19. pendosa merangkak menaiki puncak kesesatan

458 93 108
                                    

T R A N S E D E N T A L
Kak Hali, tolong jaga aku
di lain waktu, ya?

T R A N S E D E N T A L Kak Hali, tolong jaga akudi lain waktu, ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rasanya waktu berjalan begitu lamban. Dari ruang ke ruang, dari tangis ke tawa, dari baik ke jahat, Taufan melihat semuanya. Taufan temukan semua jawaban atas semuanya.

"KENAPA HARUS HALI!? KENAPA!? KAMU UDAH JANJI NGGAK AKAN NGELIBATIN ANAK KITA!"

BRAK

"JANGAN NGUJI KESABARAN AKU, RA! APA SUSAHNYA NGELEPAS SATU!? HALI ITU WADAH YANG UDAH DI TAKDIRIN!"

Piring pecah berkeping-keping, ada tangis yang luruh, ada kekecewaan yang mengudara. Taufan menatap hampa pada orang tuanya yang bertengkar di saat dia dan ke enam saudara yang lainnya tengah tidak ada di rumah.

Halilintar adalah persembahan. Wadah untuk Iblis. Boneka untuk Iblis. Itu sebabnya si sulung punya mata merah, sama seperti seratus anak perempuan yang telah mati lebih dahulu.

Bejat.

Taufan paham bagaimana kecewanya Ibu. Bahkan jika putra-putranya ada banyak, melepas satu sama saja dengan melepas semua putranya.

"Nggak. Hali anak aku. Dia anak aku. Jangan berani ngambil Hali." Mara mendesis marah. Pisau segera wanita itu ambil, lantas di todong kan pada Amato, suaminya. "Aku nggak akan pernah rela kalau anak ku jadi wadah Iblis, Amato. Ingat itu." Desisnya lagi.

Ibu baik. Wanita itu mati-matian mempertahankan anaknya.

Tetapi Ibu memilih jalan lain untuk melindungi putra-putranya. Yakni kematian.

Taufan melihat dengan jelas. Jalanan yang lenggang itu seketika berubah macet dan tegang ketika mobil yang di kendarai Mara melaju tak terkendali dan berujung di tabrak truk besar.

Semuanya kacau. Ada darah di mana-mana. Tubuh Ibu sudah tidak berbentuk lagi. Ibu tiada dengan kata-kata yang samar.

"... am... bil... nyawa... ku."

Semuanya mulai berubah lagi dan lagi. Rumah yang penuh dengan para pelayat mulai terlihat lagi. Di dalam sana, ada enam orang yang menangis, satu yang gila, dan satu lagi yang berusaha tegar mati-matian.

Taufan ingat dengan jelas. Ketika Halilintar menampar Ayah dan membentak semua adiknya untuk menyadarkan semuanya dari keputusasaan.

Jika di pikir-pikir, Halilintar lah yang tidak pernah menangis saat itu. Si sulung berlagak sok kuat. Yang nyatanya hanyalah topeng agar tidak terlihat menyedihkan dan rapuh.

Lantas ruang tamu penuh dengan tangisan berubah menjadi kamar yang dingin dan kelam. Amato di sana, sedang berbicara dengan suara serak.

"Aku nggak mau Mara mati, Bu. Aku sayang sama dia." Ayah menangis──benar-benar menangis kali ini. Akhirnya Taufan sadar bahwa yang berbicara di seberang telpon adalah Nenek. Huh, di sana ada sinyal? Solar saja harus bergadang tiga malam untuk membuat alat penguat sinyal.

[✓] Transendental : Forbidden Things  [ Halilintar ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang