29

54 7 0
                                    

"Males lah sama kamu mah, nakal." Aesa mendumel ketika dirinya sudah sampai di ruang tamu rumah Estu.

Di belakang kakinya, sebuah langkah kecil namun lincah berputar-putar di sekitarnya. Ia terus mengikutinya dari jalanan sampai ruang tamu. Wajah cerahnya tetap cerah seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kenapa?" Agnes benar-benar tidak tahu apa yang sedang di permasalahkan.

Berdecak kesal, Aesa menghampiri Marwah. "Dina mana, bu?"

"Kamar, biasa."

"Ini siapa?"

Suara asing yang tidak pernah di dengar sebelumnya seketika mengambil perhatian Aesa. Membuat tatapan Rima mendapatkan balasannya yaitu senyuman ramah.

"Ini temen istrinya Estu, namanya Aesa... Dia suka ngajak main anak-anak." Tiba-tiba Marwah melirik Agnes yang terus memperhatikan Aesa. "Tuh contohnya."

Mengalihkan perhatiannya dari Aesa menuju Agnes, Rima mengerjapkan mata. "Lho? Ayah sama Ale nya mana? Kok kamu ke sini sendirian?"

"Mas Anton sama Ale lagi ke rumah sakit--"

"Siapa yang sakit?" Tanya Marwah dengan cepat.

"Ale... Dia jatuh di dorong sama si ini nih." Dengan jari telunjuk, Aesa mendorong kening Agnes yang berada dekat di kakinya. "Si nakal."

"Hah!" Marwah dan Rima sama-sama tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka, membuat Aesa mengerjapkan mata.

"Kok bisa?" Pertanyaan 2 orang itu tidak dihiraukan Aesa karena perhatiannya dengan cepat beralih ke Agnes.

"Nakal apasi? Aku kan cuman enggak mau kamu deket-deket sama si perusak--"

"Heh!" Aesa menggunakan suara untuk menegurnya, telapak tangannya kini sudah menutup akses mulut anak itu. "Kalo ngomong yang bener."

"Akwuda--" Berkat mulutnya di tutup, suara yang keluar menjadi tidak jelas sehingga kini dia berakhir menertawakan dirinya sendiri. "Hahaha!"

Beberapa jam yang lalu anak perempuan ini terlihat sulit diatur bahkan ayahnya sendiripun nampak kewalahan namun kenapa bersama Aesa yang merupakan orang asing bisa sebegitu dekat dan nurut?

Seketika Rima mengambil kesimpulan, mungkin dengan dekatnya salah satu anak dengan seorang wanita dewasa seperti sekarang ini akan membuat Donzello Anton menikah untuk kedua kalinya.

***


"Kepalanya enggak kenapa-napa kok... Dia cuman kaget." Seorang dokter wanita yang membuka praktek di rumah berbicara kepada pria bongsor yang terlihat khawatir menatap ranjang tempat seorang anak laki-laki dibaringkan. "Tadi katanya di dorong tiba-tiba kan?"

"Iya."

Anton beranjak berdiri dan berjalan menuju Allen yang masih belum sadarkan diri. Sekuat apapun berusaha tenang, keringat masih saja meluncur deras membasahi kening.

"Berarti iya cuman kaget--" Dokter memperhatikan punggung ayah pasien, bertepatan dengan masuknya seorang pria yang lebih pendek.

"Di dorong pas lagi diem terus kepalanya kena pinggir selokan," Sahut Weda yang sudah mendengar cerita lengkapnya saat dalam perjalanan tadi.

Ia dan istrinya hendak ke rumah Estu untuk memberikan Egan setelah selesai mengunjungi acara pernikahan seorang teman, namun tidak disangka saat di pertigaan dia melihat Anton terkena musibah.

"Ya iya berarti, orang lagi diem di dorong ya kaget ... jadi anaknya pingsan." Dokter menuliskan sesuatu pada sebuah kertas di sebuah papan di atas meja. "Pingsannya bukan karena pendarahan atau apa ... karena darah di kepala juga keluarganya sedikit--cuman kegores. Kepalanya juga sedikit benjol tapi nanti bakal kembali seperti semula jadi pa Anton enggak usah panik enggak usah takut. Untuk sekarang kepala Allen akan kami perban."

HARAPAN (ANTON RIIZE #01) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang