"Suga menyukaimu Nea," Pak Bum Sik duduk di sofa sampingku.
"Bagaimana bisa, Pak? Aku baru saja bertemu dengannya."
"Dia sudah menemukanmu jauh sebelum kamu datang ke Korea." Ujar Pak Bum Sik.
Aku keheranan. Benar benar sulit untuk memahami ucapan Pak Bum Sik baru saja.
"Menurutmu, menagapa aku memberimu susu pisang di bandara waktu itu? Mengapa aku memberimu syall mahal di gedung bighit? Tentu saja karena Suga. Aku bekerja pada Suga, aku harus melakukan semua yang Suga minta," tambah Pak Bum Sik.
"Jadi, Suga menyukaiku sejak di bandara itu? Itu baru 2 minggu yang lalu, Pak. Cepat sekali." Aku masih keheranan.
"Jauh sebelum itu dia sudah sangat mengenalmu," kata kata Pak Bum Sik bagaikan seorang motivator penyejuk hati.
"Mengenalku? Bagaimana bisa? Apa mungkin dia menguntit? Tapi kami berbeda negara." Pertanyaanku semakin berturut turut.
"Apa mungkin seorang Suga menguntit? Coba kamu pikir baik baik. Apakah kamu lupa, kamu suka menulis keseharianmu di internet?" Pak Bum Sik mencoba memberiku kisi kisi.
"Apa mungkin dia salah satu pembaca blog ku? Tapi apa mungkin. Dia kan artis," aku masih tak percaya.
"Percayalah...Suga mengikuti semua tulisanmu selama ini." Pak Bum Sik berusaha meyakinkanku.
"Lalu kenapa dia belum juga menemuiku? Aku sudah satu minggu berada satu apartement dengannya tapi dia tak pernah terlihat sama sekali." Aku mulai kesal.
Pak Bum Sik sedikit tertawa dan beranjak dari tempat duduknya.
"Kamu lupa dia artis? Dia juga musisi terkenal. Apakah hari harinya bisa sesantai seperti kita ini? Kalaupun dia di rumah, dia akan berdiam diri di studio musik di samping kamarnya. Jangan sekali kali masuk ke ruang itu, atau dia akan memperlihatkan sisi menakutkannya," Pak Bum Sik menjelaskan panjang lebar.
"Kalau begitu bolehkah aku beraktifitas lain selain di kamar ini? Lukaku sudah sembuh, pak. Aku bosan sekali," suaraku memohon.
Pak Bum Sik mengangguk pelan, "hanya di area apartement. Tidak boleh keluar. Mohon bantuannya ya Nea. Menurutlah agar Suga tidak memotong gajiku."**
Sebaiknya aku berbelanja di minimarket. Tentu saja di dalam apartement itu terdapat minimarket yang menyediakan bahan makanan sehingga aku tidak perlu keluar dan membuat Pak Bum Sik dalam masalah. Aku mengambil beberapa camilan dan bahan membuat kue. Tiba tiba saja aku ingin memasak. Membuat kue sepertinya bukan ide buruk.
Dapur ini tampak terlalu besar untuk memasak makanan satu orang saja. Hanya Suga yang tinggal di sini, bibi Minji hanya datang di pagi hari untuk membuat sarapan dan Pak Bum Sik hanya datang saat dibutuhkan.Cookies ku selesai dipanggang. Dari bentuknya ini tidak gagal, aromanya juga harum. Baru saja aku beranjak hendak berdiri, Suga sudah muncul dari balik pintu depan bersama Namjoon. Raut wajahnya tampak terkejut melihatku, aku pun tidak bisa menyembunyikan wajahku yang sama kagetnya. Namjoon memandangiku dari atas ke bawah begitu terus sepanjang langkahnya. Mereka tak mengatakan satu katapun dan terus masuk menuju studio musik di samping kamar Suga.
"Yang benar saja. Dia sudah mengurungku di tempat ini tapi tak pernah mempedulikanku. Apanya yang menyukai," pikirku dalam hati.
Ku letakkan cookies buatanku di atas piring dan ku bawa beberapa untuk cemilan di kamar.*
"Hyung, itu Nea?" Tanya Namjoon ketika memasuki studio.
Suga tak menjawab dan mulai menghidupkan alat alat komposernya.
"Hyung kenapa tidak menyapanya?" Tanya Namjoon lagi.
Lagi lagi Suga masih tidak menjawab pertanyaan Namjoon.
"Hyung jawab, jangan bilang kau belum pernah berbicara apapun padanya."
Suga hanya melebarkan bibirnya dan mengernyitkan dahi.
