Axton--cowok blesteran Kanada--yang dinyatakan sembuh dari kanker, telah menyerah menjalin hubungan yang tidak pernah berbalas dan memilih sibuk mencari donor demi menambah harapan hidup paling tidak untuk lima tahun ke depan. Tapi, diam-diam, dia t...
Hm, ada yang kangen Axe? ((Kayaknya, tidak usah tanya basa-basi yak~ So, langsung aja..))
Enjoy this chapter!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-Painting Date-
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suatu pagi, Axe merasa tubuhnya benar-benar remuk, seperti baru saja dipukuli dan hampir jantungan menemukan Ans–adiknya–yang entah bagaimana berada tepat di depannya saat dia berguling ke salah satu sisi ranjang. Semalam, Axe ingat, dia sendirian di kamarnya namun sekarang, tampak adiknya tertidur pulas di sana. Biasanya, Ans tidak mau tidur bersamanya jika tidak ada sesuatu yang terjadi padanya. Sejak Ans divonis myeloma, mereka jadi jarang bertemu sebab Ans sering di rumah sakit selama menjalankan pengobatannya, sementara Axe di rumah. Tapi, tak lama setelah mengetahui vonis Ans, Axe pun mendengar vonis yang hampir sama–perbedaannya–sel jahat yang dulunya pernah hengkang, kini mulai menjajah bagian lain di tubuhnya, tepatnya di sumsum tulang belakang yang mengakibatkan sel darah putihnya tidak stabil.
Menatap adiknya, Axe tidak masalah jika dirinya lah yang sakit, asalkan adiknya baik-baik saja–tidak perlu merasakan sakit seperti dirinya–tapi, pada kenyataannya, mereka harus sama-sama berjuang. Terkadang, Axe pun ingin seperti orang normal, menjalani kehidupan tanpa rasa sakit. Dan mungkin, tidak hanya dirinya yang berharap demikian, melainkan juga Ans, maupun orang-orang yang memiliki penyakit akut pun terminal di tubuh mereka.
Mengambil napas panjang lalu menghelanya pelan, Axe menaikkan selimut adiknya, dan beranjak dari ranjang. Dia harus segera bersiap-siap sebelum Vae tiba di rumahnya untuk janji melukis bersamanya. Setidaknya, jika penampilannya sekarang agak buruk, Axe ingin badannya tetap bersih dan harum.
¤¤
Setelah mandi dan wangi, Axe turun ke dapur untuk sarapan yang agak terlambat. Melenggang melewati bukaan dinding melengkung yang memperlihatkan ruang tamu, dia hampir tersandung kakinya sendiri saat menoleh dan mendapati Vae sudah duduk manis menunggu.
"Siang, ganteng,” sindir Linda–mama Axe–yang muncul dari dapur dan membawakan jus untuk tamu cantik mereka. “Ceweknya udah dateng, kok baru bangun sih, si Abang?"