Ady tersenyum lebar sepanjang perjalanannya menuju kamar Ernest. Terima kasih karena kegigihan Maria yang meyakinkan sang adik untuk mengijinkan Ady menginap.
Kini ia bisa menjalankan berbagai rencana yang sudah disusunnya untuk meluluhkan hati dan mengetahui lebih banyak hal tentang Ernest.
"Jangan sentuh apa-apa."
Itu kalimat pertama yang Ernest keluarkan kala mereka berdua sudah berada dalam kamar dominan warna hitam tertata rapi kecuali kasur yang selimutnya masih ucel-ucelan.
Anggukan patuh Ady berikan pada Ernest sebagai respon. Ia kemudian beranjak berkeliling untuk melihat-lihat dan berusaha menahan tanggan yang biasanya pecicilan untuk menyentuh barang-barang milik Ernest.
Ady masih asik mengamati area meja belajar, membiarkan pemilik kamar sibuk merapikan selimut dan tempat tidurnya.
Tumpukan buku dan alat tulis menghiasi meja belajar Ernest. Pada area dinding di atas meja belajar, Ady bisa melihat beberapa rak tempel yang menopang piala dalam jumlah banyak dengan medali yang tergantung.
Lanjut ke sisi lain kamar, Ady juga mendapati benda-benda yang digunakan untuk olahraga seperti barbel, beberapa sepatu lari, tali lompat, dan tentunya bola voli.
Namun ada sesuatu yang begitu menarik perhatinan Ady. Sebuah tiang besi kokoh yang berada cukup dekat dengan pojok kamar. Tiang besi yang tertancap ujung pangkalnya pada atap dan lantai kamar. Tiang ini familiar, Ady merasa pernah melihat tiang ini sebelumnya di...
"CLUB!!" ucap Ady setengah berteriak, mengundang perhatian Ernest yang baru saja selesai menyusun bantal.
"Lo juga masang tiang pole dance di rumah?" tanya Ady ketika telah berada di sebelah tiang dengan tangan yang teranngkat untuk menunjuk benda yang ada di sebelah tubuhnya.
Menahan diri untuk tidak menyentuh tiang itu. Ady masih ingin berada di sini, jadi ia harus benar-benar mematuhi Ernest selaku tuan rumah kalau tidak mau di usir.
Ernest mengangguk, ikut beranjak mendekati tiang. Tatapannya sendu melihat ke arah tiang pole dance yang telah menarik perhatian Ady.
"Nari buat gue dong!" Ady kembali berucap. Kini membuat Ernest memberinya eksprsi bingung dengan sisa kekesalan yang kentara terlihat.
Ady gelagapan. Agak merutuki mulutnya yang suka ceplas-ceplos ketika situasi yang seringnya tidak begitu mendukung.
"Y-yah... Lo tau lah... Waktu itu gue cuman liat lo nari bentaran aja, terus tanpa liatin muka lagi. Makanya gue minta lo na-nari sekarang di sini, hehe.."
Ady nyengir kuda. Untuk pertama kalinya merasa canggung di hadapan Ernest. Apa mungkin karena kejadian di club malam itu berisi adegan-adegan di luar prediksi BMKG yang dilakukannya tanpa berpikir panjang lebih dulu?
Kalian taulah..
Adegan seperti ciuman, penculikan paksa karyawan saat jam kerja, atau Ady yang menangis dan merengek pada Ernest di akhir pertemuan mereka.
Saat Ady sudah siap dengan segala penolakan yang akan Ernest berikan, ia secara ajaib justru mendapat reaksi sebaliknya. Si kulkas Antartika mengangguk singkat pada adik kelasnya.
Membuat Ady loading beberapa detik, sebelum akhirnya memekik karena terkejut alay.
"Lo mau?!"
Sekali lagi Ernest mengangguk. Dengan isyarat lewat gestur tubuhnya, ia menyuruh Ady untuk duduk di kasur agar bisa menonton.
Sekali lagi, Ady mengikuti perintah yang lebih tua selayaknya peliharaan penurut yang patuh pada majikannya. Ia dengan hikmat menunggu Ernest melakukan peregangan sebelum menari.
Jika bisa di bayangkan, mungkin penampakan Ady lebih mirip anak anjing besar yang duduk dengan ekor mengkibas senang karena akan diberi hadiah.
Ernest meneraturkan napasnya sejenak dengan mata tertutup. Lalu sepersekian detik kemudian, tangannya terangkat.
Ady mulai menonton tubuh Ernest yang bergerak pelan, menari di depan tiang dengan sensual. Ia bisa merasakan sesuatu saat Ernest tiba-tiba membuka matanya.
Pandangan dari jelmaan freezer eskrim Indomaret itu seakan langsung menatap ke dalam jiwa milik Ady.
Membuat Ady jadi menahan napas dengan jantung berdebar kencang. Sorot matanya tak lepas dari setiap gerakan tarian Ernest yang kini sudah berpegangan pada tiang.
Tubuh Ernest terangkat dari lantai. Bertopang pada tiang penyangga, dia lantas berputar dan meliuk-liuk dengan gerakan yang terlihat anggun juga kokoh secara bersamaan.
Ady memandang penuh damba pada kakak kelasnya. Ernest terlihat sangat menikmati pole dance. Namun ada emosi lain yang juga merundungnya semenjak gerakan pertama tarian dimulai.
Emosi itu di sadari Ady. Ernest nampak sedih, setiap mili dari gerakannya seakan mengekspresikan kehilangan dan kekecewaan, juga sebersit rasa takut? Entahlah, semua melebur jadi satu.
Ernest melakukan split di depan tiang, kemudian bangkit perlahan naik dengan posisi tangan yang keduanya di atas kepala.
Berbarengan dengan sepenuhnya tegap badan Ernest yang bersandar pada tiang, ia menyadari Ady sudah berada selangkah di hadapannya.
Ady bisa menyaksikan dahi Ernest mulai berkerut, kebiasaan si kakak kelas jika tengah dihampiri kebingungan.
"Gue mau pelukan, boleh?" tanya Ady, ia menunduk seraya memainkan ujung baju. Sesekali matanya mencuri pandang pada orang di depan, penasaran dengan reaksi apa yang akan Ernest berikan.
"Sebentar aja, lima menit," Ady memberikan penawaran, tangan terangkat memperlihatkan kelima jarinya pada Ernest.
"Kenapa?"
Ady mendongak, lalu menggeleng pelan sebelum memberikan jawabannya. "Nggak ada alasan khusus. Lo keliatan sedih, makanya pengen gue peluk."
Ernest tidak memberi jawaban apa pun selama beberapa menit. Membuat keheningan tercipta di antara mereka sampai akhirnya ia menjawab. "Lima menit."
__•°•__
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret side: Ernest | BL
RomanceSeries cerita Secret side: Arsa __•°•__ "Ini gue traktir, soalnya yang manis-manis kayak lo biasanya minum Pop ice rasa coklat." - Adyasa Narendra __•°•__ Ini cerita tentang jamet muka bintang laut a.k.a Adyasa Narendra. Dimulai ketika ia kalah dal...