Dua Puluh Sembilan

315 80 21
                                    

--------------------------------------------------

Sorry for typos and happy reading.

--------------------------------------------------

[ Dua Puluh Sembilan ]

Myungsoo membuang jauh-jauh pikiran kotor yang sempat terlintas di kepala. Dia meletakkan Suzy pelan-pelan ke atas ranjang, kemudian menyelimutinya hingga sebatas dada. Suzy menggeliat kecil guna menyamankan posisi. Tidurnya sangat lelap hingga Myungsoo tersenyum kecil dengan lega. Duduk di tepian ranjang, Myungsoo mengulurkan tangan― merapikan rambut-rambut samping Suzy dan menyelipkannya di belakang telinga. Wajah cantik itu tidak sepucat yang biasa.

"Eng."

Erangan kecil yang keluar dari bibir Suzy membuat Myungsoo refleks menjauhkan tangannya. Dia menyembunyikan tangan itu sebagai sikap waspada, siapa tau Suzy tiba-tiba bangun dan menuduhnya macam-macam. Namun apa yang ia takutkan tidak terjadi, Suzy tidak bangun. Dia masih tetap terlelap, namun raut wajahnya tidak setenang tadi. Suzy mengerut dalam tidurnya― "ibu...." Dia melirih dengan kerutan di kening yang semakin dalam. "Ibu..." lirihnya lagi, terdengar sedih.

Mau tidak mau, Myungsoo kembali mengeluarkan tangannya. Dia mengusap bahu Suzy turun naik guna menenangkan. Tapi itu tidak membantu banyak. Suzy masih terlihat gelisah dalam tidur, "ibu...ibu..." panggilnya, dengan nada sedih dan wajah yang mengerut.

"Kau bermimpi?" Myungsoo bertanya pada tubuh terlelap itu, tentu tidak ada jawaban. "Apakah mimpi buruk?" Tanyanya lagi. Satu tangannya menggenggam erat tangan Suzy, sedangkan tangan yang lain menekan area diantara alis Suzy yang tampak mengerut dalam. Dua jari yang menekan area bertahan cukup lama di sana sampai akhirnya tidur Suzy kembali tenang.

"Apakah kau merindukan ibumu?" Lirih Myungsoo, beralih mengusap wajah Suzy dengan lembut. Myungsoo yakin, Suzy pasti merindukan kedua orangtuanya dihari-hari seperti ini. Pastai berat baginya selama ini melihat banyak orang yang membenci kedua orangtuanya. Dia juga pasti sulit menunjukkan cinta pada mereka karena keadaan. Bahkan dalam mimpi pun, dia terlihat menderita.

-oOo-

"Aku pikir kau tidak akan turun." Jin Hyuk bicara pada Myungsoo sembari mencari posisi nyaman di atas sofa. Dia dan Myungsoo tidak mendapatkan kamar untuk tidur, jadi keduanya akan tidur di sofa ruang keluarga. Ibu mereka sudah memberikan masing-masing satu bantal dan kain sebagai selimut.

"Aku tidak segila dirimu." Balas Myungsoo, melakukan hal yang sama. Mereka bisa saja tidur di luar, namun Sang Sook melarang. Meski tidak nyaman tidur di sofa, mereka tetap harus menurut.

Jin Hyuk terkekeh. Dia melihat Myungsoo mengendong Suzy menuju lantai atas dan memasuki kamar, dia pikir Myungsoo tidak akan bergabung dengannya di sofa demi menemani Suzy. Mungkin mereka akan tidur bersama, meski tidak di ranjang yang sama, minimal di dalam kamar yang sama. Namun ternyata tebakannya salah. Myungsoo tetap turun dan tidur bersama dengannya.

"Kau masih belum melamarnya?" Jin Hyuk bertanya sembari menatap langit-langit ruang keluarga, lampu utama sudah tidak menyala dan mereka berdua sudah sama-sama berbaring lurus di sofa. Meski begitu, Jin Hyuk belum merasa mengantuk. Padahal dia lumayan banyak minum tadi.

"Aku sedang mempersiapkannya."

"Kau sudah bicara tentang pernikahan dengannya? Aku takut dia akan terkejut."

Tidak ada yang menjawab. Meski begitu, Jin Hyuk tau bahwa Myungsoo belum tidur. "Dia terlihat sangat muda." Tambah sang pria. Dia kembali bersuara karena merasa akan sangat bosan jika tidak ada teman bicara. Dia benar-benar belum mau tidur.

Bad Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang