LHR| 27 Hampa

114 16 2
                                    

Sudah setengah hari sejak Alden pergi meniggalkan villa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah setengah hari sejak Alden pergi meniggalkan villa. Entah bodoh atau konyol Keisha malah memilih menunggu, berpikir mungkin saja Alden hanya menemui Hara sebentar saja, membantu gadis itu sebentar lalu kembali menjemputnya, karena Alden hanya mengatakan maaf atas pertengkaran mereka kemarin, dia belum mengajak pulang.

Untung saja setelah setengah hari berlalu, Keisha kembali waras. Mengapa ia harus berpikiran demikian? Mengapa mengharapkan hal kosong? Ia bisa kembali kapan pun ia mau, tanpa harus dibujuk, ia istri sah Alden, ia masih nyonya rumah yang punya kehendak bebas memutuskan untuk tinggal atau pergi. Tapi entah mengapa ada rasa hampa di sudut hatinya, entah mengapa ia merasa sangat terganggu kala menyadari Alden lebih memprioritaskan Hara.

Keisha masih melirik layar ponselnya yang gelap, tak ada satupun notifikasi yang masuk. Ia putuskan untuk mengangkut tas jinjingnya, ia akan pulang malam ini. Keisha menggigit bibir bawahnya kala melewati kamar tamu yang sudah ia persiapkan untuk Alden, tatapnya getir, ia sudah cukup berusaha. Ya sepertinya ia hanya merasa kesal karena Alden tak menghargai usahanya, bukan karena ada rasa yang mulai menyusup kan? Tidak mungkin kalau rasa itu mulai tumbuh. Tidak seharusnya rasa itu tumbuh kala hubungannya dan alden hanya tinggal menghitung waktu untuk ucapkan selamat tinggal.

*** 

Alden melangkah tergesa setelah meletakkan sembarang mobilnya, ia titipkan kunci mobil pada petugas parkir, biarlah mereka yang mengurus mobilnya. Ia harus segera menemui Hara, ia semakin panik saat Hara mengirim tangkapan layar percakapan gadis itu dan ibu angkatnya.

Gila!

Kata yang terus terngiang di pikiran Alden. Bagaimana bisa seorang ibu berbuat demikian? Ini bukan hanya dendam atau kekerasan ibu terhadap anak, ini sih sudah kasus pengancaman. Kali ini akan Alden pastikan wanita gila itu akan meringkuk di jeruji besi.

"Hara kamu ga apa-apa?" Alden bertanya panik kala melihat Hara yang tampak kacau, sudut matanya membiru, mulutnya robek dengan lengan yang berdarah.

Hara tak mampu menahan tangisnya, Tangisnya pecah kala Alden tepat berdiri di hadapannya.

"Bagaimana bisa orang asing bisa masuk ke kantor ini?" amarah Alden tak dapat ditahan lagi.

"Maaf kan kami Pak, hari ini ada acara yang terbuka untuk umum di lantai dua sehingga kami tidak menyadari orang itu masuk Pak, tapi kami sudah menginvestigasi kasus ini."

"Wanita itu tidak hanya merugikan saya karena berbuat onar di kantor saya tapi juga sudah melukai orang saya, saya ingin kamu pastikan dia mendekap di penjara!" perintah Alden tanpa ada penawaran, segera ia bawa Hara bersamanya.

Ia papah wanita itu dengan lembut, hatinya begitu tak tega melihat ketidak beruntungan yang Hara alami, "Aku sial banget ya Kak? Aku gak punya siapa-siapa kak, maaf kalau aku terus menarik kakak ke masalahku, tapi aku benar-benar gak tahu lagi meminta tolong ke siapa lagi?"

Alden menggeleng pelan, "Kamu ga sendiri, kamu bisa kapanpun panggil aku Hara."

"Tapi kamu bukan milikku Kak, aku gak bisa seenaknya meminta kamu untuk terus di sisiku."

Alden tercenung mencoba meraba arah pembicaraan ini.

"Kak, aku dengar kalau antara Kakak dan Kak Keisha hanya pernikahan yang terikat perjanjian, pernikahan tanpa rasa, kalau memang hati kakak belum ada yang memiliki, apa boleh aku mencoba memilikinya?"

