--------------------------------------------------
Sorry for typos and happy reading.
--------------------------------------------------
[ Tiga Belas ]
Kemunculan pria yang pernah menjadi korban kedua orangtuanya membuat Suzy sedikit khawatir. Dia takut pria itu akan datang mencarinya lagi dan melakukan hal yang sama. Sejujurnya, tindakan seperti tadi sudah sering ia alami sejak dulu. Bahkan bisa lebih parah.
"Aku tidak mungkin pindah lagi." Suzy menghela napas panjang. Memikirkan harus mencari tempat tinggal baru dan pindah saja sudah cukup melelahkan. Apa lagi sulit mencari tempat tinggal yang murah seperti yang ia tempati saat ini.
Cukup sering mendapatkan perlakukan seperti tadi tidak membuat Suzy benar-benar takut, dia bisa melewatinya karena apa yang terjadi dimasa lalu jauh lebih buruk. Namun, dia tidak mau perkelahian dan perdebatan tentang kasus masa lalu itu akan mengganggu para tetangga. Dia ingin hidup tenang tanpa menganggu siapapun itu.
"Tidak apa-apa." Suzy mengucapkan mantra andalannya; setiap kali ada sesuatu yang membuat gelisah atau saat merasa buntu, dia selalu mengatakan 'tidak apa-apa' pada dirinya secara berulang. Dia menyebut itu mantra.
"Tidak apa-apa. Tidak apa-apa." Mata lelah itu menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Dia tampak lusuh dan juga kelelahan, tapi dia mencoba tersenyum, "tidak apa-apa." Tambahnya lagi, mencoba menguatkan dirinya sendiri.
-oOo-
Myungsoo termenung di depan laptop kerjanya. Benda itu terbuka dan menyala, tapi fokus sang pria tidak pada benda yang sudah sejak tadi pagi menemaninya. Pria itu mengetuk jari telunjuknya di meja secara berulang lalu tiba-tiba berhenti. Ruangan itu hening.
"Benar. Sepertinya memang benar." Hanya suaranya sendiri yang terdengar. "Bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya." Dengan tangan kiri ia menutup laptop. Pria itu menggerakkan kursi putarnya, dia berputar ditempat dengan bantuan benda berwarna hitam itu sebanyak dua kali. "Aku menyukai Suzy." Tiba-tiba saja dia membuat deklarasi, yang tentu saja hanya dirinya sendiri yang mendengar.
Setelah pertemuan terakhirnya dengan Suzy waktu itu, Myungsoo terus berpikir tentang perasaannya. Kenapa dia berdebar-debar saat wanita itu tersenyum, kemudian memerah seperti pipi bayi yang habis dicubit. Dia juga memikirkan kejadian-kejadian sebelum hari itu. Merangkai kejadian demi kejadian, Myungsoo menemukan fakta bahwa dia menyukai Suzy.
"Jadi... selama ini... aku masih menyukainya?"
"Menyukai siapa?"
Myungsoo hampir merosot dari kursi duduknya ketika dia mendengar suara lain selain dirinya di ruang kerja yang semula kosong. Pria itu menarik dirinya dan duduk dengan tegap, mendapati Jin Hyuk berdiri tidak jauh dari pintu masuk dan menatapnya ingin tau. "Kau masih menyukai siapa?" Jin Hyuk bergerak semakin dekat, berdiri tepat di depan Myungsoo dan memasang wajah serius. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, "ada seseorang di dalam benakku sekarang ini, jangan katakan dia orangnya. Karena kalau itu dia..." Jin Hyuk memasang ekspresi takjub, "itu akan menjadi luar biasa. Maksudku—"
"Kau ini mengoceh apa." Myungsoo dengan cepat memotong kalimat Jin Hyuk. Dia bergerak semakin mendekati meja dan membuka laptop kembali, "tadi itu kau salah dengar."
"Mana mungkin." Jin Hyuk menatap menyelidik Myungsoo, adiknya itu terlihat bergerak canggung dengan laptopnya. Sorot mata pria itu tidak terlihat fokus.
"Siapa namanya kemaren? Bae...."
"Hyung!"
Jin Hyuk langsung tertawa keras saat Myungsoo setengah menjerit seperti itu. Masih dengan tawa yang tersisa, sang pria duduk di sofa ruangan Myungsoo. Tidak benar-benar duduk di sofanya, hanya di bagian penyangga tangan. Dia masih memandang Myungsoo, "kau bukan anak empat belas tahun yang malu-malu kedapatan menyukai seseorang, apanya yang memalukan dari itu?" Dia sudah menghilangkan mode jahilnya, sekarang dia bicara serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Life [END]
أدب الهواةTidak ada seorang pun yang benar-benar memiliki kehidupan yang buruk. Bahkan tidak ada yang namanya hari buruk sekalipun. Hanya ada momen buruk yang pastinya akan berlalu. Ya, Suzy juga berpikir demikian. Dia pikir momen-momen buruk itu hanya akan b...