•°ep. 9: the new beginning°•

985 76 4
                                    

"Enggak ya! Mana tahan gue sama orang kaku kayak gitu?!"

Yudhis mengangkat sekilas bahunya sebelum berpindah tempat duduk lagi menjadi di bangkunya sendiri.

"Buktinya anda kelihatan niat sekali untuk mendekati beliau," ucap Yudhis memposisikan dirinya menghadap Dero dan Ady.

Lagaknya sudah mirip polisi berpangkat tinggi yang tengah mengintrogasi maling kambuhan.

"Karena saudara Ady sangat terniat sekali mendekati saudara Ernest, bagaimana jika hukumannya kita rubah sedikit?"

"Hah? Maksud lo?"

Senyum jahil Yudhis semakin melebar. Sementara ketiga orang temannya terheran sekaligus penasaran menanti apa yang akan dia ucapkan selanjutnya.

"Lo jadian sama Ernest."

Ady terdiam, lalu di beberapa detik setelahnya dia refleks berdiri dari duduk. Pandangan Ady menatap tidak percaya pada Yudhis.

"Udahlah, lagian yang kemarin cuman karena main. Nggak usah di—"

"Justru itu Jo! Kita bikin ini semakin menarik! Tenggat waktunya juga nambah kok, tiga bulan. Kalo Ady bisa jadian sama Ernest setelah tiga bulan, gue kasih Breguet watch gue ke lo."

Semua orang di sekitar Yudhis terdiam. Apa yang tengah bocah SMA ini katakan?! Dan lagi, merek jam yang dia sebutkan memiliki harga yang cukup fantastis!

"Dhis, lo jangan bercanda gitu dong,"

"Mana ada? Gue lagi serius kok," ucap Yudhis untuk menjawab kalimat Dero yang sepertinya sudah ketar-ketir lebih dulu.

Di sisi lain Ady nampak berpikir. Ia berada di mode serius, mode yang jarang dia gunakan selama hidup hampir lima belas tahun.

Ady menelisik raut wajah Yudhis, mencari maksud sebenarnya dari apa yang tadi disampaikan kawan secirclenya ini.

"Dan kalo gue nggak bisa?" tanya Ady, sukses membuat Dero apalagi Jonathan terkejut.

"Kasih gue izin buat pacaran sama adik lo yang cewek."

"Hah?"

Ady, Dero, dan Jonathan seketika cengo. Atmosfer yang sebelumnya sedikit aneh dan tegang kini langsung berubah seperti semula, di mana kebodohan apalagi keradoman masih merajalela di antara empat sekawan kurang kerjaan ini.

"Eheheh... Gue suka sama Anindyas, udah setahun sih. Makanya pas tau lo kakaknya gue rada shock," jelas Yudhis dengan cengangas-cengenges.

"Dia masih kelas IX, masih SMP!"

"Ya gue tungguin sampe dia gede."

Ady menggeleng, tak habis pikir dengan jalan pikiran Yudhis. Padalah kayak orang bener, tapi mereka sama saja ternyata.

Setelah Ady kembali rileks dan duduk pada bangku miliknya, Yudhis lanjut mengoceh tentang awal pertemuannya dengan Dyas dan bagaimana dia bisa menyimpan rasa pada perempuan tomboi yang berstatus sebagai adik dari Ady.

"Jadi gimana? Lo terima tawaran gue?"

"Nggak!"

Mendengar jawaban Ady membuat Yudhis terkejut. Bahunya mendadak turun dengan lesu.

"Lo tanpa nawarin ginian juga gue kasih izin ege!"

Ady tertawa melihat tampang terkejut Yudhis, sementara Dero dan Jonathan terkekeh pelan sambil mengulas senyum.

"Tapi gue ganti lagi! Kalo Ernest nembak gue dalam tiga bulan, lo semua harus beliin gue makan tiga bulan!"

__•°•__

> Hari ke-8   ̶h̶u̶k̶u̶m̶a̶n taruhan Ady:

Ady menundukkan kepala dalam-dalam pada posisinya yang tengah bersimpuh di depan Freya.

Banyak murid-murid lain yang berlalu lalang melewati pintu masuk lapangan indoor sekolah—tempat keduanya tengah berada, dibuat bingung sendiri.

Kondisi yang menimpa Ady sebenarnya adalah dampak akibat dirinya yang nekat masuk dan menyelinap ke ruang loker pria dalam lapangan untuk menemui Ernest.

Ady hendak memberikan tupperware Spiderman keramat berisi brownies yang telah dia buat. Namun sayangnya, misi itu harus tergagalkan karena kehadiran Freya.

"Lo ngajak ribut?"

"Ng-nggak Kak! Sumpah! Ma-maksud gue nggak gitu! Gue cuman mau ketemu Ernest, gue mau minta maaf ke dia soal yang kemarin!"

Satu pertanyaan Freya ternyata sukses membuat Ady panik jiwa raga lahir batin.

Percuma beliau ini punya badan bongsor!

"Ayolah Kak? Gue mohon, kasih gue ketemu Ernest.. lima belas meniiiitttttt aja," ucap Ady, masih bersikeras membujuk si manager.

Dia bahkan sampai menyembah Freya dan membuat orang-orang di sekitar semakin memperhatikan.

"Dih! Apaan sih lo! Jangan gitu woi!!"

Semakin Freya mengusir Ady semakin kuat tekad Ady untuk membujuknya. Kini, Ady justru menangis sambil memeluk kaki Freya dan memohon semakin keras.

Kok jadi buat sinetron kisah nyata sih?

Untung saja kemunculan Ernest yang membuka pintu masuk lapangan di belakang Freya menghentikan aksi dramatis dari adik kelas mereka yang sengkleknya dunia akhirat.

Ady dengan cepat berdiri, dan mendorong bahu Freya agar bisa berhadapan dengan Ernest. Dia mengusap airmatanya sekilas sebelum mengeluarkan senyum paling manis.

"Gue mau ngomong bentar sama lo, boleh?" tanya Ady, dan seperti biasa tidak mendapat respon berarti selain wajah datar ditambah tatapan tajam dari Ernest.

"Heh! Lo jadi anak kok kupingnya tebel banget sih?! Dibilang—"

"Freya," panggil Ernest, seketika menghentikan Freya yang hendak memarahi Ady.

Ady juga ikut mematung. Suara Ernest terdengar, unik?

Begitu tegas, tapi tetap tenang dan lembut. Akan sangat candu jika harus didengar berulang-ulang.

Kala Ernest mengalihkan pandangannya dari Freya ke arah Ady, dia bisa melihat kalau si adik kelas mendadak gugup.

"Ikut gue," ucap Ernest sekali lagi sebelum berjalan lebih dulu.

Ady saling pandang dengan Freya sebentar, setelahnya mengucap permisi dengan canggung dan menyusul langkah Ernest yang semakin dikejar semakin terasa jauh.

__•°•__






















_•Freyani Pramanda•_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_•Freyani Pramanda•_

(17th)

__•°•__

To be continued...

Secret side: Ernest | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang