Ada tiga sosok laki laki berdiri di balik pintu kamar tidur Nasya. Dua diantaranya memakai seragam hijau dan salah seorang lagi memakai seragam berwarna biru. Tinggi mereka hampir sama rata, postur yang tegap, potongan rambut yang rapih. Wajah mereka juga terlihat mirip satu sama lain.
Fardhan tampak menempelkan telinganya di depan pintu kamar. Seperti sedang menguping sesuatu. Tidak ada suara tangisan disana. Terdengar hening dan tenang.
,"Gimana?".
Tanya mas Reza yang berpangkat Kolonel itu pada adik nomor tiganya.
,"Sepi mas enggak ada suara apa-apa".
Jawab Fardhan.
Mas Aldi yang juga berpangkat Marsekal pertama di angkatan udara ikut penasaran. Ia mendekatkan telinganya di pintu kamar adik perempuannya.
,,"Iya sepi, enggak kedengeran apa-apa. Udah gak nangis kali anaknya".
Aldi sedikit memelankan suaranya. Ia takut Nasya akan mendengar pembicaraan ketiganya.
Ketiga laki laki itu kemudian membalikkan tubuhnya ke arah Bi Rina yang sejak tadi berdiri dibalik anak anak lelaki pak Heru.
,"Mungkin non Nasya sudah tidur mas, kecapekkan. Tapi sepertinya sudah mendingan sedihnya. Enggak seperti tadi siang".
Jelas bibi bergantian menatap Reza, Aldi dan Fardhan.
,"Oh gitu. Ya udah bibi istirahat aja. Makasih ya bi tadi udah kabarin saya di telpon".
Ucap mas Reza. Rupanya bi Rina langsung menghubungi Reza begitu tahu Nasya menangis kencang ketika bertemu dengan Julian siang tadi di rumah. Bibi juga menceritakan semua apa yang sudah dialami Nasya dan gadis itu sering sekali menangis akhir akhir ini kepada ketiga kakak laki-laki Nasya.
Reza, Aldi dan Fardhan bahkan langsung memutuskan untuk mengambil cuti darurat beberapa hari saja karena khawatir dengan keadaan adik perempuan mereka satu satunya. Mereka sadar jika Nasya mungkin selama ini kesepian tapi ia selalu berusaha memahami kakak kakaknya adalah seorang abdi negara yang tidak bisa pulang kembali ke rumah sesuka hati mereka. Ada aturan aturan tertentu yang harus di patuhi.
,"Terus sekarang gimana?".
Tanya Fardhan.
,"Biarin adek tidur dulu. Kasihan, jangan dibangunin. Besok pagi aja kita ajak ngobrol. Tapi inget.. jangan ada satupun dari kita yang nanyain duluan. Biarin aja dia yang cerita. Takutnya kalo kita tanya-tanya adek jadi sedih lagi".
Reza sebagai anak tertua mencoba mengingatkan. Meski dia jarang bertemu Nasya, tapi Nasya adalah adik kesayangannya. Aldi dan Fardhan mengangguk. Ketiga kakak beradik itu akhirnya pergi ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Mereka juga baru tiba belum lama setelah Nasya tertidur pulas.
Suasana rumah kembali hidup dan tidak sesunyi biasanya. Ayah mereka, om Heru juga tiba di kediamannya.
Nasya akan sangat senang jika tahu besok pagi semua anggota keluarganya berkumpul kembali.* * * * *
Pagi sekitar pukul setengah delapan, Reza, Aldi dan Fardhan duduk di kursi makan mereka masing-masing. Sambil menghirup udara segar menikmati sarapan yang di buat oleh bi Rina. Ruang makan semi outdoor dan bersebrangan dengan kamar Nasya yang ada di lantai dua. Di hadapan ruang makan ada kolam renang dengan bentuk memanjang dan bisa terlihat jelas dari balkon teras kamar Nasya.
Percakapan ketiganya pun terjadi, sementara Nasya baru saja bangun dan belum menyadari jika Reza, Aldi dan Fardhan kembali ke rumah.
,"Gimana 'dhan tugas mu lancar?".
,"Lancar mas. Kemarin sempat ikut keliling sulawesi ngawal bapak wakil presiden".
Ucap Fardhan sambil menyantap nasi goreng buatan Bi Rina yang masih hangat.
,"Syukurlah".
Jawab mas Aldi singkat.
,"Dengar-dengar mayor Rizky sempat datang ke rumah ya?".
Tanya mas Reza. Ia juga menikmati sarapan paginya.
,"Iya mas ambil dokumen waktu itu. Terus malemnya enggak sengaja kita ketemu di resto jepang di senopati. Akhirnya mayor Rizky ikut makan malam bareng kita. Soalnya bapak ngajakkin".
Fardhan menceritakan hal yang sudah cukup lama itu.
,"Oh gitu. Papa kayaknya lumayan deket ya sama mayor Rizky".
Sahut Aldi lalu meminum teh hangat miliknya dari sebuah cangkir.
,"Iya jelas, papa kan emang kenal dekat sama orang tua mayor Rizky. Teman lama katanya".
Mas Reza memandang Aldi dan Fardhan secara bergantian.
,"Oh gitu. Baru tahu..".
,"Nasya ikut juga waktu makan malam itu Dhan?".
Tanya Aldi lagi.
,"Iya ikut dia. Lumayan akrab loh Nasya sama mayor Rizky".
Fardhan mulai membicarakan hubungan kedekatan mayor Rizky dan adik mereka itu.
,"Bapak mau ngejodohin Nasya kali sama mayor Rizky".
Mas Reza tertawa kecil. Ia sebenarnya hanya bergurau. Tidak ada maksud apa-apa.
,"Tadinya aku pikir juga begitu sih mas. Tapi kayaknya enggak deh. Soalnya bapak biasa aja waktu Nasya kenalin mantan pacarnya kemarin ke papa".
Jelas Fardhan lagi.
,"Oh ya berarti enggak kali. Cuma kalo emang tiba tiba mayor Rizky sama Nasya nanti jodoh, papa pasti senang banget tuh. Dia kan maunya Nasya punya pendamping abdi negara juga".
Ada tawa kecil di wajah tampan mas Aldi. Pagi-pagi sekali dia sudah mandi dan tubuhnya harum.
,"Hahaha bukan senang lagi. Pasti langsung di pamerin ke temen temennya papa".
Canda mas Reza menimpali.
Namun obrolan ketiganya berhenti begitu sosok adik perempuan yang mereka tunggu dari tadi muncul dari balik punggung mas Fardhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Fate Chooses You
FanfictionKebimbangan Nasya ketika ia harus memilih mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih, Julian atau move on. Namun.. ada seorang lainnya yang jatuh cinta padanya di saat waktu itu dirasa tidak begitu tepat. Mayor Rizky hadir ketika Nasya masih menjal...