Bagian-7

280 43 20
                                    

— 𝙋𝙐𝙕𝙕𝙇𝙀 𝙋𝙄𝙀𝘾𝙀 —

"Sesuatu membebani-mu?"

Sinb beranjak duduk, sorot matanya berubah tajam begitu tersadar dari pingsan. Amarahnya kembali naik, mengingat tentang kenyataan nasibnya.

"Beristirahatlah."

Sowon menahannya, melarang Sinb untuk pergi dari tempatnya beristirahat. Biar bagaimana pun, Sinb baru sadar. Dia harus menstabilkan tubuhnya yang baru ditimpa kemalangan.

"Kau pingsan selama hampir satu jam," ucap Sowon. "Apa kau tidak pusing? Jangan keras kepala."

"Sialan!"

Bukannya menjawab, Sinb malah mengumpat. Mendengar itu membuat Sowon geleng-geleng kepala. Kalau bicara dengan Sinb ini agak percuma bersikap baik-baik, sebab balasannya selalu umpatan.

"Jika ada sesuatu yang tidak beres denganmu, lebih baik datanglah ke rumah sakit," tutur Sowon. "Ya terserah, sih. Hanya menyarankan saja."

"Pergi dari sini!" usir Sinb.

"Baiklah."

Sowon tidak ingin berdebat, ia lantas beranjak berdiri dan bergegas pergi meninggalkan kamar Sinb. Percuma juga berdebat dengan Sinb, gadis itu akan membalas lebih kasar dari yang dibayangkan. Sifatnya pasti turun seluruhnya dari Park Siwon.

Sinb merebahkan tubuhnya lagi, ia menarik selimut hingga menutup wajahnya. Kakinya bergerak naik-turun di balik selimut itu, dia menghentak-hentak kesal mengingat fakta debutnya harus batal.

"Sinb yya."

Suara lembut khas itu terdengar, Sinb baru berhenti beraksi begitu mendengarnya. Ia menarik selimut hingga melihat siapa yang datang menghampirinya.

"Syukurlah kau sudah sadar."

"Tapi, kau ingat siapa namamu, kan?"

"Namaku?"

"Ah, apa kau ingat makanan kesukaanku?"

"Kau tahu tempat favorit kita, kan?"

"Park Sinb!"

Sinb mengerutkan dahinya, ia mendelik atas pertanyaan yang diajukan olehnya—Umji. Gadis itu kini merangkak naik ke ranjang Sinb, duduk di sebelah Sinb yang masih rebahan.

"Sinb yya, kau tahu? Aku khawatir."

"Kau sangat menyebalkan!"

"Aku takut terjadi sesuatu padamu, kau tahu?"

"Bagaimana jika kau kenapa-kenapa, hah?!"

Pupil mata Sinb melebar, dia berdebar begitu melihat air mata mengalir dari pelupuk mata Umji. Buru-buru Sinb beranjak, ia panik dan segera memegangi wajah Umji.

"Kenapa menangis?" tanya Sinb.

"Tolong jangan membuatku panik~" isak Umji yang langsung saja memeluk kepala Sinb. "Aku takut~"

Sinb menelan ludahnya dengan susah payah, ia menepuk-nepuk lengan Umji sebab lehernya hampir dipatahkan oleh pelukan Umji.

"Jangan tinggalkan aku~" rengek Umji.

"Lepas, kau menyakitiku!"

"Jangan membuatku takut~"

Mereka tumbuh bersama di rumah ini, usia mereka juga hanya terpaut beberapa bulan saja. Meski awalnya Sinb sangat membenci kehadiran Umji, tetapi pada akhirnya Sinb dekat juga dengannya. Malahan, Sinb tidak bisa jauh-jauh dengan Umji.

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang