"Ayo pulang sekarang!" Agnes terus menarik tangan sang ayah secara paksa, mengakibatkan Allen yang berada di tengah-tengah mereka terhuyung-huyung.
"Age apa-apaan si!" Kesal Allen tidak dihiraukan.
"Ayo pulang sekarang, papa!" Pemaksaan yang dilakukan Agnes membuat Aesa terheran-heran.
Di harapkan sang ayah segera membawanya pergi dari sana dan memarahinya di rumah. Dengan begitu Aesa tidak akan mengetahui sikap buruknya.
"Age sakit!" Pekik Allen mendorong dada Agnes sampai mundur beberapa langkah setelah melepaskan tangan ayah mereka.
"Ale, udah..." Lirih Anton melerai.
"Ya Age duluan yang nyakitin!"
Sedangkan di depan, Aesa terlihat memegangi pundak kecil Agnes ketika terhuyung ke belakang. "Ada yang sakit enggak?" Tanyanya memperhatikan anak perempuan itu yang mengundang perhatian Allen dan Anton.
Disisi lain Aesa sendiri tidak mengerti dengan sikap Anton yang malah terlihat tenang melihat pertengkaran si kembar.
Menggeleng pelan, Agnes memberanikan diri menatap sang ayah. Dia sudah sangat malu jadi dia membutuhkan banyak keberanian untuk berdiri seperti sekarag, sampai-sampai keringat bercucuran di pelipisnya.
Melihat tatapan berani Agnes, Allen segera mendongak melihat wajah sang ayah yang terus diam menatap balik kembarannya itu.
“Pa-papa." Nyatanya mau sekeras apapun mencoba untuk tegar, nada ketakutan tidak bisa di tutupi. Menelan ludahnya susah, Agnes kembali membuka suara dengan nada yang masih bergetar. "Papa marah sama, Age?"
“Iyalah!” Bentak Allen menanggapi . “Papa capek motoran ke sekolah Om Dandi, Age malah enak-enakan main di sini.”
“Age kan cuman pengen main.” Agnes memasang wajah sedih yang langsung Aesa tenangkan dengan mengusap punggung kecilnya, dan Anton melihat itu.
“Kan bisa ngomong dulu minta izin—“ Allen mengajarinya.
“Age kan udah minta izin.” Aesa berbicara kepada Allen, mencoba membela Agnes.
“Age enggak izin, Age kabur,” Jelas Allen yang membuat Aesa terkejut di tempat.
Wanita itu melirik Agnes yang terus mendongak melihat Anton dengan mata berkaca-kaca.
“Age bohong yah?!” Allen memastikan dengan nada yang tidak mengecil sedikit pun. “Papa kan enggak pernah ngajarin kita bohong!”
Anak perempuan itu kemudian memekik di tempat, terganggu dengan sifat sang ayah yang terus diam dan terganggu dengan suara Allen yang terus menyalahkannya. Mata yang berani kini mengeluarkan buih bening pertamanya. “Maafin Age!” Tangisnya pecah, mengejutkan Aesa.
Tubuhnya kemudian memiliki inisiatif untuk menenangkan gadis cilik di sebelahnya. Namun belum sempat melakukannya, sebuah tangan kekar sudah menarik Agnes keluar menjauh dari jangkauannya.
Donzello Anton memiliki firasat buruk akan hal ini. Jika anaknya semakin nyaman dengan sosok asing, terlebih lagi seorang perempuan, kemungkinan besar Agnes akan besar kepala. Anaknya itu sangat egois.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN (ANTON RIIZE #01)
FanfictionMenceritakan tentang keluarga kecil Donzello Anton seorang duda beranak 2 kembar laki-laki dan perempuan yang mengharapkan sosok ibu untuk melengkapi keluarga mereka agar terlihat seperti keluarga pada umumnya. ____________ PROJECT NASI no. 1 OT7