***

Tepat jarum jam menunjuk pukul 11 malam Keisha baru saja sampai di kediamannya bersama Alden. Dia mulai menebak-nebak apa Alden kin sedang menyantap makan malamnya atau sudah tertidur di kamarnya. Lelaki itu sudah menempuh perjalanan yang panjang. Pasti ia kelelahan.

Keisha melirik pada bungkusan makanan cepat saji yang senagaja ia beli di perjalanan menuju ke rumahnya. Tidak, bukan untuk lelaki itu, ia juga belum makan malam. Tapi kalau lelaki itu juga belum sempat makan malam, makanan yang ia beli cukup untuk mereka berdua.

Keisha melangkah masuk pada rumah yang suasananya tak berubah, seperti biasa, hening dan sepi. Rumah tampak rapi seperti biasa, lelaki itu belum pulang ya?

Keisha lanjut berjalan hingga ke ruang makan, meja makan tampak bersih. Kening gadis itu mulai mengernyit. Ia lirik tempat biasa Alden meletakkan kunci mobilnya. Wanita itu mengeluarkan ponselnya mencoba menghubungi lelaki itu, tapi hanya centang satu yang terlihat.

Keisha terkekeh.

"Bukan makan, bukan juga tidur. Dia memang gak pulang ya?"

Wanita itu tampak terduduk di meja makan, kepalanya menunduk lalu mendongak ke arah kamar Alden yang pintu kamarnya terlihat dari ruang makan.

"Gue rasa perceraian ini ga akan sampai setahun."

***
Hara menatap kosong pantulan wajahnya di cermin. Mengasihani lebam dan biru yang menghiasi wajahnya. Ia harus sampai melukai dirinya sendiri hanya untuk mendapat kasih sayang Alden. Setelah  ia menutup panggilan ia segera menampar dan melukai lengannya dengan  pulpen miliknya.

Namun rasa-rasanya semua deritanya itu tak lagi jadi masalah. Ia mendapatkan apa yang ia mau. Hara membalikkan tubuhnya, menatap seorang lelaki yang sejak pertemuan pertama ia kagumi kini meringkuk lelap di balik selimut biru favoritnya.

Pertama kali ia berjumpa lelaki itu saat mereka masih anak kecil di panti asuhan. Di matanya Alden tampak sangat keren waktu itu. Alden yang menolongnya membuatmya semakin tergila-gila, waktu silih berganti Alden kecil cukup sering berkunjung dan tentu Hara memanfaatkan kesempatan itu untuk terus mendekati Alden. Namun semua berubah kala Alden mulai sekolah ke luar negeri, ia terus menunggu  Alden dalam kesendiriannya, dan semakin putus asa kala akhirnya tiba saat ia diadopsi dan hidup penuh derita, ia diadopsi bukan untuk jadi seorang anak tapi budak. Dan hatinya semakin hancur kala malam itu setelah ia pulang bekerja ia melihat berita televisi yang menyiarkan pernikahan Alden dan Keisha. Hatinya benar-benar hancur dan putus asa. Mengapa Keisha begitu beruntung, ia terlahir dari keluarga baik dan kaya, ia terpelajar dan kini ia mendapatkan Alden. Mengapa ia menikahi Alden? Bukankah dulu ia dekatnya dengan Arvin? Mengapa mengambil satu harapannya?

Namun ternyata semesta tak seburuk itu. Hal tak terduga terjadi, ia kembali menemukan harapannya. Kini entah mengapa begitu mulus jalannya untuk bersama Alden. Ia tersenyum puas kala melirik area leher lelaki itu dipenuhi bercak kemerahan.

Maafkan aku Keisha, tapi aku tidak sepenuhnya bersalah, kami hanya saling mencintai.

Hara melangkah riang berbaring di balik selimut favoritnya, memandang harapannya yang dulu sempat hilang. Wanita itu memeluk Alden hati-hati tak ingin mengganggu lelap lelaki yang kelelahan itu, saat ia mendapati ponsel Alden yang tak jauh dari sana ia dapati ponsel Alden penuh dengan panggilan tak terjawab dari Keisha. Ia segera menonaktifkan ponsel itu.

"Dunia sangat memujamu Keisha di sisi lain dunia sangat kejam kepadaku, jadi kali ini biarkan aku yang bahagia."

Love Hate RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang