Bagian-18

244 36 20
                                    

— 𝙋𝙐𝙕𝙕𝙇𝙀 𝙋𝙄𝙀𝘾𝙀 —

Yuju mendelik dengan kedua tangan yang berpegangan pada benda pipih canggihnya, pada awalnya dia sedang asyik bermain ponsel, tapi ekor matanya menangkap gerakan dari Sinb yang beranjak duduk. Yuju yakin, yang bergerak di sana itu Sinb, sebab ranjang Sinb berada di paling ujung.

"Kau sakit sungguhan?" tanya Yuju.

Sinb menoleh sekilas padanya, kemudian ia meraih tiang infusan dan mendorongnya ke arah kamar mandi. Umji masih belum bisa pindah ke ruangan ini, kondisinya tidak kunjung stabil, dia banyak berteriak dan bahkan sempat terluka saat menarik infusan dari lengannya sendiri. Umji pasti trauma berat.

"Yak, kau berpura-pura sakit?" tanya Yuju sekali lagi. "Ah, sungguh? Kau bahkan bisa berjalan, kau pasti berpura-pura agar bisa tidur di ranjang daripada di sofa begini, kan?"

Sinb tidak peduli, tujuan utamanya turun dari ranjang itu pergi ke kamar mandi. Beruntunglah kedua tangannya kembali berfungsi meski kemungkinan untuk hilang fungsinya akan muncul kapan saja. Bahkan parahnya, dia akan menjadi gadis lumpuh.

"Yuju ah," panggil Yerin.

"Ya?"

"Bisakah kau mengambilkan air untukku?"

Yuju mengangguk cepat, kemudian ia menaruh ponselnya dan berjalan menuju ke laci tepat segelas air disimpan untuk Yerin. Dikarenakan Sowon izin pulang lagi, jadi hanya Yuju yang berjaga di ruangan ini. Sebenarnya Ibu Yuri bilangnya mau datang ke sini, tapi tidak sampai-sampai juga.

"Hilangkan prasangka buruk dalam dirimu, Yuju," tegur Yerin setelah selesai minum. "Dari dulu kau selalu saja berpikir yang tidak-tidak."

"Aku hanya bercanda, kok," kata Yuju. "Lagipula Sinb itukan tidak mudah tersinggung anaknya, alias cuek. Aku suka bercanda padanya, walau responnya tidak pernah ada, sih."

Yerin tertawa kecil. "Kalian sepertinya satu ibu, deh."

"Begitukah?" Yuju menyahut dengan pandangan yang teralih ke arah pintu kamar mandi. "Kalau iya juga tidak apa sebenarnya, aku ingin punya saudari kandung seperti kalian."

"Katanya tidak sudi."

Yuju meraih tangan Yerin untuk ia genggam. "Kan, aku mengikuti egonya. Kalau dia tidak mengakui aku, maka aku juga harus tidak mengakuinya. Aku tidak mau mengakui seorang diri, itu menyedihkan."

"Setelah ini, kau akan membalikan bumi ini, kan?"

Prak!

"Astaga!" pekik Yuju. "Yak, apa yang jatuh di dalam?!"

"Yuju, cepat periksa!" perintah Yerin.

Yuju mengangguk, ia melepas genggaman tangannya dari Yerin dan segera berlari menuju ke kamar mandi. Pintu tak dikunci, memudahkan Yuju masuk dan memastikan keadaan Sinb di dalam sana.

Yuju dibuat mematung, ia berdiri berhadapan dengan Sinb yang memasang raut wajah dongkol bak seorang bocah baru kenal dunia. Bibir Yuju bergetar ingin sekali menertawakan ekspresinya.

"Jangan tertawa." Sinb berucap dingin sambil menahan tangisnya karena melihat Yuju akan menertawakan dirinya.

"Tidak!" elak Yuju, ia melipat kedua tangan di bawah dada sambil menoleh ke lantai tepat pada ponsel yang tergeletak. "Makanya, kalau ke kamar mandi itu jangan bawa hp!"

Sinb menatapnya sinis, sedangkan Yuju yang belum bisa lupa dengan raut wajah dongkol Sinb barusan masih berusaha untuk menahan tawanya.

"Jangan tertawa!" pekik Sinb tak terima.

"Tidak!!!" elak Yuju. "Tertawa sedikit boleh, sih. Kenapa dibiarkan saja, cepat ambil ponselmu dan kembalilah."

Sinb bergeming.

"Apa?" Yuju bertanya sambil sedikit mengangkat dagunya. "Pinggang-mu sakit? Tidak bisa mengambil ponselmu, begitu? Memohon dulu padaku, nanti aku ambilkan."

Sinb masih bergeming.