"Ya ampun hyung, keterlaluan sekali. Kau bisa membuatnya berfikir kalau dia diculik." Namjoon menepuk kepalanya.
"Diculik member BTS? Bagaimana menurutmu?" Tanya Suga cuek.
Namjoon tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. Benar benar tak mengerti kelakukan Suga."Hay Hyung, dimana Nea? Cookies ini pasti buatannya kan? Enak sekali. Ini masih hangat." Jungkook dan Jimin masuk dari balik pintu.
Pandangan mata Suga tertuju pada cookies di piring yang dibawa Jungkook.
"Mirip dengan shooky ku kan?" Tanya Siga sedikit tersenyum.
"Jangan bilang Shooky juga karena Nea suka membuat kue?"
Suga hanya tertawa sambil memakan satu cookies buatan Nea.
"Seperti dugaanku. Rasanya manis," kata Suga dalam hati."Hyung bolehkah aku mengunjungi Nea? Pasti dia bosan dikamarnya." Seru Jungkook.
"TIDAK!" Tiba tiba muka Suga merah padam.
"Baik hyung. Tidak perlu marah, aku hanya bertanya," Jungkook tertawa.
"Hyung sebaiknya kau segera menemui Nea, jangan membuatnya bingung." Kata Namjoon.**
Sore itu tampak cerah. Pasti matahari terbenam indah sore itu, sayangnya balkon kamarku berada di arah timur jadi aku tak bisa melihatnya. Aku memutuskan keluar kamar dan melihat matahari terbenam dari balkon yang ada di samping ruang tamu.
Indah seperti apa yang ku bayangkan. Suasana Korea memang berbeda dengan Jakarta. Tempat ini begitu membuatku takjub. Bersih, tenang, dan menyejukkan.Suasana ini, membuatku memikirkan banyak hal yang telah terjadi dalam hidupku. Bagaimana aku bisa sejauh ini. Aku berada jauh dari keluargaku. Tiba tiba aku berada di lingkungan baru yang tak pernah sedikitpun ku bayangkan sebelumnya. Bagaimana nasibku setelah ini. Tama telah mengetahui keberadaanku. Apakah aku harus terus bersembunyi darinya? Mengapa Tama sangat jahat padaku?
Semua pertanyaan itu berkecamuk dalam lamunanku. Ah, berat sekali beban yang ku bawa. Aku tak bisa bercerita pada siapapun karena Kak Nana dan Tante Mini jauh dariku.
Tidak sengaja aku tertidur di sofa ruang tamu hingga malam.
Suara berisik Suga dan yang lainnya yang keluar dari studio membuatku tergagap dan bangun dari tidurku. Aku buru buru merapikan rambut dan beranjak untuk masuk kamar agar tak mengganggu mereka.
"Maaf sudah mengganggu," aku menundukkan badan dan bersiap lari.
Suga menahanku dari belakang tangannya mencengkeram kaosku dari belakang membuatku tidak bisa melanjutkan langkah.
"Bergabunglah dengan kami. Kamu bosan kan di kamar," kata Suga sambil sedikit memaksaku duduk.*
Mereka tertawa, bercanda bersama di depan TV.
"Sepertinya lukamu sudah sembuh, Nuna" seru Jungkook.
Aku mengangguk pelan. Aku benar benar mati kutu di tengah tengah 4 laki laki terkenal ini.
" oh ya kenalkan, ini Jimin, ini Namjoon, dan ini Suga," kata Jungkook lagi sambil menunjuk satu persatu dari mereka.
Suga melirik ke arah Jungkook. Tatapannya tajam tapi Jungkook tak menghiraukannya. Dia sudah kebal dengan kemarahan Suga. Suga pun tak bisa melanjutkan amarahnya karena adik bungsunya memang sangat jahil.
"Nea lukamu bukan karena Suga Hyung memukulimu kan?" Imbuh Jungkook.
"Berhentilah mengatakan aku memukulinya, Kookie." Suga menatap Jungkook.
"Oh hay semua, aku Nea. Jungkook kenapa Taehyung tidak ikut?" kataku basa basi.
Pertanyaanku membuat Suga berubah raut wajah. Senyumnya yang sudah sedikit terlihat kembali tenggelam.
"Masuklah. Kami akan pergi keluar," katanya tegasAku masuk kamarku. Aku tak mengerti perubahan drastis sikap Suga barusan. Aku melangkahkan kaki sambil berfikir kebingungan apa yang salah dari ucapanku.
"Hyung cemburu? Mengapa cemburu pada V? Ah hyung benar benar jatuh cinta." Ucap Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyelamat | SUGA BTS
FanfictionCerita fiksi tentang seorang gadis yang ditemukan dan diselamatkan suga