•°ep. 17: thank's to Maria°•

720 53 1
                                    

Ady bisa merasakan tatapan menusuk dari Ernest ketika ia duduk dan bercakap-cakap dengan Maria—perempuan di bakery shop yang ternyata adalah pemilik sekaligus kakak perempuan Ernest.

Meski sebenarnya, Ady tidak melihat kemiripan sedikit pun dari mereka berdua.

Ernest berkulit sedikit kecoklatan dan memiliki rambut hitam, khas orang Indonesia dengan garis wajah yang identik ke orang-orang di Jawa Tengah.

Sementara Maria justru sebaliknya. Kulitnya putih, tinggi badan Maria bahkan menyamai Ady—tidak seperti perempuan lokal kebanyakan yang bertubuh pendek.

Rambut Maria coklat terang, hampir terlihat merah dan itu memang warna rambut aslinya. Mata milik Maria juga berwarna Hijau. Dia lebih mirip orang luar negeri.

Jadi, apa kedua orang ini benar-benar kakak-beradik?

Ady sebenarnya ingin bertanya. Tapi melihat kondisi mood Ernest tidak kondusif semenjak ia ditawari Maria untuk ikut makan malam, Ady menahan niat untuk menanyakan isi pikirannya.

Tubuh Ady terlonjak kaget ketika Ernest meletakan gelas berisi coklat panas pada meja makan di hadapannya dengan agak kasar.

"Kapan lo pergi?" ucap Ernest tidak bersahabat, seperti tengah mengusir Ady.

"Duh Nest! Nggak sopan begitu sama tamu! Lagian kita habis makan malam juga, masak langsung marah-marah sih?"

Teguran Maria menyelamatkan nyawa Ady yang mungkin akan tercabut karena Ernest jika mereka hanya berdua saja saat ini.

Ernest terlihat menggerutu, ia merasa kesal. Kemudian mengambil tempat  duduk di sebelah Maria agar bisa mengawasi jelmaan dajjal super menyebalkan yang berstatus sebagai adik kelasnya ini.

Ady cengengesan. Tau jika Ernest terganggu karena kehadirannya yang terus muncul, bahkan sampai ke ranah di lingkungan rumah dan menemui salah satu anggota keluarganya.

Tapi Ady tidak punya pilihan lain, ia harus menyelesaikan tantangan ini agar bisa mendapatkan makan gratis selama tiga bulan.

Di sisi lain juga, Ady sebenarnya mulai sedikit penasaran dengan Ernest.

Percakapan antara Maria dengan Ady berlangsung sangat lama. Maklum saja, kedua orang ini adalah jenis mahluk extrovert yang akan menyambung topik pembicaraan dari tengah matahari sampai ujung tata surya jika dipasangkan bersama.

Mereka bahkan tidak terlalu memperhatikan Ernest yang mendadak menjadi tokoh sampingan dan sudah lelah jasmani rohani karena terus menerus mendengar pembicaraan non-stop di sekitarnya.

"Oh, pantes kamu kayak orang Cina! Ibu kamu asal Beijing sih!" ucap Maria setelah mendengar sedikit cerita tentang silsilah keluarga Ady.

"Heheh, iya Mbak. Cuman karena dulu sebelum nikah, Mama sempet tinggal lama di sini bareng keluarga Papa, makanya jadi fasih bahasa Indonesia."

Maria manggut-manggut mendengar cerita sekilas tentang perjalanan hidup keluarga Ady.

Pihak keluarga ayahnya yang punya bisnis di Central Asia membuat anak laki-laki di keluarga mereka punya lebih banyak kenalan di luar wilayah  South east Asia.

Itulah mengapa Linda—yang sebenarnya bernama Lin Daiyu, kini menikah dengan ayah Ady. Atau Miyabi yang menikahi ayah Ren—sepupu Ady, kedua pasangan ini berkenalan karena urusan bisnis.

Di tengah percakapan tiba-tiba ponsel Ady berdering. Ia kemudian beranjak dari duduk setelah meminta izin lebih dulu untuk menerima panggilan yang ternyata dari ibunya.

"Ha? Terus Abang tidur di mana?"

Suara Ady sayup-sayup terdengar. Bocah bongsor itu terlihat gelisah karena baru mendapat pemberitahuan kalau Linda bersama adik-adiknya pergi menjemput sang ayah ke bandara dan akan langsung mengidap di hotel terdekat.

Sang ibu berkata kalau kunci rumah terbawa dan baru disadarinya setelah menempuh setengah perjalanan menuju bandara.

"Kok kita nggak bikin kunci cadangan sih?" Ady menggerutu begitu sambungan telepon terputus.

Ia beralih mengotak-atik ponsel, mencari nomor Ren, Jonathan atau siaplah yang bisa memberikannya tempat untuk menginap malam ini.

"Kenapa Dy?" Maria memutuskan bertanya setelah melihat gelagat Ady yang terlihat kurang baik.

"Mama gue pergi keluar kota Mbak, kunci rumah dibawa sama dia. Gue nggak bisa balik karena nggak ada kunci cadangan," jelas Ady. Masih berdiri karena sibuk mengirim chat siaran ke seluruh kontak yang ia miliki.

Dasar anak edan!

Sepertinya Ady berencana akan menggangu semua orang sampai ia menemukan tempat untuk menumpang!

"Ouh.. Nginep di sini aja gimana?" ajak Maria dan apa yang ia katakan sukses mengundang tatapan terkejut dari Ernest.

Ernest bangkit berdiri dari posisi duduknya. Memandang tidak percaya pada Maria. Ia jelas-jelas menolak gagasan sang kakak untuk mengajak Ady menginap di rumah mereka. 

Wajar saja Ernest tidak menerima apa yang Maria putuskan, Ady adalah manusia di urutan pertama dalam daftar hitam orang paling dihindarinya. 

"Serius Mbak?" tanya Ady penuh harap, mengabaikan Ernest yang kini beralih melihatnya semakin nyalang.

"Iya dong! Kamu bisa tidur di kamar Ernest, kasurnya lumayan gede, pasti muat buat dua orang,"

"Kak?! Yang bener aja?!" sergah Ernest, akhirnya mengeluarkan suara karena semakin kesal dengan Maria yang berbicara seenaknya.

"Kenapa? Kasian loh Ady, lagian sekarang juga udah larut malem. Kalo dia ketemu begal pas pulang gimana?" 

Ernest mendengus keras. Ia lebih baik mengamini kemungkinan yang Maria sebutkan barusan dan mendengar kabar duka tentang Ady yang meninggal karena dikokop golok milik begal, daripada harus menerima si adik kelas untuk menginap malam ini.

__•°•__




















__•°Maria Erlangga°•__

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__•°Maria Erlangga°•__

(26 th)

__•°•__


To be continued...

Secret side: Ernest | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang