•°ep. 10: a little chance°•

992 90 2
                                    

Ady menyerahkan tupperware Spiderman yang dia bawa pada Ernest.

Tanpa disangka, pemberian Ady diterima. Tidak seperti sebelumnya ketika Ernest akan langsung pergi tanpa mengatakan apa pun.

"Gue mau minta maaf soal kemarin. Lain kali, gue usahakan nggak bikin lo marah. Tapi kalo nggak bikin lo kesel, gue nggak janji." Ady nyengir kuda pada akhir kalimat di permintaan maafnya.

Ernest hanya mengangguk, kemudian balik badan dan hendak menjauh dari area loby sekolah—tempat pilihannya untuk berbicara dengan Ady.

Tapi sebelum Ernest benar-benar melangkah untuk kembali ke lapangan, ia harus berhenti sekali lagi karena Ady tiba-tiba menghadangnya.

"Jadi lo maafin gue?" tanya Ady memastikan, direspon anggukan singkat dari Ernest.

"Lo nggak marah lagi sama gue?" tanya Ady lagi, direspon Ernest dengan anggukan lagi.

"Lo bakal makan browniesnya?" lanjut Ady, dan Ernest mengangguk.

"Kalo besok gue kasih barang lagi atau gue ajak main, lo mau?"

Tanggapan Ernest sedikit berbeda kali ini, dia mengendikan bahu dengan acuh tak acuh.

"Pulang sekolah mau beli eskrim? Hari ini gue bawa sepeda juga."

Ernest tidak memberi gesture sebagai jawaban. Dia segera melangkah melewati Ady dan berjalan sedikit cepat untuk pergi ke lapangan.

Hanya saja kita semua tahu kalau manusia modelan Ady yang urat malunya sudah putus tidak akan menyerah semudah itu.

Ernest berhasil dicegat kembali oleh Ady kemudian ditanyai pertanyaan yang sama.

Helaan napas terdengar, percuma jika Ernest mengabaikan Ady. Bukannya menjauh, bocah edan ini malah semakin tantrum.

"Gimana? Pulang bareng gue ya? Kita beli eskrim, atau gue deh yang beliin lo eskrim!" tanya Ady tiada henti, Ernest jadi pusing sendiri.

"Ya ya ya ya?!! Mau ya?! Gue beliin Magnum deh!" Ady tetap berusaha mengajak Ernest dengan iming-iming membelikan eskrim bermerek mahal.

Ernest menghela napas lagi, dia menggeleng lalu menatap Ady dengan tajam sebagai bentuk penolakan.

"Tapi gue mau pulang sama lo! Lo nggak ada rasa kasihan sama gue? Dari awal gue ngomong sama lo, gue dicuekin terus!" Ady mulai mengeluh, dan keluhannya membuat kening Ernest mengkerut karena berasa disalahkan.

"Sekali aja kenapa sih? Lo terima ajakan gue, ya? Gue nggak ada niat jahat, gue cuman mau beli eskrim bareng sama lo! Nggak lebih!"

Ady semakin mengeluh dan mengeluarkan unek-unek hatinya di hadapan Ernest tanpa henti.

Sampai Ernest muak kemudian tanpa aba-aba menyuapi mulut Ady dengan brownies dalam tupperware Spiderman keramat yang tadi ia terima.

"Udah?" tanya Ernest pelan, membuat Ady refleks mengangguk karena tersihir suaranya.

Setelah mengunyah lalu menelan brownies buatannya yang ternyata kemanisan dicampur keasinan dalam mulut, Ady kembali mengajak dengan pidato panjang lebar. Memaksa Ernest untuk mengangguk pada akhirnya.

"BENER?!!"

Ernest mengangguk untuk kesekian kalinya karena pertanyaan Ady. Lehernya sudah mulai merasa lelah.

"YES!! Kalo gitu, gue tunggu di depan gerbang sekolah! Lo pasti dateng kan nanti?!"

Oh tuhan, kenapa Ernest harus berhadapan dengan mahluk ciptaanmu yang banyak tanya, petakilan, selengek-an, dan sableng di luar akal sehat begini?

__•°•__

Ady tersenyum gembira saat melihat Ernest keluar dari area parkir bersama sepedanya. Kala mereka berada pada jarak dekat, Ernest segera menyerahkan tupperware Spiderman keramat kepada pemiliknya.

Tupperware itu ringan, isinya sudah kandas. Sepertinya Ernest mampu memakan semua brownies rasa asin manis asem buatan Ady.

"Yuk! Kita beli eskrim!" ajak Ady setelah meletakan tupperware Spidermannya dalam tas. Ia segera berjalan lebih dulu untuk menuntun sepedanya.

Sementara Ernest terdiam, dia bingung kenapa Ady tidak mengendarai sepeda dan malah berjalan.

"Warung eskrimnya deket. Tuh, di samping sekolah," ucap Ady begitu menyadari Ernest tidak bergerak dari tempat karena dirinya belum memberitahu di mana mereka akan beli eskrim.

Keduanya lalu berjalan beriringan di terotoar dengan sepeda masing-masing. Berbeda dengan Ernest yang ekspresinya sedatar jalan tol, Ady justru cengangas-cengenges.

"Nest, gue boleh nanya nggak?"

Inilah yang Ernest takutkan ketika menerima tawaran Ady. Pertanyaan atau ocehan Ady yang bagai podcast radio tenaga surya membuat Ernest kewalahan dalam mendengarkan apalagi menjawab.

Melihat Ernest menggeleng, Ady langsung cemberut. Tapi dalam otak ajaib Ady muncul sebuah ide yang mungkin bisa diterima si kulkas Antartika.

"Gue nanya dikit aja, lo cuman perlu jawab pake satu kata atau gerak tubuh gitu. Ya ya ya ya??! Please..."

Ady mulai merengek, dan Ernest tahu jika dia menolak maka urusan mereka akan lebih panjang.

Sehingga dia memutuskan untuk mengangguk dengan helaan napas yang terdengar sangat pasrah.

"Oke, pertama. Lo Ernest Erlangga, kelas XI MIPA 1, umur tujuh belas  tahun, kapten voli putra, juara dua pararel kelas XI, dan pemenang olimpiade pidato bahasa Inggris nasional tahun lalu. Benar?"

Kening Ernest mengkerut, kenapa Ady bisa tahu sebanyak itu tentang dirinya?

Namun di detik berikutnya Ernest mengangguk karena apa yang dikatakan Ady memang benar.

"Kedua. Lo singgel dan nggak pernah pacaran sama sekali, benar?" Ady mengutarakan pertanyaan berikutnya.

Begitu Ernest mengangguk, senyum Ady makin cerah dan segera mengeluarkan suara lagi.

"Ada rencana buat nyari? Atau ada orang yang lo suka?"

Kali ini Ernest menggeleng, membuat senyum Ady makin lebar. Sepertinya satu kendala telah hilang dalam misi Ady membuat Ernest jatuh cinta padanya.

__•°•__

To be continued...

Secret side: Ernest | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang