14🦋~Butterfly~

134 72 18
                                    

Ikuti terus cerita ini sampai ending
Jika ada ke samaan nama
Tokoh dan tempat
Mohon maaf

Follow, Vote and coment

Ramaikan setiap paragraf
Dengan komentar kalian

.
.
.
.
.
.
.

❣️ HAPPY READING ❣️

Puluhan karangan bunga terpajang. Senna melangkah menyusuri koridor rumah duka. Marven di semayamkan di rumah duka yang terletak di salah satu rumah sakit Jakarta. Banyak reporter dan para petinggi. Pagi tadi menyebar luas ke masyarakat. Karena Senna mengunggah foto Marven di media sosialnya.

Senna menghentikan langkahnya ketika melihat sosok Syahrul bersama Kevin yang berdiri di depan pintu masuk untuk menyambut para pelayat.

Ketika Senna masuk ke dalam, ia langsung di arahkan menuju ruangan penghormatan yang di sana ada Nesa, Martin, Ibran dan Rian.

Setelah memberi salam, Senna berjalan mendekati ke sebuah peti kayu berwarna putih yang di kelilingi bunga Krisan putih yang di tata indah. Tepat di tengah-tengah peti tersebut. Jantung Senna terasa hampir jatuh saat melihat foto Marven tersenyum tegar. Sorot mata Marven terlihat begitu indah. Perlahan air mata Senna mengalir membasahi pipi, ia menyesal karena tidak bisa menghabiskan waktu bersama Marven.

Bahkan yang Marven bilang waktu seminggu itu semua bohong. Ia malah meninggal di saat satu jam setelah berbicara seperti itu. Senna memukul dada yang terasa sesak. "Hiks hiks hiks."

Setelah selesai memberikan penghormatan Senna berdiri tepat di samping Nesa. Senna memeluk tubuh Nesa menguatkan satu sama lain.

Kelas dua belas ips lima berdatangan. Eva menoleh ke arah Senna, ia bisa merasakan kesedihan lewat sorot mata gadis itu. Senna hanya berpura-pura tegar namun ia begitu hancur.

Eva memeluk tubuh Senna selama beberapa detik. "Kamu yang sabar."

Senna tersenyum mengangguk lalu melepaskan pelukan Eva. "Marven udah bahagia di sana," Senna tersenyum seakan-akan sudah mengikhlaskan kepergian Marven.

Jika Martin bisa menyembunyikan dukanya berbeda dengan Senna, Nesa, Ibran, Rian mereka tampak begitu terpukul dengan kepergian Marven.

Nesa berjalan memeluk peti jenazah Marven. Wanita paruh baya itu tidak kuasa jika harus melepaskan anak semata wayangnya. Nesa menjerit agar tuhan mampu menghidupkan Marven kembali namun itu mustahil Marven sudah tenang di alam sana.

Ibran dan Rian memukul kepalanya di dinding mereka juga terpukul atas kepergian Marven, mungkin selama ini Marven merasakan sakit tapi ia tutup agar ia terlihat baik-baik saja dimata banyak orang.

"ARGHHH!!" Teriak Ibran menyesal.

Rian memerosotkan tubuhnya di dinding hingga kini ia menangis sambil melihat peti jenazah Marven. Senna mencoba untuk tetap kuat namun ia juga kembali ikut menangis. Hingga semua orang yang ada di sana menangis bersamaan.

Martin juga ikut tumbang setegar gimana pun ia tetap merasakan kesedihan yang teramat dalam. Ia orang yang benar-benar paling menyesal karena belum bisa jadi ayah yang terbaik buat Marven, dia terlalu jauh untuk Marven, dia terlalu sibuk bekerja tanpa mempunyai waktu bersama Marven.

Butterfly (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang