06. kematian satu bagaikan kematian semua orang

573 105 132
                                    

T R A N S E D E N T A L

Mati satu, mati juga yang
lainnya. Yang satu mati jiwa raganya,
yang lainnya mati separuh jiwanya.

Tidak ada yang mampu mencerna utuh semua yang terjadi malam ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang mampu mencerna utuh semua yang terjadi malam ini. Ketika Taufan terbangun dan berhasil menyalakan senter, dia temukan setumpuk daging dan kain serta senar pancing yang terbentang di sepanjang kamar.

Ketika Taufan terbangun, dia temukan bahwa Solar syok bukan main dan jatuh pingsan setelahnya.

"BLAZEEEEEEEE!" Ice, saudara kembar Blaze itu tertatih-tatih mendekati tumpukan daging saudaranya, mengumpulkan semuanya menjadi satu untuk di rengkuh dalam-dalam. "BLAZEEEEEEE!"

Duri menangis kencang di dalam pelukan Gempa. Semuanya mulai mendekati tumpukan tubuh Blaze lalu jatuh berlutut di dekatnya.

Halilintar hampir muntah, aroma menyengat dari darah ini benar-benar nyata. Lantas si sulung arahkan senter pada senar-senar yang terbentang di kamar, dari ujung ke ujung. Siapa yang memasang senar ini?

"Nenek, awas!" Halilintar memotong senar pancing itu dengan pisau lipat miliknya ketika Nenek terlihat akan masuk ke dalam kamar. Dia dekati nenek dan memeluk tubuh Nenek dengan erat.

"... Kenapa?" Wanita tua itu masih bisa melihat bagaimana Ice menangisi setumpuk daging di dalam pelukannya. Piama biru laut itu sudah penuh dengan darah. "Aze? Cucu Nenek... cucu Nenek kenapa?" Tubuh Nenek bergetar, air matanya berlinangan sebelum akhirnya Nenek memberontak ingin mendekati tubuh cucunya.

Nenek jatuh bersimpuh, dalam kegelapan yang hanya bersorotkan senter, wanita itu menangis kencang sebelum akhirnya ikut memeluk tumpukan daging cucunya.

Ah... kasihannya.

"PEMBUNUH! ADA PEMBUNUH DI SINI!" Ice tiba-tiba mendongak dan menatap satu-satu semua orang. Air matanya mengalir deras hingga membasahi daging saudaranya.

"Ice, tenang, ya... Nenek tahu kamu sedih banget. Jangan kaya gini..." Nenek kian mengeratkan pelukan, membatasi pergerakan Ice hingga akhirnya si biru itu tertunduk dengan tangis yang kian menyeruak. Nenek memegang kepala Blaze, hatinya mulai di timbuli perasaan kasihan saat melihat kedua mata cucunya yang masih melotot kesakitan.

Lantas Halilintar hanya berdiri bodoh seperti biasa. Kakinya lemas bukan main. Kepalanya rasanya akan meledak kapan saja. Adiknya sudah mati. Satu adiknya sudah mati. Apa kata Ayah jika mendengar berita ini?

Otak Halilintar berputar-putar tidak menentu, bertanya tanpa tahu jawabannya. Blaze tidak mungkin bunuh diri. Tidak ada alasan untuk bunuh diri. Pasti di bunuh... pasti... tapi siapa?

[✓] Transendental : Forbidden Things  [ Halilintar ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang