T R A N S E D E N T A L
Jauh dari rumah,
jauh dari Ayah dan Mama, dan sekarang──mereka harus jauh
dari ketiga saudara mereka.Solar pernah berpikir seperti ini, pembunuh itu selalu muncul dari pihak paling dekat. Lalu Solar mulai mencurigai Halilintar. Jujur saja, si sulung itu misterius. Sikapnya dingin dan terkesan memiliki gangguan kejiwaan seperti sosiopat.
Belum lagi Solar di buat terkejut oleh kelakuan Halilintar saat membiarkan mayat kakek pencari kayu bakar di tengah hutan, tanpa di kubur.
Lantas Solar mengaitkan semuanya, tentang Halilintar yang selalu menganggap adik-adiknya sebagai beban, tentang Halilintar yang terkesan terpaksa saat berinteraksi dengan adik-adiknya dan tentang Halilintar yang berkemungkinan menjadi pelaku pembunuhan Blaze dan Gempa.
"Tapi kemarin malam aku bangun, nggak ketiduran... harusnya aku tahu Kak Hali lagi masang senar di kamar." Solar terus bergumam sendirian sambil duduk menyender di pohon apel. Menatap jauh pada dua makam baru di depan pekarangan rumah.
"Kak Hali juga sibuk gali kuburan. Sedangkan Kak Gempa terkesan udah terluka pas di lantai atas."
Ah, sepertinya memang bukan Halilintar. Lantas Solar beralih menatap Duri──saudara kembarnya──yang sibuk membunyikan gantungan batu putih di jendela hingga berbunyi nyaring.
Beralih lagi, dapat Solar lihat presensi Taufan di balkon lantai dua, menatap kosong pada si bungsu seolah-olah tatapan itu mampu merobek-robek tubuh Solar.
Taufan, terbilang tidak mungkin untuk menjadi pembunuh. Si kakak nomor dua itu bodoh. Pikirannya masih anak-anak hingga tidak mungkin berpikiran untuk membunuh. Hal ini juga berlaku untuk Duri.
Lalu Ice, memang mungkin jika anak nomor lima itu membunuh Gempa. Semuanya di kuatkan dengan kemunculan Ice dari lantai atas. Tetapi, dia masih kebingungan untuk menemukan siapa pembunuh Blaze. Ice? Ah, tidak mungkin.
Kepala Solar rasanya seperti akar berserabut. Pusing. Lantas dia sadar bahwa Nenek sudah duduk di sampingnya, menatap lurus pada makam cucu-cucunya.
"Nenek?"
"Nenek liat kamu kaya lagi banyak pikiran. Nenek bawa ini buat kamu," lantas sodoran minyak aroma terapi di arahkan pada Solar. Segera saja si bungsu menerima pemberian Nenek dengan senyum canggung. "Makasih, Nek."
Ketika minyak aroma terapi di teteskan di telapak tangan, segera saja aroma manis yang asing menguar di hidung.
"Ini aroma apa? Permen karet?" Tanya Solar keheranan. Aromanya manis, tetapi juga ada aroma pahit dan amis yang samar-samar.
"Aroma jantung."
"Hah?"
"Jantung, Solar." Ulang wanita tua itu dengan santai. Jantung? Jantung di tubuh manusia maksudnya? Solar hanya tersenyum semakin canggung. Mengiyakan saja sebelum akhirnya beranjak bangun dan meminta izin untuk masuk ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Transendental : Forbidden Things [ Halilintar ]
FanficC O M P L E T E D ✓ Kepergian Ibu saja sudah cukup untuk mengobrak-abrik mental mereka semua, namun sekarang, setiap hal janggal terus mendatangi hingga rasanya kepala mereka akan meledak saking lelahnya. "Aku mau pulang aja... mau pulang ke rumah...