T R A N S E D E N T A L
Ada kalanya diam membisu
lebih baik daripada mengumbar
kata demi kata hingga berujung
maut.Beberapa saat kemudian, setelah semuanya mandi, barulah semuanya sadar bahwa tangan kanan Halilintar terluka begitu parah. Bahkan masih menitikkan darah segar.
"Aku nggak sadar. Tahu-tahu udah gini, Nek." Ucap Halilintar linglung begitu di dudukkan di sofa ruang tamu sambil di kelilingi saudaranya yang penasaran. Sedangkan Nenek sibuk melilitkan kain putih di tangan cucu pertamanya berkali-kali untuk mencegah pendarahan.
"Hantu kali," refleks saja Blaze berkata seperti itu sebelum akhirnya mendapat jitakan dari Ice dan pelototan dari Gempa.
TAK
Lampu padam menyeluruh, menyisakan gelap yang sesekali di terangi petir dari luar. Semua orang memekik takut, apalagi Taufan, Blaze, dan Duri yang paling takut gelap.
Solar dengan tergesa-gesa merogoh sakunya demi mencari handphonenya dan segera menghidupkan senter. Membuat sorot wajah tersenyum Nenek terlihat jelas. Nenek hanya tersenyum lebar, "Kamu sih ngomong hantu-hantu an. Kalau mereka datang kan nggak lucu."
"Ihhhhh! Aku, kan, cuman bercanda!" Blaze sangat takut, merinding bukan main saat angin dingin berhembus di kulitnya. Ice hanya menghela nafas dan berkomentar, "Ini kalo di cerita hantu, udah lama kamu yang mati duluan."
"Gimana, nih? Nenek ada lilin, nggak?" Tanya Gempa selaku yang paling waras saat ini. Dengan segera wajah nenek mengangguk laju dan menunjuk lantai atas,
"Di kamar paling ujung."
Waduh, jujur saja, Gempa pun tidak akan berani mengambil lilin yang letaknya berada di lantai atas. Takut kenapa-napa.
Ketika hening merayap, gemericik hujan mendominasi di rumah itu. Seolah-olah tidak ada satu mahluk hidup pun yang menghuni rumah ini.
"Gini aja, kita makan malam dulu pakai senter hp kamu. Kalau udah kita ngambil lilin sama-sama ke lantai atas." Nenek menenangkan semua cucunya dan mulai berdiri untuk mengajak makan malam.
"Hiiii, yang telat nanti culik hantu!" Blaze masih saja berucap tentang hantu sembari berlari kencang mengikuti Nenek.
Kaki mereka mulai menapaki lantai yang berderit hingga sampai di ruang makan. Meja persegi panjang berbahan keramik dengan berbagai hidangan daging tersuguh apik di atasnya. Sontak saja Taufan berseru senang.
"Dagingg!"
"Yeay, mukbang daging!"
Semuanya menempati kursi yang ada, sedangkan Nenek duduk di paling ujung dengan satu senter yang di sandarkan dari ujung meja.
Hidangan daging di atas meja benar-benar sesuatu yang mewah. Ice saja sampai terkejut bukan main dan segera melahap hidangan yang paling dekat.
Rasa renyah daging dan yang berpadu manis dari aroma khas daging mulai menguar. Nenek tidak makan, hanya menopang dagu ketika melihat ketujuh cucunya makan dengan lahap.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Transendental : Forbidden Things [ Halilintar ]
FanficC O M P L E T E D ✓ Kepergian Ibu saja sudah cukup untuk mengobrak-abrik mental mereka semua, namun sekarang, setiap hal janggal terus mendatangi hingga rasanya kepala mereka akan meledak saking lelahnya. "Aku mau pulang aja... mau pulang ke rumah...