Selamat Ulang Tahun Ayah

374 25 3
                                    

Pukul 12 tengah malam seharusnya semua orang sudah tertidur lelap, tapi tidak dengan Zio dan juga Yangyang. Sepasang Ibu dan anak itu justru sedang berjalan mengendap seperti maling menuju ke arah kamar, tak lupa Yangyang juga membawa kue tart di tangannya, sementara Zio sudah memakai topi ulang tahun yang ia beli bersama Ibu. Dengan gerakan yang sepelan mungkin Zio membuka pintu kamar orang tuanya. Dia sedikit mengintip untuk melihat kondisi Ayahnya yang masih tertidur lelap saat ini.

"Ayahnya masih tidur?". Yangyang bertanya dengan suara yang sangat pelan saat anaknya memberikan gesture untuk tidak berisik.

Zio mengangguk lalu dengan langkah yang sepelan mungkin mereka masuk dan menghampiri Jeno yang masih tertidur pulas. Dengan pelan-pelan sekali, Zio naik ke atas tempat tidur, sementara Yangyang duduk di tepi tempat tidurnya.

"Siap sayang?".

Zio mengangguk semangat, lalu Yangyang pun mulai menghitung. Dan setelah hitungan ke tiga mereka berdua pun langsung menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Ayah. Jeno yang terkejut karena suara bising anaknya yang bernyanyi sontak terbangun, ia mengumpulkan nyawanya sesaat sebelum menyadari kalau anak dan istrinya sedang memberikan kejutan ulang tahun untuknya. Senyum sumringah pun langsung terpancar di wajah tampan Jeno saat ini.

"Selamat ulang tahun Ayah". Zio memeluk Ayah. "Zio sayang Ayah".

"Ayah juga sayang sama Zio". Jeno mengecup surai anaknya. "Makasih kejutannya sayang".

"Selamat ulang tahun sayang..". Yangyang mengecup pipi Jeno. Jeno tersenyum dan langsung membawa tubuh Yangyang kedalam pelukannya juga. "Makasih banyak sayang". Jeno mengecup kening istrinya.

Yangyang melepaskan pelukannya lalu ia memberikan kue tart yang ia simpan di atas nakas. "Tiup lilin dulu".

Jeno menerima kue dari Yangyang. "Kalian kenapa repot-repot sih nyiapin kaya ginian?".

"Gak repot kok Ayah, iya kan Ibu?". Yangyang tersenyum dan mengangguk. "Ih Ayah cepet tiup apinya nanti keburu mati". Ucap Kenzio rusuh.

"Berdoa dulu". Yangyang mengusap punggung suaminya.

Jeno langsung menutup kedua matanya dan menyebutkan beberapa doa di dalam hati dan kali ini ada satu doa spesial yang selalu ia selipkan di setiap ia berdoa akhir-akhir ini.

'Semoga Zio punya adik perempuan'.

Setelah berdoa, Jeno kembali membuka mata dan meniup lilin itu sampai padam dan di sambut tepukan tangan dari Yangyang dan juga Kenzio.

"Makasih banyak ya sayangnya Ayah". Jeno mengecup surai Zio dan Yangyang secara bergantian.

"Ayah aku ada kado buat Ayah, tapi bentar aku ambil dulu". Zio langsung melompat dari tempat tidur dan pergi ke kamarnya, tak lama ia kembali sambil membawa selembar kertas yang terlihat begitu bewarna.

"Buat Ayah..".

Jeno mengambil kado dari anaknya, perasaannya langsung menghangat saat melihat gambar yang di buat oleh Zio, walaupun hadiah ini terkesan sederhana tapi jika anaknya yang membuatkan gambar ini untuknya, maka kado ini menjadi kado yang paling berharga untuk Jeno.

"Ayah suka?".

"Suka banget, makasih ya sayang". Jeno mencium pipi Zio. "Makasih banyak..".

"Sama-sama Ayah, hehe. Ayah potong kue nya dong".

"Zio mau kue?". Anak itu mengangguk semangat.

"Tapi abis makan kue langsung sikat gigi ya?".

"Iya Ibu..".

Yangyang pun memberikan pisau pada Jeno, dan Jeno langsung memotong kue itu dan menyuapkan suapan pertama pada Yangyang dan yang kedua untuk Zio dan mereka pun menikmati waktu tengah malam mereka dengan menyantap kue bersama.

Hi, Bye Mama [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang