20.Sebuah perasaan?

55 6 0
                                    

"Tidak semua hal bisa diutarakan dengan perkataan"

- Sahira Putri Adarafaya -

-
-
-

Dibawah sinar terik matahari, Sahira berteduh di Halte yang berada di depan sekolahnya. Menunggu Putra yang belum kunjung menunjukan batang hidungnya.

"Buset nih bocah kemana sih" kesal Sahira.

Di tengah kekesalan nya, Sahira teringat akan sahabatnya Bunga yang pergi begitu saja tanpa berpamitan kepadanya dan juga Kesya. Niat ingin mengunjungi rumah Bunga untuk meminta penjelasan, semua pupus karna permintaan laki-laki yang sangat menyebalkan.

Namun, Sahira bernafas lega saat Kesya mengatakan bahwa dirinya saja yang akan pergi untuk mengunjungi rumah Bunga. Sahira akan menanyakan nya nanti lewat telepon setelah urusanya bersama Kafhi selesai.

Tin..

Suara klakson motor membuat Sahira terkejut, saat melihat siapa pelaku nya, Sahira bersiap untuk segera melayangkan pukulan maut nya kepada laki-laki itu, ya! siapa lagi kalau bukan Putra.

"Lo lama banget" keluh Sahira.

"Hehe biasa macet ra" ucap Putra.

Sahira merotasikan bola matanya malas. "Gue ga percaya"

"Iya dah, gue habis makan nasi padang dulu tadi" santai Putra.

"EH BANGSAT SANTAI RA" teriak nyaring Putra saat Sahira menaiki motor nya secara tidak santai. Jika saja tadi Putra tida segera menyeimbangkan motor nya, sudah dipastikan tubuh mereka akan ber silaturahmi dengan aspal jalanan yang panas.

"Buruan jalan, panas ini" ucap Sahira santai.

"Siap kanjeng ndoroo" ucap Putra tertekan dengan perlakuan Sahira.

Putra memilih memotong jalan dengan menggunakan jalan pintas yang sering ia lewati bersama teman-teman nya, agar segera sampai di markas, takut seekor singa menunjukan amarah nya karna mereka datang begitu terlambat.

Di pertengahan perjalanan, mereka berdua dihadang sekumpulan gang motor. Seperti nya mereka sengaja ingin menghalangi jalan mereka. Sekitar 30 orang sudah berjejer rapih di depan mereka.

'Bangsat!' umpat Putra di dalam hati.

'Oasuuu cogan semua cok' batin Sahira semangat.

Sementara Sahira kini dengan santai nya memperhatikan wajah-wajah sekumpulan gang motor yang berada di hadapanya, menilai sampai memberi komentar pada paras mereka. Dirinya tidak ingin rugi dan menyia-nyiakan pemandangan yang sudah di sediakan di hadapanya.

'Jir yang itu cakep, tapi mukanya berminyak'

'Eh itu kaya boti muka nya'

'Buset wil yu meri mas quhhh'

'Buset boleh di harem kali ya'

'EH EH itu... mukanya lucu bener kaya Fauzan'

'Hm, cakep tapi rambut nya mirip dora anying"

HOME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang