"Apaan si orang aku aja enggak punya pengalaman pacaran."
"Kamu enggak usah bohong mbak--"
"Orang kayak kamu yang aku hindari... Aku beneran enggak punya pengalaman pacaran karena aku enggak mau ketemu sama orang-orang kayak kamu. Aku ngehindarin itu selama ini tapi aku enggak percaya kalo orang-orang kayak kamu bakal dateng sendiri tanpa diminta, tanpa di cari. Kalo emang kamu sebegitu percayanya sama tunangan kamu harusnya kamu bawa juga dia kesini, suruh jelasin, suruh klarifikasi, mintai penjelasan. Asal kamu tahu aja... Kamu udah mencoreng keluarga aku."
Harusnya dia berbicara seperti itu, namun lidahnya terlanjur kelu. Terlebih lagi ada sosok Donzello Anton di sebelahnya. Dia juga bukan tipikal orang yang suka bertengkar apalagi dengan topik cinta dan laki-laki seperti malam tadi.
Harga dirinya terasa tercoreng. Pribadi yang telah dibangun dengan sebegitu baiknya terpaksa dirusak oleh kejadian tak seberapa penting. Dia tidak terima namun dia bisa apa. Dia hanya bisa mendumel dalam hatinya, sembari mengadukannya pada Tuhan. Dia tidak memiliki tempat cerita lain jika sudah membawa perasaan seperti ini. Ibu? Ya, hanya ibunya yang bisa menjadi tempat cerita namun perasaannya tidak bisa mengungkapkan begitu saja secara blak-blakan seperti apa yang dia lakukan kepada Tuhan.
'Aku mau dapet rejeki apa yah?' batinnya mengusap gambar masjid di sajadah tempatnya tidur semalaman.
Dia terlelap setelah sholat isya, lebih tepatnya setelah membaca Al-Quran. Dia sengaja menyita waktu lama untuk membaca ayat suci Al-Quran karena hatinya tak kunjung dingin juga, dadanya terus merasakan gemuruh panas yang membuatnya tak nyaman.
'Udah bener enggak usah ngerespon cowok, malah ngerespon Hasbi,' batinnya melipat lengan pakaian sampai batasan sendi tangan. Kakinya kini bergabung dengan tempat khusus wudhu yang berada di sebelah WC di rumahnya.
Di susul berkumandang nya adzan subuh.
***
"Age kenapa?"
"Sakit ... kebiasaan dia mah kalo enggak terima sama keputusan aku langsung sakit kayak gini."
"Emang kamu bikin keputusan apa?"
"Yang semalem itu...yang ngajak pulang ." Anton menuangkan air termos ke dalam baskom. "Pas mama ngurusin Ale kan aku sibuk ngasih paham ke Age tapi anaknya tetep enggak mau pulang. Eh nangis sampe tengah malem."
Manggut-manggut paham, Susi kini berdiri di sebelah Anton yang sudah beralih memenuhi baskom dengan air dingin. "Kamu nyari istri sekarang aja deh ... Kasian mama liatnya," Sarannya tidak serius namun juga tidak bercanda.
Saran yang di lontarkan seketika membuat pria itu tersentak kaget, sampai-sampai air di dalam baskom berkurang akibat tangannya yang bergoyang.
"Tuh... Gitu aja enggak becus."
"Ini juga gara-gara mama..." Anton mendengus kesal sebelum menambahkan, "Dikit-dikit suruh nyari istri dikit-dikit suruh nyari istri."
"Ale sama Age di tinggal di sini aja, terus kamu pulang sendiri deh." Lagi-lagi Susi memberikan saran dengan sangat enteng yang membuat Anton buru-buru menghela nafas sabar.
"Biar kamu enggak ngurusin mereka--"
"Enak aja." Berhasil membuat air hangat, Anton kini keluar dari dapur dan beralih ke kamar si kembar untuk merawat Agnes sedangkan Allen sudah sehat.
"Ale juga lagi kayak gitu tuh." Tunjuk Susi kepada sosok anak laki-laki yang sedang sibuk menonton televisi. Sedangkan dia sendiri terus mengikuti langkah Anton. "Ngapain kamu ajak pulang? Nanti di sana enggak ada yang ngurus."
KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN (ANTON RIIZE #01)
FanfictionMenceritakan tentang keluarga kecil Donzello Anton seorang duda beranak 2 kembar laki-laki dan perempuan yang mengharapkan sosok ibu untuk melengkapi keluarga mereka agar terlihat seperti keluarga pada umumnya. ____________ PROJECT NASI no. 1 OT7