•°ep. 15: daddy issue?°•

902 67 1
                                    

> Hari ke-11 taruhan Ady

"Nest, gue boleh nanya nggak sih?" tanya Ady sebelum mengajukan pertanyaannya yang sebenarnya.

Tentu saja dibalas Ernest dengan gelangan malas sebelum ia akhirnya melanjutkan kegiatannya untuk menjawabi buku LKS fisika tanpa memerdulikan raut kesal Ady.

"Hari jumat lo sibuk nggak? Ngedate yuk?" 

Kalimat Ady berikutnya sukses membuat Ernest menghentikan tangan yang menulis untuk menoleh ke arah Ady.

Keningnya mengerut, ekspresi bingung kentara ia tunjukan. Membuat si adik kelas jadi gemas sendiri.

"Ngedate Nest! Jalan bareng! Gue sama lo, ngerti?!" ucap Ady sedikit keras dan sepelan mungkin seperti tengah mengajari alien planet ajojing untuk berbicara dengan bahasa Indonesia.

Ernest mendengus, kini terlihat kesal sendiri karena cara bicara Ady. Tanpa diberitahu arti 'date' juga pasti Ernest tahu. Dia hanya bingung kenapa Ady justru mengajaknya?

"Gini loh, gue nggak ada maksud jahat ya. Cuman mau ngajak lo main, sama gue denger ada toko buku yang baru buka deket-deket situ. Kali aja lo mau mampir?" ucap Ady memberikan alasannya.

Namun Ernest tidak memberikan jawaban, tetap berekspresi bingung.

"Oke, jumat ini kita ketemu di taman deket sekolah. Gue tunggu di sekitaran air mancur ya?" 

Tanpa menunggu jawaban Ernest—yang diyakini tidak akan terdengar, Ady segera bangkit dari duduknya. Ia melambai sekilas sebelum keluar dari area perpustakaan.

Setelah banyak belajar dari interaksi sepihak yang Ady lakukan dengan Ernest, dia menyimpulkan kalau tiga puluh menit adalah waktu paling lama Ernest bisa betah berada di sekitaran orang lain.

Karena Ady sudah menempeli si kulkas Antartika cukup lama, ia harus pamit undur diri sebelum Ernest yang pergi dengan perasaan kesal.

__•°•__

Ady ambruk di sebelah Jonathan dengan seragam olahraga yang basah karena keringat. Seluruh kulit putihnya memerah setelah panas-panasan bermain kasti.

"Lo.. Huft.. Nggak ad—huft.. Niatan ngasih gue.. Huft.. Minum?!" ucap Ady walau napasnya tidak teratur. Inisiatif bertanya sendiri pada Jonathan yang tengah santai minum es cekek.

"Lo siapa?"

Ady mengangkat jari tengahnya dengan sisa tenaga pada Jonathan. Matanya mulai tertutup karena merasa silau meski sudah berada di tempat teduh pinggir lapangan. 

Tidak berselang lama, Yudhis datang mendekati dua sekawan masa kecil itu, tangannya juga membawa es cekek.

Kala teman-teman mereka ribut mau bermain kasti setelah guru yang mengajar olahraga hari ini pergi, Yudhis justru ngacir ke kantin.

Kalau Jonathan memang dari awal tidak ikut olah raga karena dia bilang kakinya masih sakit.

"Dy, lo masih deketin Kak Ernest?" tanya Yudhis begitu duduk di dekat tempat Ady merebahkan diri. Ia mendapat dehaman singkat dari Ady sebagai tanggapan.

"Gue denger bokapnya masuk penjara lagi."

Mendengar paparan Yudhis membuat Ady seketika membuka mata dan bangun mengambil posisi duduk. Begitu juga Jonathan, sedikit tersedak es yang sedang diminumnya karena tak kalah terkejut.

"Ini baru kabar burung aja loh ya!" ucap Yudhis, cepat-cepat memberikan disclaimer agar tidak dijatuhi tuduhan menyebar informasi hoax dan mengotori nama baik.

Tapi kalau sudah ngajak bergosip bukanya itu sama saja?

"Lo tau dari mana?" tanya Jonathan, ikut tertarik dengan topik cukup mencengangkan yang dicomot oleh Yudhis.

"Om gue, dia punya temen di perusahaan saham atau konsultan gitulah pokoknya. Nah, bokapnya Kak Ernest ini kerja di sana dan ketahuan korupsi. Dia nilap duit perusahaannya, ya masuk penjara deh,"

"Trus tadi lo bilang 'masuk penjara lagi' kan? Masuknya lebih dari satu kali dong?"

"Makanya dengerin dulu ege! Main motong aja lo!"

Yudhis menempeleng kepala bagian belakang Ady dengan rasa kesal. Membuat bocah bongsor di sebelahnya mengeluh dan merungut tidak jelas.

"Itu kejadian udah lumayan lama, kayaknya pas kita masih SMP. Karena itu juga karir bokapnya Kak Ernest jadi jelek. Gue denger dia kena depresi sampe tega mencabuli anak di bawah umur."

Baik Ady maupun Jonathan tidak memberikan tanggapan apa pun setelah mendengar kelanjutan dari omongan Yudhis.

Kata 'mencabuli' membuat keduanya tersihir untuk seketika diam, berusaha memproses apa yang didenger telinga masing-masing.

Jangan bilang Ernest pernah dilecehkan oleh ayahnya sendiri?!

Apa itu alasannya menjadi sangat tertutup dan tidak suka disentuh?

Jika iya, Ady tidak bisa membayangkan betapa mengerikan trauma yang Ernest dapatkan dari orang tuanya sendiri.

"Jadi... Kak Ernest?"

Yudhis menggeleng ketika Jonathan mulai bersuara, memecahkan keheningan yang sempat terjadi.

"Gue bilang ini cuman kabar burung. Dia masuk penjara karena kasus pelecehan, tapi gue nggak tau siapa korbannya. Lagian mana mungkin Kak Ernest! Anak sendiri masa?! Batangan lagi!"

Perkataan Yudhis berikutnya cukup memberikan sugesti penenang secara tidak langsung pada Ady.

Ia menghela napas lega. Mendenger kemungkinan kalau Ernest tidak mungkin menjadi korban pelecehan bisa membuat Ady merasa lebih tenang.

__•°•__

To be continued...

Secret side: Ernest | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang