•°ep. 13: manggo tree°•

994 91 5
                                    

Ernest memandang bingung bercampur kesal pada Ady yang semakin tantrum tak tahu arah.

Kenapa pula ia bisa sampai di sini bersama adik kelasnya?

Bukankah tadi dirinya tengah bekerja?

"Jawab gue! Dari kapan lo kerja di sini hah?!"

Ernest tidak menjawab dan justru mengangkat sebelah alisnya dengan bingung.

Itu membuat Ady tak habis pikir. Kenapa Ernest masih terlihat sangat tenang?!

"Lo itu kakak kelas gue, anak sekolah gue, gebetan gue!! Masak lo nanya apa hubungan ini semua sama gue?! Masak gue nggak bisa turut campur?! Kan anjing?!"

Ernest agak sedikit terkejut kala Ady tanpa sengaja telah mengungkapkan perasaannya dengan tiba-tiba.

Tapi terlepas dari itu, Ernest tidak ingin terjebak lama-lama bersama Ady. Ia harus kembali untuk bekerja kalau tidak mau dipecat di hari pertama

Ernest bangkit dari duduknya di atas kasur kemudian bergerak menuju pintu keluar kamar. Namun langkahnya harus terhenti karena terhalang oleh Ady

"Lo belum jawab pertanyaan gue! Sejak kapan lo kerja? Sejak kapan lo nari-nari kayak pelacur gitu?!"

PLAK!

Ady merasakan perih pada pipinya yang ditampar Ernest. Ini kedua kalinya ia ditampar sang kakak kelas setelah terakhir kali saat di kantin.

Ernest terlihat marah. Tatapan dinginnya semakin menusuk jiwa Ady dengan kekesalan yang sudah tidak bisa dibendung.

"Jangan sesekali lo hina pole dance! Dan jangan sentuh gue lagi!"

Itu kalimat terpanjang yang pertama kali Ady dengar dari Ernest.

Ketika Ernest kembali berjalan melewatinya dan menyentuh gagang pintu, Ady sekali lagi menahan Ernest untuk tidak pergi.

"Ernest! Oke! Oke! Gue salah! Gue minta maaf! Hiks... Nest! Please, jangan balik ke sana.." suara Ady memelan di akhir kalimat berbarengan dengan air matanya yang mulai turun.

Ernest kembali dibuat terkejut. Kenapa Ady malah menangis?

"Hiks.. Ja-jangan.. Lo jangan balik ke sana.. Hiks.. Lo m-mau cium orang-orang di sana ka-kan?"

Ady berucap dengan terbata karena diselingi sesenggukan dan tangisan yang masih belum berhenti. Ingus juga air matanya dengan cepat bercampur dan sekarang justru sulit dibedakan.

Kedua tangan Ady menggenggam ujung kemeja transparan Ernest, menahannya agar tidak pergi.

Helaan napas terdengar. Ernest memberanikan dirimeraih kedua tangan milik Ady dan menggandengnya. Ia mengurungkan niat untuk meninggalkan si adik kelas.

Ernest mengusap sekilas kedua tangan Ady dengan gerakan lembut. Kemudian menggeleng pelan ketika bertemu tatap dengan bocah bongsor yang ternyata cengeng di hadapannya.

"Lo ng-nggak bakal ciuman sama mereka?" tanya Ady, mulai sedikit tenang walau masih menangis.

Ernest membalas dengan anggukan. Ekspresinya melunak agar Ady tidak semakin kacau.

"Lo nggak bakal pergi kan?"

Ernest mengangguk sekali lagi. Membuat Ady seketika menghela napas lega.

Perlahan Ady melepas tangan Ernest dan mengusap wajahnya yang terasa basah. Mulut, hidung, dan pipi milik Ady juga ikut merah karena habis menangis.

Maklum, beliau ini Cina kw, makanya gampang merah.

"Jangan ke mana-mana, di sini aja.. Ya?" tanya Ady untuk yang terakhir kali.

Salah satu tangannya kembali terangkat untuk memegangi ujung lengan kemeja transparan yang masih Ernest kenakan.

"Iya."

Ernest tidak punya pilihan lain. Atau dari awal selalu seperti itu karena Ernest memang tidak bisa menolak Ady.

__•°•__

> Hari ke-10 taruhan Ady:

Hari ini Ady sebenarnya tidak ingin menemui Ernest. Tapi kala ia tengah bersantai di atas pohon mangga yang ada di belakang sekolah, Ady tanpa sengaja melihat sang kakak kelas datang dengan sedikit celingukan.

"Psshh... Psshh.." Ernest berdisis sambil berjongkok tak jauh dari pohon yang Ady naungi bersama beberapa sarang burung.

Ady kemudian menunduk untuk melihat apa yang Ernest lakukan di bawah sana. Tak lama, seekor kucing datang menghampiri Ernest.

Kucing belang tiga yang kurus tapi  dengan perut buncit, sepertinya dia kucing betina yang sedang hamil.

"Hari ini gue bawa yang rasa tuna, lo nggak masalah kan?" tanya Ernest pada si kucing, dsn ajaibnya kucing itu menyahut untuk menjawab.

Ady bisa menyadari kalau kakak kelasnya yang bersifat padat seperti bongkahan es ini tampak mengulas senyum saat kini memberi makan kucing belang yang hamil di belakang sekolah.

Senyum yang sekali terlihat langsung membuat Ady terperangah tanpa berkedip.

"Bentar lagi lo bakal lahiran kayaknya, mau gue bawa ke bidan sekarang? Buat jaga-jaga kalo air ketubannya tiba-tiba pecah."

Ady dengan segera menutup mulut menggunakan kedua tangan, menahan suara tawanya keluar atau ia akan ketahuan sedang menonton Ernest berbincang dengan kucing liar hamil dari atas pohon mangga—yang semenjak istirahat tadi telah dijadikan tempat nongkrong sementara.

Dia baru menyadari kalau Ernest bisa banyak bicara juga. Apalagi topik pembicaraannya lebih tidak masuk akal dari topik milik Ady.

Ernest beranjak duduk di bawah pohon dan bersandar pada batangnya. Ia membiarkan si kucing betina melahap habis makanan kaleng yang dibawanya

"Penyet, nanti kalo lo punya anak, anaknya jangan ditelantarkan. Biar nggak kayak bokap gue," ucap Ernest pada Penyet—panggilan yang ia berikan pada si kucing belang.

Ady yang mendengar perkataan Ernest barusan seketika terheran. Apa maksud dari kalimat Ernest?

__•°•__

To be continued...

Secret side: Ernest | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang