Clara terkejut ketika mendengar suara pecahan kaca yang begitu keras. la keluar dari kamar dengan terburu-buru. Betapa terkejutnya ia ketika melihat pecahan kaca yang berserakan di lantai rumahnya. Kedua matanya menangkap sebuah batu yang tergeletak di sudut kaki meja. Seseorang pasti telah melempar batu ini dari luar.
Suara keras itu pun membuat Karel dan Bi Astri mereka berjalan mendekati Clara dan langsung memeluknya. la takut jika ada orang jahat yang sengaja menjahilinya seperti ini.
"Siapa yang lempar batu ke rumah kita ?" tanya Karel sambil memandang pecahan kaca yang berserakan di atas lantai.
"Clara juga enggak tahu mungkin orang iseng ya?"ujar Clara.
"Masa sih iseng,"kata Karel.
"Aduh takutnya ada orang jahat yaudah bibi bersihin dulu kacanya."ucap Bi Astri.
"Gak usah biar Karel aja yang bersihin."kata Karel yang langsung membereskan pecahan kaca.
Bu Astri mengangguk. "Hati-hati ya, Den Karel."
"Iya, Bi." Karek mengambil sapu dan pengki lalu mulai membersihkannya.
Pikiran negatif Clara sudah menjalar ke mana-mana. Ia berusaha untuk mengingat dengan siapa terakhir ia memiliki masalah begitu pun dengan ia terus memikirkan siapa yang sudah melempar batu ini ke jendela rumahnya.
Lorong kelas 12 MIPA 1 dipenuhi dengan murid yang berlalu-lalang.
Bel istirahat baru saja berdering Clara, Cassandra,Amora, Jesslyn dan Riri tengah berjalan menuju loker untuk mengambil buku paket yang ketinggalan di loker.Sepanjang jalan gadis itu menceritakan kepada teman temanya tentang apa yang terjadi di rumahnya membuat empat gadis itu terkejut."Tapi, keluarga lo gak apa-apa, kan?" tanya Cassandra.
Clara menggeleng pelan. "Ngak apa-apa, Cuma sedikit takut aja takutnya ada orang jahat gitu San."
Mereka berempat menghela napas lega. "Syukur deh, kalau lo nggak apa-apa. Gue khawatir tahu Ra!"
"Gue penasaran Clara,siapa ya yang kira-kira berani melakukan hal itu oh iya lo ada musuh gak di sekolah ini?"tanya Amora dan Clara menggelengkan kepalanya.
"Mungkin orang iseng aja."ucapnya
"Ini foto apaan?kenapa ada foto mama?apa ada yang benci sama mama ?sampai nerror gue?."ucap Clara yang baru saja membuka lokernya ia menemukan sebuah foto yang nggak tahu siapa pengirimnya.
"Foto mama lo?"tanya Cassandra penasaran.
Pikirannya masih terpusat dengan isi selembar foto objek yang ada di foto tersebut adalah mamanya. Namun, yang makin membuatnya tidak mengerti adalah, di balik foto itu tertulis kamu harus mati.
Siapa yang meletakkan foto itu di dalam lokernya?"Siapa ya yang udah simpen foto mama di loker gue, kalau kita liat cctv kan cctv di deket loker kita lagi rusak."jelas Clara.
Clara kini berada di toilet ia kini sedang mencuci tangan lalu Alana memasuki ruangan yang baru saja dimasuki oleh Clara beberapa menit yang lalu.
Sesekali, Alana menarik dan mengembuskan nafasnya secara perlahan. Setelah siap, ia segera melangkahkan kakinya, semakin masuk ke dalam toilet.
Sesudah masuk, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah tubuh bagian belakang Clara gadis itu sedang bercermin di depan cermin besar.
"Clara," panggil Alana.
"Iya kenapa?" sahut Clara.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ujar Alana menatap Clara serius, namun penuh intimidasi.
"Tentang William?" tebak Clara tepat sasaran.
"Hmm..." gumamnya.
"Kalau aja William gak sakit,mungkin sekarang dia masih sama lo gue gak munafik gue juga sayang sama dia tapi dia suka nya sama lo Ra,dia hanya anggap gue sebatas teman kecilnya aja."ucapnya.
Clara mengerutkan dahinya. "Sakit?"
"Lo gak tau kan dia sakit.Gue kagum sama William bener-bener cerdas bersikap sok kuat di depan lo."
