24🦋~Butterfly~

121 73 63
                                    

Setelah memaksakan diri untuk pulang dari rumah sakit kini Senna tengah berada di balkon rumahnya, ia menatap bintang di atas sana yang terlihat indah dan terang. Senna tersenyum melihat bintang yang paling besar di antara bintang yang lainnya. Hatinya terasa sesak jika mengingat foto perempuan yang di simpan oleh Alvaro yang tak lain adalah mantannya. Gadis itu bingung antara menjauh atau memaafkan kesalahan Alvaro. Kemudian gadis itu memejamkan matanya.

"Hm!"

Senna membuka kedua matanya lalu menoleh ke arah seseorang yang berdehem. Kedua mata Senna berkaca-kaca karena ia sangat merindukan seorang yaitu adalah Marven yang kini ada di hadapannya sekarang. Senna bangkit dari duduknya kemudian memeluknya.

"Enggak boleh sedih lagi ya," ucap Marven.
Senna mengangguk dan memeluk erat.

"Jangan pergi dulu hiks aku masih butuh kamu," ucap Senna. Marven tersenyum kemudian ia membalas pelukan Senna. Setelah melepaskan pelukannya mereka saling menatap dan tersenyum satu sama lain.

Kemudian mereka duduk di atas sofa sambil melihat bintang di atas sana. Senna menyandarkan kepalanya di bahu Marven perasaannya mulai terasa tenang karena ia bisa menikmati malam ini bersama Marven walaupun cuma sesaat. Marven mengusap lembut punggung gadis itu sambil menyandarkan pipinya di atas kepala Senna.

Senna menoleh menatap wajah Marven. "Keluar yuk, aku bosen di rumah terus," ajak Senna.

"Ayo," ucap Marven kedua bangkit dari sofa lalu Marven langsung mengangkat tubuh Senna ala bridal style. Senna tersenyum lalu melingkarkan tangannya di leher laki-laki itu.

Marven menuruni satu persatu anak tangga lalu ia membuka pintu rumah dan membawa Senna keluar untuk menghirup udara segar dalam gendongannya. Kemudian Marven menurunkan Senna di persimpangan jalan. Lalu mereka berjalan bergandengan.

"Besok lo mau ke rumah gue?" Tanya Marven.

Senna mengangguk dengan tatapan sedih. "Marven," panggil Senna menghentikan langkahnya.

"Kenapa sayang," jawab Marven menatap wajah Senna.

"Marven jangan tinggalin Senna," cicit Senna.

Marven mengacak-acak rambut Senna. "Siapa yang mau tinggali lo, gue tetap di sini di samping lo," ucap Marven.

Senna tersenyum senang. "Serius?" Tanya Senna. Kemudian Marven tersenyum mengangguk. Lalu mereka kembali berjalan bergandeng tangan.

Sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan kecepatan sedang melewati Senna yang tengah berjalan santai. "Vyan itu si Senna kan?" Tanya Astra.

Vyan menatap kaca spion mobil kemudian mengerutkan dahinya. "Lo salah lihat kali, orang si Senna lagi di rawat," jawab Vyan.

"Kata siapa lo?" Tanya Astra.

"Gue tadi pagi enggak sengaja ketemu dia lagi di gendong sama Dokter Varo," jelas Vyan.

"Berarti kalau gitu tandanya gue kangen sama dia," ucap Astra menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Senyum Senna terlihat bahagia membuat hati Marven terasa lega dan senang. Gadis itu menatap pemandangan di bawah sana, karena ia dan Marven kini tengah menaiki kincir angin, lampu led begitu sangat indah menghiasi pemeran malam hari ini. Senna menghela nafas panjang kemudian membuangnya perlahan-lahan lalu ia menoleh kearah Marven. Laki-laki itu langsung memeluk tubuh Senna.

"Kamu senang?" Tanya Marven.

"Aku pengen selamanya seperti ini," gumam Senna.

Marven mengusap lembut puncak kepala Senna sesekali ia mencium puncak kepala gadis itu. sebenarnya ia juga tak ingin meninggalkan kekasihnya di sini, ia juga ingin membawa Senna ke kehidupan barunya. Butiran air mata mulai terasa di pipinya ia langsung segera menghapus air mata dengan kasar. Senna memeluk tubuh Marven dengan erat seakan ia tak ingin kehilangannya lagi. Dua menit berlalu kini Senna dan Marven turun dari wahana kincir angin. Kemudian mereka berjalan untuk membeli sesuatu. Senna berlari kecil kemudian ia mengambil bando kelinci.

Butterfly (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang