelahnya." Ketua himpunan ini masih berusaha membujuk Cici. Karena, memang rata-rata anggota lain sibuk dengan kerjaan. Ya, sebagian yang mengikuti HMPS, selain kuliah juga sambil kerja.
"Maaf, Kak. Masalahnya saya juga tampil di acara Dies Natalis, kalau boleh doble nggak apa-apa sih," balas Cici terkekeh. Akan tetapi, merasa tidak enak menolaknya.
"Oh gitu, ya. Ya udah kalau memang alasannya seperti itu. Aku minta yang lain aja."
Cici senyum tidak enak hati. "Maaf ya, Kak, sekali lagi."
"Iya nggak apa-apa, santai aja. Ya udah lanjutkan aktivitasmu hari ini, sorry ya. Jadi nggak enak juga, mau pulang aja aku tahan."
"Eh nggak apa-apa, Kak." Cici senyum, untuk menyakinkan bahwa dia tidak merasa terganggu juga.
"Ya udah duluan ya."
"Ok, Kak." Cici menatap kepergian ketuanya.
Saat Cici hendak melangkahkan kaki, dia seperti mendengar suara keributan dari arah jalan yang dilewati ketuanya tadi. Dia semakin terkejut, melihat ketuanya terpental sampai nubruk dinding kelas.
"Astaghfirullah!"
Cici melihat laki-laki itu seperti kesakitan. Bahkan, sampai merosot ke bawah, menjadi duduk. Dia pun lari, menghampiri laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pelindung Manis
Teen FictionSeorang gadis Jawa tapi tidak tertarik dengan budaya Jawa. Selain itu, dia juga tidak menyukai buku atau pun sesuatu yang berhubungan dengan sejarah. Namun, seorang laki-laki membuatnya mendadak memasuki dunia itu, ia berusaha menyukai itu semua ka...