Caramel latte di Noul Coastal dalam waktu singkat memiliki tempat tersendiri di hatiku. Harumnya khas, mengingatkanku pada Jakarta. Alunan musik dan lirik Seesaw yang diputar dengan speaker menghanyutkanku dan membuatku tak sengaja tertidur di sudut cafe itu. Buku yang niatnya hendak ku baca tiba tiba berubah fungsi menutupi wajahku yang sudah tak berbentuk.
Tangan Suga menopang dahiku dari depan. Dipertahankannya posisi itu hingga aku bangun dengan sendirinya. Sengaja dia tak membuat suara agar aku tak buru buru membuka mata. Ia ingin membayar rindunya yang 2 minggu ini tak pernah ada di dekatku.
"Ohsss...." aku merasa hampir mengantam meja dengan kepalaku.
Hingga ku sadari Suga telah duduk dan menatapku. Belum sempat aku berfikir apa yang sedang dilakukannya di sini, aku memilih berdiri dan bersiap meninggalkannya namun tanganku lebih dulu dipegangnya.
"Ku mohon jangan meninggalkanku," ucap Suga.
Kali ini aku sudah benar benar tersadar dari rasa ngantukku. Hal yang kulakukan berikutnya tetap tidak berbeda, aku tetap hendak pergi keluar meninggalkannya. Suga buru buru mengejarku dan mendahului menaiki sepeda.
"Aku yang di depan," katanya dengan senyum.Aku jongkok menangis sambil menutupi wajahku. Mudah sekali ia tersenyum padahal sebelumnya dia dengan tega mengusirku. Bukankah itu tanda dia sudah memutuskan hubungan denganku? Melihatku menangis, Suga menghampiriku turut jongkok dan memelukku.
"Aku mohon maafkan aku, semua ini salahku." Suga terisak.
Tangisku makin menjadi. Beberapa kali nafasku terdengar sesak dan hampir membuatku kesulitan bernafas. Aku harus menepuk nepuk dadaku untuk mereda tangisku yang makin tak terkendali.
"Pergilah! Kau sudah memutuskan untuk mengakhirinya." Kataku masih dengan tangis.
"Tak akan. Aku tak akan meninggalkanmu walaupun kau mengusirku dengan cara yang buruk." Suga menggenggam tanganku erat.Padahal kami sedang ada di area parkir sebuah cafe, tapi seakan kami tak menghiraukan orang orang yang mungkin saja akan memperhatikan.
"Nea, mari selesaikan semua di tempat lain. Tidak baik jika memancing perhatian orang orang," Pak Bum Sik terdengar dari belakang Suga.*
Ku kayuh sepedaku menyusuri jalan Gosanseo menuju rumah. Suga mengikutiku dengan mobilnya. Aku sedang merangkai banyak kata kata di kepalaku yang nantinya akan ku luapkan padanya.
Aku merindukanmu,
Aku membencimu,
Aku tak ingin melihatmu lagi,
Aku bahagia bertemu denganmu,Pilihan kata kata itu terus berkumpul berlomba untuk bisa kuucapkan. Aku dan Suga duduk di depan rumah, memandang rumput rumput hijau dengan sedikit bunga warna kuning. Aku menunggu kata apa yang akan disampaikan Suga setelah ini, dan pilihan kata mana yang akan ku pilih untuk menjawabnya.
"Maafkan aku," Suga berlutut di depanku.
"Bangun, jangan berlutut. Aku tak ingin terlihat menyiksamu," jawabku ketus.
"Aku akan melakukan apapun asal kau memaafkanku,"
"Ya aku sudah memaafkanmu," jawabku singkat.
"Benarkah? Apa kau mau kembali tinggal denganku?" Suga masih berlutut.
"Untuk apa? Agar kau bisa mengusirku lagi?" Tanyaku.
"Aku menyesal melakukan itu padamu. Aku menyesal tak mendengar penjelasanmu. Aku salah menilaimu," Suga memasang wajah yang menyedihkan.
"Semua sudah terjadi. Tak ada yang perlu disesali. " Kataku kembali berkaca kaca.Sulit sekali bagiku mengucap memaafkannya. Padahal dalam hati kecilku aku sudah tak marah padanya. Sama sekali aku tak mempermasalahkannya lagi. Dan sejujurnya aku bahagia bisa menatapnya sedekat ini lagi.
Aku bergegas masuk ke dalam rumah meninggalakan Suga. Namun Suga menegejarku dan tiba tiba saja memelukku tanpa sedikit ruangpun untukku bergerak. Ku pukul pukul badannya agar dia melepasku tapi hasilnya nihil. Akhirnya kami hanya menangis bersama tak lagi berdebat dan membiarkan semua masalah ini selesai dengan tangisan."Apa kesalahanku? Apa yang telah ku lakukan padamu sampai kau sejahat itu?" Tanyaku histeris.
"Maafkan aku. Aku tak bisa kehilanganmu.... aku mohon tetaplah bersamaku," Suga menangis sambil memelukku.
Pelukan Suga makin erat. Beberapa kali langkahku gontai karena kehilangan ruang untuk bergerak. Disandarkannya tubuhku secara paksa ke dinding di belakangku.
Suga menahan badanku dengan kedua tangannya. Diciumnya seluruh wajahku, dan mulai ke seluruh tubuhku. Hangat ciumnya tanpa sadar membuatku memejam dan membiarkan Suga melepas satu persatu kancing bajuku. Ku biarkan Suga melucuti bajuku tak bersisa, kemudian dia melepas bajunya sendiri dan mendekatkan badannya padaku.
Nyaman sekali tubuhnya, lembut, wangi, dan hangat... kami sama sama menginginkannya. Semua terjadi begitu saja, mendadak aku lupa rasa sakit hatiku yang ku pendam sebelumnya dan aku memaafkannya begitu saja. Tak ku sangka pertengkaran kami selesai dengan cara seperti ini.*
"Kembalilah bersamaku," Suga memelukku di tempat tidur hanya ditutupi selimut
Aku tak mengatakan apapun dan masih memegang erat tangannya. Tasa rinduku padanya lebih besar dari apa yang aku pikirkan.
"Aku takut," jawabku singkat.
"Akan ku pastikan, tak akan terjadi lagi."Aku setuju untuk kembali ke Seoul dengan Suga hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyelamat | SUGA BTS
FanfictionCerita fiksi tentang seorang gadis yang ditemukan dan diselamatkan suga