•°ep. 16: meet him°•

915 76 8
                                    

>Hari ke-15 taruhan Ady

"Widih!! Ganteng banget anak Mama, mau ke mana?" tanya Linda ketika melihat Ady sudah rapi dengan pakaian necis.

Ini sesuatu yang langka, karena kalau sore-sore begini anak sulungnya itu lebih mirip pengamen jalanan.

"Paling juga mau ngedate, ya nggak?"

Bukan Ady yang menjawab, melainkan Dyas yang datang mendekat ke ruang tengah bersama Kyan, mereka baru selesai mandi.

"Bener Bang? Sama gebetan yang kemarin Abang bilang itu? Lain kali ajak main ke sini lah Bang, biar Mama sama adik-adik juga bisa kenalan," ucap Linda seraya cekikikan tidak jelas.

Tentang Ady yang sekarang dikabarkan punya gebetan juga sebenarnya juga masuk hal langka yang jarang terjadi.

Sewaktu kecil, Ady memang sering pergi keluar rumah. Tidak untuk bermain dengan anak sepantarannya di sekitaran komplek, tapi pergi menemani para lansia ikut senam.

Ady banyak menghabiskan waktunya dengan para orang tua. Dan kalau sudah menjelang sore, Ady akan pulang kerumah membawa berbagai macam barang legend zaman dulu yang diberikan 'teman-teman berumurnya'.

Jika ditanya kenapa bisa sampai seperti itu, jawabannya bervariasi.

Ada yang didapat karena Ady membantu memetik mangga, membersihkan kandang ayam, membantu memijat kaki, atau bahkan diberikan karena ingin diwariskan.

Linda memandangi Ady dari atas sampai bawah, ujung rambut ke ujung kaki. Baru menyadari jika anaknya sudah besar, sudah tahu cinta-cintaan.

"Nanti pokoknya jangan buat anak dulu, pake pengaman kalo kebelet ya?" kata Linda dengan lembut, memberi wejangan seraya menyeka sudut matanya dan menepuk pelan pundak Ady.

"Mama ngomong apa sih?!" balas Ady, tak habis pikir.

Kenapa pula ibunya memberikan petuah sesat dengan ekspresi terharu?!

Meski Ady itu anak dajjal, tetap saja ia tidak berani memikirkan selangkangan sebelum waktu yang legal secara UUD!!

Ady buru-buru berpamitan setelah mencium tangan Linda. Dia sebaiknya segera pergi ke taman dekat sekolah untuk menunggu Ernest.

__•°•__

Sore yang cerah, langit perlahan berubah jingga kala Ady duduk pada bangku yang menghadap air mancur taman.

Dia sudah duduk di sana selama setengah jam lebih. Benar-benar menunggu kedatangan Ernest meskipun ia yakini hal tersebut menjadi sesuatu yang mustahil.

Ady tetap menunggu, masih yakin jika ada keajaiban yang membuatnya bisa lebih dekat dengan Ernest hari ini.

Dua jam telah berlalu, langit sudah gelap, lampu taman telah menyala untuk menerangi sekitaran. Ady memutuskan bangkit dari duduknya.

Kemudian berjalan-jalan seraya berharap bisa menemukan sosok Ernest yang mungkin baru mendatangi taman tempat mereka berjanji.

Keberuntungan yang dipercaya Ady ternyata benar. Ketika berjalan di pinggiran taman yang bersebrangan dengan area pertokoan, Ady melihat siluet Ernest.

Awalnya ia sempat ragu apakah itu benar si kakak kelas atau bukan. Namun setelah memperhatikan lebih seksama, sosok yang dilihat Ady memang Ernest.

Kulkas Antartika itu terlihat sedang membawa dua tumpuk karung dan kota-kota yang entah apa isinya dengan troli barang.

Tanpa pikir panjang Ady menengok kanan kiri, memastikan tidak ada kendaraan yang lewat kemudian menyebrang agar bisa menghampiri Ernest.

Semakin dekat dirinya dengan sang kakak kelas, semakin jelas Ady melihat seragam yang dikenakan Ernest. Baju berkerah berwarna coklat dengan celana bahan dan celemek?

"Ernest!" panggil Ady kala jangkauannya sudah cukup dekat Ernest. Membuat orang yang dipanggilnya berhenti melangkah untuk menoleh ke belakang.

"Ternyata bener, gue kira orang lain tadi," kata Ady ketika telah berdiri di sebelah Ernest.

Seperti biasa, Ady cengar-cengir tidak jelas sedangkan Ernest tetap berekspresi datar. Si kulkas Antartika hanya menggerakkan sebelah alisnya naik—menandakan dia bingung, penasaran kenapa Ady bisa ada di sini.

"Lo lupa? Kan waktu ini gue ngajakin lo ngedate!"

"Oh.." cuman itu tanggapan Ernest, dia lantas lanjut melangkah ke depan sambil mendorong troli barang.

Sementara Ady yang ditinggal begitu saja kini cemberut, kesal sendiri tapi tetap mengikuti Ernest.

"Lo kerja? Lagi sibuk hari ini, makanya nggak dateng ke taman?" Ady mulai melancarkan pertanyaan-pertanyaan yang sudah pasti akan membuat Ernest kelelahan sendiri.

Anak ngentod emang!

"Anyway lo kerja di mana? Jadi apa? Kalo gue liatin baju lo nih ya, kayaknya kerja di cafe gitu nggak sih?" tanya Ady sekali lagi, dibalas Ernest dengan anggukan kala keduanya berbelok di tikungan  trotoar.

Sampai beberapa menit kemudian Ernest memberhentikan langkahnya di depan sebuah bakery shop and cafe bernuansa era victoria.

Akhirnya secuil waktu yang penuh penderitaan bagi telinga Ernest karena mendengar berbagai macam ocehan nyeleneh, tidak bermutu, dan tidak penting dari Ady berakhir.

"Loh Nest? Kok kamu yang bawa bahan-bahannya? Pagawai yang biasa ke mana?" tanya seorang wanita kala Ernest dan Ady telah masuk ke dalam toko.

Dia terlihat muda, juga cantik. Mungkin umurnya tidak jauh beda dengan kakak perempuan Ren—sepupu Ady.

"Sakit," jawab Ernest secara singkat. Ia kemudian berjalan menuju area dapur, dan dengan tidak tahu malunya Ady tetap mengekor pada Ernest.

Sedangkan wanita yang tadi bertanya dibuat bingung karena situasi di mana Ernest tiba-tiba ketempelan oleh orang asing yang tidak dirinya kenal.

Apa ia berhalusinasi? Apa remaja yang mengikuti Ernest adalah mahluk gaib?!

Secara harfiah, Ady emang titisan syaiton...

"Nest! Itu kamu ada yang nempelin di belakang! Kamu liat nggak?" bisik si wanita setelah berjalan cepat menyusul Ernest dan Ady ke dapur.

Ernest yang sedang mengeluarkan bahan-bahan pastry dari kotak yang dibawanya kini menoleh pada Ady. Helaan napas panjang keluar dari mulutnya.

"Dia—"

"Kenalin Mbak, saya calonnya Ernest," ucap Ady memotong perkataan Ernest secara mendadak. Membuat kedua orang di hadapannya langsung cengo karena apa yang mereka dengar.

"Eh?"

__•°•__

To be continued...

Secret side: Ernest | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang