T R A N S E D E N T A L
Kita akan pulang──jika
tidak berhasil, setidaknya
kalian yang akan pulang."Kita pulang malam ini juga,"
Usai kepergian Agares──iblis yang merupa sosok Duri──Solar langsung berkata cepat. Tangannya yang mengusap-usap surai Duri segera di lepas, bergantikan dengan tangan yang menyelimuti sang Kakak dengan kain putih.
Sontak saja pernyataan si bungsu menimbulkan pertanyaan, terutama Taufan, "Tapi gimana caranya? Sekarang kita nggak bakal tahu apa yang bisa di lakuin Nenek ke kita... kereta api juga nggak bakal lewat kecuali bulan depan!"
"Ada." Semuanya menoleh pada Halilintar. Samar-samar bisa di lihat si sulung mendongak, mata merahnya berkilat seperti mata pisau. "Kita bisa pulang asalkan kerja sama. Dengan alat penguat sinyal yang Solar ciptain, kita bisa nelpon Ayah."
Hah, benar-benar si sulung yang serba tahu──bahkan dia tahu jika Solar telah bergadang tiga malam hanya untuk merakit alat penguat sinyal.
Lantas si sulung berjalan mendekati jendela, membuka pintu hingga cahaya rembulan menerobos masuk ke dalam kamar. Ketika menunduk ke bawah, Halilintar temukan bahwa Nenek sedang duduk di kursi goyang di dekat makam Blaze dan Gempa. Tersenyum lebar sambil cekikikan sendiri.
Nenek ada di luar, sedangkan iblis itu mungkin berkeliaran di rumah.
Satu jam lagi pukul delapan, itu artinya semuanya akan segera di mulai tanpa ada yang tahu skenario selanjutnya. Segera saja si sulung menutup pintu jendela lalu bergerak untuk mengobrak-abrik isi tas.
Ada dua buah pisau lagi, di tambah satu pisau lipat di tangan Ice. Lantas Halilintar memberikannya pada Solar dan Taufan. "Ambil. Buat jaga-jaga,"
"Kak Hali gimana?" Tanya Ice bingung. Jujur saja, anak nomor lima itu tahu jika Halilintar tidak punya pisau lagi.
"Aku bakal ngambil di dapur kalau kita udah siap pergi dari sini." Jawab si sulung cepat.
Berlatarkan cahaya rembulan, si sulung itu mendekati Solar yang sibuk mengotak-atik benda kecil di tangannya. Itu alat penguat sinyal, di rakit dengan perangkat handphone milik Blaze dan Gempa.
Tring! Alat berhasil tersambung dengan handphone, segera saja si bungsu menekan tombol panggilan di handphonenya. Satu detik, dua detik, tiga, dan telepon terangkat.
"Solar? Ayah nelpon kamu sama yang lain tapi──"
Tetapi Taufan segera bersuara, menangis sambil gemetar takut, "Nenek jahat, Ayah..."
"... zzttt ..."
"Ayah? Halo?" Handphone di otak-atik lagi dengan brutal, tetapi sambungan teleponnya malah semakin memburuk.
"Zztt... nek── zttt... apa?"
"Siny── zztt..."
Dan telepon terputus. Sinyal hilang total bersamaan dengan rasa takut yang kian menguasai. Solar mengambil alat penguat sinyal, membongkar perangkat asing itu dengan keringat dingin menetes di pelipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Transendental : Forbidden Things [ Halilintar ]
FanficC O M P L E T E D ✓ Kepergian Ibu saja sudah cukup untuk mengobrak-abrik mental mereka semua, namun sekarang, setiap hal janggal terus mendatangi hingga rasanya kepala mereka akan meledak saking lelahnya. "Aku mau pulang aja... mau pulang ke rumah...