08. "Bunda Sakit?"

464 85 30
                                        

— ᴛʜᴇ ʙᴇꜱᴛ ᴍᴏᴍ —

Nadin harus menjadi kakak yang melindungi adik-adiknya, Gempita harus menjadi anak yang kuat, Terra harus taat terhadap peraturan, dan Nila harus menjadi anak mandiri.

Kalimat pertama yang tertulis di halaman pertama buku catatan milik Bundanya anak-anak. Setelah membenahi beberapa foto di ponsel, Embun beralih pada buku catatan yang memungkinkan terdapat jawaban dari semua kebingungan.

Mereka harus mati bersama-sama.

Kalimat itu juga masih berada di halaman pertama, tapi tertulis di pojok kanan bawah. Kalimatnya membuat Embun mengernyit bingung. Mengapa harus mati bersama-sama?

Embun jadi penasaran untuk membuka halaman selanjutnya, dia yakin ada banyak sekali jawaban atas kebingungan yang ada.

Anak-anak boleh hidup, tapi harus bahagia. Tapi saya tidak bisa terus terang mengungkap rasa sayang saya sama mereka, Bundanya ini pengidap bipolar yang sangat membahayakan mereka.

Dan semua terjadi gara-gara Si Brengsek itu!

Pria sialan yang pernah kucintai, Pria sialan yang pernah saya perjuangkan mati-matian. Saya tidak akan pernah memaafkan perbuatannya, tidak akan!

Saya bersumpah, saya akan membunuh Si Brengsek itu jika dia sudah keluar dari penjara. Hukum sangat tidak adil, manusia biadab seperti dia hanya diberi hukuman sepuluh tahun saja. Sialan!

Embun menelan ludahnya dengan susah payah, ternyata di balik semua sikap buruk wanita itu yang membuat trauma mendalam bagi anak-anak, ada ceritanya. Wanita itu menderita penyakit mental yang menyiksa, dan sepertinya tidak diketahui oleh anak-anak.

Nadin...
Jadilah Kakak yang akan melindungi adik-adik.

Gempita...
Jadilah kuat, kamu anak yang kuat, Bunda akan membalas semua perbuatan Si Brengsek itu!

Terra...
Taati peraturan mulai detik ini, kita orang miskin, kita harus menjaga sikap kita agar tidak disalahkan.

Nila...
Jadilah anak yang mandiri, supaya kamu tidak ketergantungan dengan siapa pun.

Masalahnya ada pada Gempita sepertinya, melihat di sana tertulis tentang pembalasan. Dan untuk Si Brengsek itu, kemungkinan besar adalah Ayahnya anak-anak.

"Bunda."

Embun menutup buku catatan itu, ia menoleh ke sumber suara dan menyambut dengan senyum. Nila yang memanggilnya, gadis itu hanya berdiri di ambang pintu kamar sembari menunduk.

"Ada apa?" tanya Embun.

"Nila mau beli boba, boleh?" Nila dengan sekali tarikan napas berucap. "Terra beli boba, Nila ngga dikasih."

Embun tertawa kecil. "Boleh. Mau Bunda temani belinya?"

"Hah?!"

"Mau Bunda temani beli boba-nya?" tawar Embun. "Bunda juga kayaknya mau, deh. Sekalian beli buat Nadin sama Gempita, barangkali mereka juga mau."

Nila ternganga. Dia tidak percaya kalau yang saat ini berbicara dengannya adalah Bunda.

Embun bergegas turun dari ranjangnya, ia menghampiri Nila dan menutup mulut Nila yang masih saja ternganga. Gadis itu kemudian menelan ludahnya dengan susah payah.

"Ka-kalau tidak boleh, tidak apa-apa, kok!" pekik Nila.

"Ayo beli, Nila," ucap Embun sembari mengusap bahunya. "Kan, Bunda cuma nawarin mau diantar apa engga, soalnya Bunda juga mau."

The Best MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang