20. bangkitnya sandera, bangkitnya dia yang tlah pergi

399 84 151
                                    

T R A N S E D E N T A L
Lari, Kak. Jangan ngeliat
ke belakang lagi.

"AAAAAAKHHHH!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"AAAAAAKHHHH!"

Semakin keras Taufan berteriak, semakin banyak pula darah yang menganak sungai di pipinya. Semua ingatan masa lalu telah berakhir. Kini hanya samar-samar yang bisa Taufan lihat.

Tangannya bergerak memegangi kepala yang terasa berdenyut luar biasa. Sampai akhirnya suara berat milik Ayah masuk ke dalam pendengarannya.

"Bakar persembahan."

Dalam sekejap jantung Taufan berdegum bertubi-tubi ketika mendengar kata persembahan. Sontak saja si biru mendongak, menatap buram pada api yang menyala membara, menatap kegelapan yang bergerak di sekitar api, dan menatap satu siluet seseorang dengan gaun putih.

Semuanya tidak jelas dalam penglihatan Taufan. Tetapi insting sesama saudara lebih rumit dari itu──Taufan bisa merasakan bahwa nyawa Halilintar masih dalam bahaya.

Oleh sebab itu kakinya bergerak melawan rasa sakit di tubuhnya. Oleh sebab itu Taufan berlari menerjang siluet sang Ayah yang berdiri paling dekat dengan api.

BRUK

"LAKI-LAKI BAJINGAN!"

Pekikan membaur seperti gelombang tsunami, tetapi Taufan tidak peduli. Usai menerjang pria bajingan itu hingga jatuh, Taufan dengan lekas menduduki Amato, lantas melayangkan tinjuan keras pada wajah sang Ayah. Kali ini tidak satu kali, melainkan sebanyak mungkin yang bisa Taufan layangkan.

Perlahan-lahan air mata yang merupa darah kian mengalir dari mata Taufan. Mata sibuk menangis, hati sibuk meracau, dan tangan sibuk menuntut keadilan.

"BRENGSEK!"

DUAGH

Saking fokusnya dia pada sang Ayah, alhasil biarawati-biarawati sialan itu berhasil memukulnya dengan batang kayu besar.

Taufan jatuh tersungkur ke samping bersama ringisan dan juga batuk keras. Mata putihnya bergerak, berusaha melihat dengan jelas. Taufan, ayo bertahan. Demi Kak Hali.

"Sialan." Sumpah serapah itu terdengar serak. Ancaman menyeruak, bulu kuduknya meremang ketika mendapati siluet kemerahan di seluruh ruangan. Apa itu? Mata? Cahaya? "Sialan, Taufan. Jangan harap bisa lepas kali ini." Amato berdiri susah payah, menyapu darah di seluruh wajahnya sembari mendesis. Anak sialan.

"... Taufan?"

Tepat setelahnya Taufan menoleh pada sosok buram di dekat api. Matanya kembali menangis darah. Hatinya hancur berkeping-keping. Taufan lupa segalanya jika sudah bersangkutan pada Kakaknya.

"Kak Hali. Ini Taufan," Taufan terisak begitu hebat. Tubuhnya mulai merangkak mendekati si sulung. Satu langkah, dua langkah, semuanya hanya demi menjangkau Halilintar. "Kak, aku udah pergi terlalu jauh... Maaf, Kak... maaf..."

[✓] Transendental : Forbidden Things  [ Halilintar ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang