•°ep. 4: too cold!°•

1.6K 99 4
                                    

Suasana di antara empat sekawan tengah tegang menunggu siapa yang akan melewati pintu kantin.

Terutama Ady. Ia was-was membayangkan harus PDKT dengan orang yang bukan-bukan atau orang yang memang bukan orang.

Tiga menit berlalu, tidak ada orang yang datang. Tambah empat menit lagi, masih tidak ada orang.

Ady perlahan mulai merasakan lega karena hanya tersisa sedikit waktu dan belum ada yang melewati pintu kantin. Mungkin ia akan batal menjalankan hukuman ini.

Dua menit terlewati, tersisa satu menit. Ady sudah cengar-cengir melihat ketiga ekspresi teman-temannya yang tampak berubah muram.

"Kok nggak ada orang sih?" desah Dero kesal dengan keadaan.

Namun di sepuluh detik terakhir, tiba-tiba ada seseorang yang datang masuk ke area kantin.

Seorang murid laki-laki, mengenakan jersey sambil menenteng jaket tim voli yang hampir sebagian besar dikenali warga sekolah.

Ady berteriak dalam hati, hukumannya tidak jadi batal.

Jonathan dan Dero ber-yes-ria sama-sama. Tos-tosan seakan melihat tim sepak bola kesayangan mereka lolos piala dunia.

Sedangkan Yudhis mangut-mangut, sambil menahan tawa di sebelah Ady.

"Hahah... Mampus, malah dapet yang paling susah kan lo! Selamat sudah mendapatkan kakel idaman!" kata Yudhis sambil cekikikan.

Ady hanya belas dengan merungut, ia tidak terlalu menghiraukan ketiga anggota gengnya. Pandangan Ady tak lepas dari orang yang baru saja memasuki kantin.

Murid laki-laki itu terus berjalan ke salah satu penjual tanpa memperdulikan keributan buatan Jonathan dengan menarikan tarian syukur didampingi Dero yang ikutan menghidupkan musik rebana dari ponsel miliknya.

"Ernest?" gumam Ady membaca nama pada jersey yang ia kenakan.

Tanpa menunggu lama, Ady segera bangkit dan menghampiri target hukumannya.

Membuat murid laki-laki yang tadi sempat dijadikan bahan gibah oleh empat sekawan berisi sebagian besar orang tidak normal-yang juga mulai membuat Jonathan terkontaminasi, kini memandang datar ke arah Ady yang datang lalu menyerobot pesanan.

"Pop ice coklatnya dua Buk!" Ady mendahului sebelum kakak kelasnya yang bernama Ernest itu mulai berbicara.

"Lo yang namanya Ernest? Kenalin gue Ady," lanjut Ady menjulurkan tangan mengajak berkenalan.

Ia tak gentar sama sekali setelah dipandang sinis oleh Ernest. Itu karena urat malu Ady sudah putus, jadi wajar saja kalau susah gentar.

Ernest tidak menanggapi, dia tetap memandangi Ady dengan wajah datar yang terang-terangan menyampaikan bahwa kehadiran Ady sangat-sangat mengganggunya.

Mereka sama-sama terdiam selama beberapa menit. Suasana beralih canggung dan Ady dengan patah-patah menarik kembali tangannya.

"Ini Dek," kata ibu penjual es memecah keheningan yang tadi terjadi di antara mereka.

Ady membayar Pop ice yang dia beli, lalu menyerahkan salah satunya pada Ernest yang masih setia tanpa ekspresi.

"Ini gue traktir, soalnya yang manis-manis kayak lo biasanya minum Pop ice rasa coklat," Ady tetap sumringah tanpa beban, ia berusaha menggombal walau terdengar receh luar nurul.

Beberapa detik menunggu, respon yang malah Ady dapatkan adalah Ernest mulai melangkah menjauh meninggalkannya.

Dia keluar dari kantin. Ernest tidak jadi belanja karena memilih meninggalkan Ady yang menganga di tempatnya berdiri.

Lalu, mari kita kembali pada tiga orang lainnya yang kini tertawa sampai jungkir balik, salto, dan freestyle setelah sedari tadi setia memperhatikan apa yang Ady lakukan.

Mereka tampaknya senang sekali melihat Ady-mahluk mirip kelinci Bogor, menderita.

"BWAHAHAHA!!! DITOLAK MENTAH MENTAH DONG!!"

Dero memegangi perutnya yang sakit karena tertawa paling keras saat Ady sudah beralih mendekati mereka untuk duduk di tempat semula.

"Gue bilang juga apa?! Kayaknya masih mending lo traktir kita all you can eat daripada ngedeketin Kak Ernest," lanjut Yudhis kemudian sambil menggeleng pelan.

Ady mendengus, ternyata apa yang dirumorkan para betina di kelasnya soal kakak kelas mereka barusan memang benar.

Ernest adalah segala jenis mesin pendingin. Mulai dari AC, kulkas, refrigerator pabrik, sampai freezer es cream di Indomaret.

Orang dengan nama lengkap Ernest Erlangga itu bahkan tidak berniat menutupi sifat dinginnya dengan proporsi wajah yang dia punya.

"Heran gue, yang begituan kok bisa jadi kapten voli sekolah sih? Perasaan anak-anak voli yang gue kenal pada friendly semua deh, " Ady masih menggerutu, cukup frustasi dengan tingkah Ernest.

Padahal tingkahnya sendiri juga sering bikin frustasi.

"Nggak tau aja lo, dia diem-diem suhu! Gue juga sempet kaget waktu liat Kak Ernest main, bukannya ngambil libero tapi jadi wings spiker!" kata Yudhis menjelaskan, mulai memaparkan informasi yang ia tahu tentang Ernest.

"Kak Ernest juga masuk ke sini pakai beasiswa prestasi, sering ikut olimpiade. Terus sempet ditawarin posisi ketos, tapi katanya nggak jadi di angkat,"

"Yaiya lah! Siapa pun juga nolak kalau yang jadi ketos itu gunung es dari kutub! Bisa-bisa satu sekolah dibikin pilek!"

Ady memberi tanggapan ketus setelah menyedot kedua Pop ice yang tadi dia beli dengan memasukan masing-masing sedotannya bersamaan ke dalam mulut karena dia enggan berbagi dengan Yudhis, Dero, bahkan Jonathan.

Dasar anak ngentod!

__•°•__

__•°Ernest Erlangga°•__

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__•°Ernest Erlangga°•__

(18th)

__•°•__

vibesnya Ernest di sini ku remake yaa readers tercinta... kesan terlalu botty bakal aku ilangin😔

bagi yang udah baca GIRI mungkin udah tau gimana gambaran Ernest yang mirip-mirip Giri, tapi di sini aku rubah lagi biar bisa lebih manly...

setelah dipikir-pikir, sejauh ini perawakan sebagian besar uke di ceritaku terlalu lemah gemulai meski sering tantrum😵‍💫🫨

To be continued...

Secret side: Ernest | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang