Axton--cowok blesteran Kanada--yang dinyatakan sembuh dari kanker, telah menyerah menjalin hubungan yang tidak pernah berbalas dan memilih sibuk mencari donor demi menambah harapan hidup paling tidak untuk lima tahun ke depan. Tapi, diam-diam, dia t...
Ciao, Alstroemers Gimana kabar? Semoga sehat-sehat selalu ya, dan, jangan lupa bahagia~
Di chapter ini, hm, Mincan saranin, buat enjoy aja~ Yang lagi nano-nano-manis-asem-asin-pait-sepet-rasanya, tarik napas dan hembuskan dulu, okey?
Nah, kalau udah, ada kamera disana 📷
Disana 📷
Terus disana juga 📷
Kuatkan hati dan persiapkan mental, oke, oke~
Dah, yok berangkat...👀
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-Cloud, Sand, and Wound-
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selama perjalanan menuju sekolah, Vae menyandarkan kepalanya di kaca jendela, kedua matanya menerawang, mengamati hiruk-pikuk kendaraan yang kemudian membuat dahinya mengernyit dalam.
"Vae,” panggil Pak Joe di kursi kemudi, menoleh pada Vae yang duduk di bangku penumpang depan. “Kamu oke?"
Masih bersandar di kaca jendela, Vae memejamkan mata, berharap kepalanya yang terasa berat dan berdenyut perlahan menghilang saat nanti dia membuka matanya. "Oke kok, Pak. Cuma pusing,"
"Mau puter balik dan pulang aja?" tanya Pak Joe cemas.
Vae menggeleng lemah, "Aku butuh udara segar, Pak,” katanya dengan suara yang amat lirih daripada sebelumnya. “Tapi, bukan yang banyak polusi kayak di luar sekarang."
Merapatkan matanya yang masih belum terbuka, Vae mengingat atap gedung sejuk yang dulu dikunjunginya bersama Axe. Entah mengapa, Vae merasa hari itu cepat sekali berlalu dan terasa jauh juga membuatnya rindu. Dia bukan hanya merindukan hari-hari menyenangkan itu, tapi juga kehadiran Axe serta sebuah kebebasan ketika bersamanya. Sekarang, setelah waktu terus berputar bersama mendung yang menggulung di setiap sudut hari-harinya, rasanya, suatu hal seperti 'harapan' pun sulit ditemukannya.
"Pak,” Vae membuka matanya dan menatap Pak Joe. “Boleh nggak, kalau anterin aku ke pantai? Sekali aja,” pinta Vae. “Aku pengen hirup udara segar. Nanti, Pak Joe boleh lapor ke Ayah atau Mom, plis?"