"William sakit apa Alana?"tanya Clara khawatir.
Alana menghela napas."Kanker Paru - Paru untung aja masih belum parah."
"Kanker paru-paru?"tanya nya kaget.
"Gue gak sakit, Clara," ucap William yang baru saja datang ke toilet cewe untuk mencari Alana tapi saat ia akan masuk cowok mendengarkan dialog Alana dan Clara.
"Gue gak sakit Alana bohong."ucap lagi William.
"Apa ini alasan lo putusin gue? Kenapa lo bohong Wil?"ujar Clara kecewa karena cowok itu berbohong.
Clara mendorong William menjauh darinya.Cowok itu berusaha mengejar Clara yang kini berjalan dengan langkah cepat. "Gue gak sakit,Clara. Alana itu bohong! Lo jangan percaya sama dia. Dia gak tahu apa-apa soal gue."
William mendapat sebuah panggilan dari Tante Katherine saat jam pelajaran sedang berlangsung panggilan-panggilan itu tak kunjung berhenti. Setiap berapa detik sambungan itu terputus, sambungan baru kembali menggetarkan ponselnya. William mengangkat ponselnya diam-diam.
"Halo."
"Wil, akhirnya kamu angkat. Kamu di sekolah, nak?"
William mengerutkan dahinya. Suara tantenya seperti sedang menangis dan panik.
"Iya ada apa tan."
"Kamu ke rumah sakit sekarang ya Wil."
"Rumah sakit ?"
"Kamu datang sekarang cepet Wil kondisi mama semakin kritis."
"Maaf pak saya harus pulang,"ucap William lalu berlari keluar.
"Anak itu kenapa lagi?"tanya Pak Benni.
"William mau kemana?"tanya Leon.
"Saya juga harus pulang pak,"ucap Alana yang langsung menggendong tasnya.
"Astaghfirullah pasti kalian mau bolos udah kita lanjut pelajaran lagi,"ujar pak Benny.
Setibanya di rumah sakit, William bergegas menunju ke ruangan ibu nya di rawat. Cowok itu meninggalkan sekolahnya begitu saja.
William menemukan tantenya yang duduk di bangku luar IGD ia mendekat perlahan. Begitu Tante Katherine menengadahkan kepalanya, William bisa melihat air mata yang masih membekas di pipi tantenya ia berdiri dan langsung memeluk William.
"William."Tante Katherine menahan air matanya untuk tidak keluar lagi. Ia mengusap punggung anak lelakinya itu.
"Ibu kenapa, tante?" William akhirnya bertanya.
"Ibu meninggal Wil,"ucap Tante Katherine.
"Gak mungkin,"kata William tak percaya.
"Ibu!" William bersuara kecil. Suaranya terdengar jelas karena keadaan benar-benar hening. Pasien-pasien lainnya juga diam, seolah sedang menyaksikan adegan antara ibu dan anak ini. Rasa bersalah di hatinya semakin besar ketika mengingat hal-hal yang selama ini ia lakukan pada ibunya kelakuannya yang tidak sopan, sering memancing emosi ibunya dan selalu membantah tak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya ia hanya menangis.
Proses pemakaman kini berjalan penuh dengan air mata. Suara adzan yang dilantunkan oleh pamannya mampu menyesakkan hati siapa pun yang ikut menghadiri prosesi pemakaman itu. Katherine selaku Tante nya hanya merintih seraya memeluk figura foto Ayu yang tengah tersenyum manis. Beberapa kali Alana mencoba memberikan kekuatan untuk ibunya, bahkan tak melepas rangkulannya.
Tanah demi tanah perlahan mulai menimbun jasad Ayu,William yang melihat itu seakan tidak kuasa. Pandangannya lantas tiba-tiba saja mengabur, hingga William mulai kehilangan kesadarannya. Orang- orang di dekatnya mencoba menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. Kepanikan mulai melanda, beberapa saudaranya mencoba membopong tubuh William untuk di bawa ke mobil.
🦋📀 JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN🦋📀
KAMU SEDANG MEMBACA
WILASKAR
Teen FictionWilliam Askara Putra Raymond seorang ketua WILASKAR sangat tampan,cerdas, mandiri,yang khas dari dirinya adalah ia suka memakai dasi di lehernya,dia juga sangat dingin,cowok itu jangan sangat mandiri tidak pernah tergantung kepada orang lain tapi d...