T R A N S E D E N T A L
Untuk satu hidup, untuk
satu jiwa yang tidak utuh, dan
untuk seseorang yang tidak
ingin kembali.Dalam manik birunya, Taufan temukan langit yang terus memuntahkan air hujan telah menghilang, berganti dengan atap-atap kaca penuh mozaik abstrak. Membentuk simbol salib raksasa di sana hingga titik-titik cahayanya menyinari sekujur tubuhnya.
"... Kak Hali?" Panggilan itu tidak mendapat jawaban. Dengan sakit kepala yang menerjang, dia putuskan untuk beranjak duduk dari posisinya. "Kak?"
Dalam gelap yang menjelma, satu persatu lilin di sudut ruangan menyala. Lantas api besar berkobar dari sebuah altar, menerangi sepenjuru ruangan hingga Taufan terpaku kaget bukan main.
"Bimbing kami, Tuan."
Api berkobar semakin besar. Ada begitu banyak biarawati dengan tudung lancip berwarna hitam. Mereka berkerumun di dekat altar yang mengobarkan api besar, berdoa, berbisik-bisik seperti kegelapan di dekat cahaya.
"Terimalah domba-domba ini."
Mencoba berdiri, Taufan berjalan mendekati kerumunan biarawati dengan ragu-ragu. Tangan kanannya memegangi bahu yang linu luar biasa. Sedangkan matanya dengan awas menelisik apa yang ada di altar.
"Terimalah kesetiaan kami."
"Ayah..." Taufan menutup mulutnya, berusaha agar tidak mengeluarkan suara yang mengganggu. "Nggak mungkin... kenapa..." Dia meracau. Otaknya lebih kacau. Hatinya yang menanamkan kepercayaan kini telah terkhianati.
Di sana, di atas altar, di samping api yang berkobar ganas, ada Amato yang tengah menangkupkan kedua tangannya di depan api. Matanya terpejam, sedang mulutnya sibuk berkomat-kamit.
Dan di depan api yang berkobar, di atas patung salib besar──ada Halilintar yang terikat di sana dengan keadaan pingsan.
Tidak lama kemudian Amato membuka matanya. Menatap umat-umatnya dengan seringai lebar. Lantas berteriak, "WAHAI IBLIS! TERIMALAH PERSEMBAHAN KAMI!"
Semua biarawati lekas berteriak, suara mereka mengikik penuh kegembiraan. Taufan merinding. Rasakan darahnya bergejolak hingga menimbulkan mual. Perlahan-lahan patung salib mulai di jatuhkan seinchi demi seinchi, membawa tubuh si sulung yang terikat di patung untuk terjatuh ke dalam kobaran api.
Tidak.
Sudah cukup Adik-adiknya yang pergi. Sudah cukup ada empat nyawa yang hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Transendental : Forbidden Things [ Halilintar ]
Fiksi PenggemarC O M P L E T E D ✓ Kepergian Ibu saja sudah cukup untuk mengobrak-abrik mental mereka semua, namun sekarang, setiap hal janggal terus mendatangi hingga rasanya kepala mereka akan meledak saking lelahnya. "Aku mau pulang aja... mau pulang ke rumah...