"Gunakan nada yang manis, contohnya seperti ini, Eonnie, ambilkan ponsel untukku~"

Sinb memutar malas bola matanya, kemudian ia berjongkok dan mengambil sendiri ponselnya yang sempat lepas begitu saja dari genggaman tangannya. Lalu saat hendak maju selangkah, tiba-tiba saja kakinya seperti hilang.

"Eh!!!" pekik Yuju, ia spontan menghampiri Sinb dan menopang tubuh yang hampir tersungkur itu.

Sinb menelan ludahnya dengan susah payah, ia berada dalam pelukan Yuju yang berhasil menyelamatkannya dari celaka. Yuju tersenyum picik, ia mendorong pelan tubuh Sinb agar kembali berdiri seperti semula.

"Sengaja, kan?" tanya Yuju. "Kau sengaja agar jatuh ke pelukanku, iyakan?"

"Jangan mimpi!"

— 𝙋𝙐𝙕𝙕𝙇𝙀 𝙋𝙄𝙀𝘾𝙀 —

"Kita bisa mengurangi dosis obatnya."

Yuri tersenyum haru, ia menoleh ke samping kanan dan mendekap tubuh putri pertamanya yang menerima kabar baik dari dokter. Sowon balas memeluk Ibu Yuri, berterima kasih padanya karena sudah datang memenuhi permintaan Sowon untuk ditemani periksa.

Ayah Siwon tidak bisa diandalkan, Sowon hanya bisa berbicara pada Ibu Yuri karena kondisi adik-adiknya tidak memungkinkan mendengar curhatannya. Ibu Yuri juga sempat menangis dan mengomeli Sowon, meski pada akhirnya Yuri mau menerima dan siap mendukung kesembuhan Sowon.

"Berpikir yang baik-baik bisa membantu mengurangi rasa sakitnya," tutur dr. Seungcheol. "Syukurlah, kau tahu bagaimana cara mengatasi penyakit ini."

"Ibu, Sowon bisa sembuh, kan?" Sowon bertanya pada Ibu Yuri.

"Tentu." Yuri menjawab sambil mengangguk. "Tentu saja, anak Ibu pasti kuat, pasti bisa sembuh, bisa!"

"Terima kasih, Ibu."

Yuri membelai wajah Sowon dengan penuh kasih sayang, raut wajahnya menunjukkan rasa bangga atas kabar baik yang diungkap oleh dr. Seungcheol. Sebenarnya Sowon harus pergi ke suatu tempat yang sekiranya bisa menenangkan hati dan pikiran dia, jauh pula dari polusi. Namun, untuk saat ini dia hanya bergantung pada pemikiran baik-baik, ada adik-adik yang tidak bisa ia tinggalkan begitu saja.

— 𝙋𝙐𝙕𝙕𝙇𝙀 𝙋𝙄𝙀𝘾𝙀 —

Eunha mengusap-usap pucuk kepala Umji, ia duduk di ranjang Umji beristirahat dan membiarkan Umji menyandar pada dadanya. Dokter bilang, tidak akan mudah bagi Umji untuk lepas dari semua rasa takutnya, tapi jika orang-orang di sekitarnya mampu memberinya kekuatan, maka semua akan lepas secara perlahan.

Eunha bersenandung lembut di sela membelai adiknya yang butuh sekali ketenangan. Bersama Eunha, Umji merasakan apa itu aman. Namun, ketika bersama Ibu Yoona dia pasti akan menjerit ketakutan. Padahal Umji ingin bertemu dengan ibunya, tapi saat dipertemukan dia malah tidak ingin disentuh sama sekali.

Pintu ruangan terbuka, Ayah Park masuk dengan membawa sebuket bunga indah. Umji tidak teralihkan sama sekali, tatapan matanya benar-benar kosong dan seperti telah menutup suara-suara di sekitarnya.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Siwon.

"Sudah lebih baik," jawab Eunha.

Umji bergerak sedikit untuk mencari posisi lebih nyaman lagi, tatapan matanya masih kosong, dan dia pun seperti tidak peka terhadap kehadiran Ayah Park.

"Kau memang bisa diandalkan, Eunha," ucap Siwon bangga. "Kau putri terbaik Ayah, satu-satunya anak Ayah yang memiliki kisah tanpa masalah."

Eunha hanya tersenyum, dia memang tidak pernah membuat masalah seumur hidupnya, dia begitu pendiam sehingga masalahnya hanya dengan dirinya sendiri saja. Dia tidak mengeluh saat hidup susah dengan Ibu Yoona, dia menjalaninya tanpa keberatan karena tahu suatu hari nanti akan lepas dari kesusahan itu. Eunha tidak punya musuh dalam hidupnya.

— 𝙋𝙐𝙕𝙕𝙇𝙀 𝙋𝙄𝙀𝘾𝙀 —

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang