Bagian-9

272 45 32
                                    

— 𝙋𝙐𝙕𝙕𝙇𝙀 𝙋𝙄𝙀𝘾𝙀 —

Sinb menatap layar ponselnya yang terus menyala mendapat panggilan masuk. Ibu menghubunginya, tapi sudah dua panggilan masuk ia abaikan dengan sengaja. Panggilan ketiga berakhir tanpa jawaban darinya, baru saat panggilan kembali masuk mau tidak mau ia menerimanya.

"Halo, Sinb yya. Bagaimana dengan Yuju hari ini? Coba tanyakan padanya, kapan dia mau bicara dengan Ibu lagi."

"Ibu dengar Yuju dapat medali emas lagi, ya?"

"Tidak bisa, tidak bisa, Yuju sangat keren!"

"Tolong sampaikan ini kepada Yuju, bisa? Bilang padanya kalau Ibu sangat bangga punya anak seperti Yuju."

Sinb menatap lurus ke depan dengan suara Sang Ibu yang masih terus terdengar di sana. Seperti pada panggilan-panggilan sebelumnya, yang selalu dibahas pastilah Yuju. Park Yuju memang anak kebanggaan semua orang, dia berbakat dan pantas mendapatkan semua pujian itu.

Prak!

Sinb terkejut, buru-buru ia mengambil ponselnya yang terjatuh sebab lepas begitu saja dari genggaman tangannya. Padahal, Sinb sudah memegang kuat-kuat benda pipih itu, sudah ia usahakan agar tidak jatuh seperti benda-benda lainnya yang ia genggam.

Umji datang, Sinb menatapnya sambil tersenyum tipis.

"Ya Ibu, aku juga sangat merindukan Ibu, sampai jumpa~"

Panggilan ia selesaikan begitu saja, kemudian ia menyambut kedatangan Umji dengan menepuk bangku kosong di sebelahnya.

"Kenapa kau tidak pergi ke kantin?" tanya Umji. "Serius, kau tidak lapar?"

Sinb menggelengkan kepalanya. "Tidak."

"Siapa tadi?"

"Ibu."

Umji melipat kedua tangan di bawah dada sembari mendelik, kemudian dengan tanpa izin ia menyandarkan kepalanya pada bahu Sinb yang menganggur. Sinb menoleh padanya, dan kembali menatap lurus ke depan.

"Pasti menyenangkan punya Ibu yang perhatian, bisa dengar suaranya, dapat perhatian," celoteh Umji. "Aku ingin Ibu yang cerewet, Ibu yang cerewet itu penyayang, tahu."

"Begitukah?"

Umji mengangguk. "Dan kau beruntung, Sinb. Ibumu tidak pernah bosan menghubungi dirimu, mengucap kerinduan padamu. Dirindukan Ibu itu pasti menyenangkan, bukan begitu?"

Sinb manggut-manggut sebagai jawaban, dia tidak ingin bicara panjang lebar. Rasanya sudah cukup menghadapi sikap ibunya yang lebih perhatian kepada Yuju—kakak kandungnya. Yuju itukan sepuluh tahun tinggal bersama Sang Ibu, sedangkan Sinb dari bayi merah tidak dipedulikan.

"Iyakan?" tanya Umji seraya menengadah, ia merangkul lengan Sinb sekarang. "Senang punya Ibu yang cerewet itu? Omelan Ibu itu tidak pernah aku dengar, aku mau dengar."

"Jangan, deh," kata Sinb.

"Kenapa?"

Sinb mengangkat kedua bahunya tidak tahu. Tapi, sebenarnya dia sudah memiliki jawaban dari pertanyaan Umji. Tidak semua ibu cerewet itu penuh dengan kasih sayang, tidak semua ibu yang cerewet itu membuat nyaman.

"Tanganmu dingin sekali," ucap Umji begitu menyentuh telapak tangan Sinb. "Kau baik-baik saja, kan?"

"Sesungguhnya," balas Sinb, Umji menatapnya dengan lamat. "Aku ini seorang vampir."

Bibir Umji bergetar, detik berikutnya dia tertawa sambil tidak lupa menutup mulutnya sendiri sebab tahu bagaimana cara tertawa yang baik. Melihat dan mendengar tawa itu, justru membuat Sinb tersenyum. Senang bisa membuat orang lain tertawa.

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang