21. tidak akan ada yang sama setelah kami bangkit, Lin

583 98 217
                                    

T R A N S E D E N T A L
Aku nggak pantes hidup, Ma.

T R A N S E D E N T A L Aku nggak pantes hidup, Ma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semuanya terjadi begitu cepat. Tahu-tahu saja Halilintar sudah jatuh berdebam di atas tanah lembab. Kepalanya sakit luar biasa──tetapi semuanya musnah begitu mendengar ledakan besar hingga menghasilkan angin yang kencang. Menerbangkan debu-debu pasir langsung ke seluruh bagian tubuhnya.

Halilintar tidak tahu kenapa, tapi dirinya ada di luar gereja. Sedangkan matanya dengan jelas menangkap gedung yang terlalap api besar.

Kenapa?

Tadi dia di lempar ke dalam api──lalu mati──iya harusnya begitu, tapi kenapa? Apa yang terjadi?

"AKHHHHHHHHHHHHHHH!" Halilintar meraung sekuat tenaga. Tubuhnya lemas bukan main. Otaknya kusut, syaraf-syarafnya mungkin sudah terputus semua. Mata merahnya tatap gedung gereja yang terbakar hebat, bersama dengan puluhan siluet hitam yang menari kepanasan di dalam sana.

"TAUFANNNN! MAMAAAAAAA!"

Api besar membumbung di langit malam, membuat seluruh hutan tiba-tiba bersinar begitu terang. Asap hitam pekat pun memenuhi udara, membuat Halilintar terbatuk keras.

"Sialan," Isak tangisnya luruh kembali. Dadanya sendiri dia pukul kencang. Sakit. Sakit sekali. "... Sialan..."

Halilintar tidak mengerti segalanya──semua yang terjadi dalam kurun waktu satu Minggu ini. Semuanya menghancurkan Halilintar dari detik ke detik. Kematian demi kematian memukul Halilintar dengan amat kencang. Mati rasa. Jiwanya mati rasa.

Lantas Halilintar bersimpuh di depan bangunan yang terbakar hebat itu. Menunduk dengan gemetar hebat di sekujur tubuh. Halilintar ingin mati bersama Taufan dan Ibu, tapi untuk berdiri menghampiri saja rasanya sangat berat.

"Mama... Hali nggak bisa lagi, Ma. Hali capek..." Tanah basah itu lama-lama menjadi semakin basah oleh tangisan Halilintar. "Kenapa sih aku hidup... kalau aja aku mati, kalian nggak bakal kaya gini..."

Andai saja Halilintar mati, mungkin Ibu dan saudara-saudaranya masih berkumpul bersama. Tertawa dan menangis bersama-sama.

Andai saja Halilintar mati, mungkin dia tidak akan menghancurkan keluarganya sendiri.

"Kak Hali jangan ngomong gitu..."

Halilintar terlalu sibuk menangis sampai tidak menyadari punggungnya sudah di peluk oleh seseorang. Dingin. Tetapi suara yang selalu di dambakan itu membawa kehangatan mendalam.

"Bukan Kak Hali yang ngehancurin keluarga kita. Justru Kak Hali yang nyatuin kita──"

"Kakak nggak salah. Ini salah Ayah, Kak. Sejak awal, kalau Ayah nggak ikut lingkaran sesat ini, kita semua nggak bakal kaya gini."

"Kak, ayo bangun. Buka lembaran baru tanpa kami, okey?"

Setiap tangan yang familiar itu merengkuh Halilintar dengan erat. Membubuhkan kesabaran demi kesabaran pada kehancuran Halilintar.

[✓] Transendental : Forbidden Things  [ Halilintar ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang