Aku Ingin Bahagia...

353 35 15
                                    

Kun pulang ke rumah dengan keadaan panik saat Ten memberitahunya tentang keadaan Yangyang, bahkan ia langsung meninggalkan pekerjaannya karena khawatir terjadi sesuatu pada adik sepupunya itu.

"Yangyang kenapa lagi?". Kun langsung bertanya saat ia baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu, apalagi saat melihat Ten dan Jeno dalam keadaan lesu.

"Duduk dulu". Ten menarik tangan Kun untuk duduk di sampingnya.

Kun menatap Jeno yang duduk di depannya. "Yangyang kenapa?". Sekali lagi Kun bertanya.

Jeno menghela nafasnya panjang. "Yangyang udah tau yang sebenarnya Kak, dia udah tau kalau Jaemin yang udah buat anaknya meninggal".

"Hah? Kok bisa?".

"Tante Irene yang bilang sama Yangyang".

"Irene?".

Jeno mengangguk, lalu ia menceritakan saat Irene meminta Yangyang untuk berbicara padanya, Jeno juga menceritakan bagaimana emosi Yangyang setelah mengetahui fakta yang sebenarnya.

"—Dan dia sangat marah sekarang". Jeno memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pening.

Kun menghela nafas kasar. "Kenapa Irene gak kapok-kapok sih? Belum puas dia ngehancurin mental Yangyang? Sengaja kita sembunyiin karena kita khawatir sama kondisi dia, tapi dengan seenaknya Irene mengatakan semuanya?". Kun berbicara dengan emosi, bahkan Ten langsung mengusap lengannya agar suaminya bisa tenang. "Aku mau bicara sama Yangyang".

"Jangan dulu". Ten menahan Kun. "Emosinya masih belum stabil, kita biarin dia tenang dulu ya".

"Tapi sayang—.".

"Kak Ten benar Kak, dia pasti masih butuh waktu sendiri untuk menenangkan dirinya".

Kun langsung menghela nafasnya dalam. "Tapi aku takut dia gak bisa ngontrol dirinya Jeno, aku takut kejadian waktu dia kehilangan orang tuanya akan terulang, kamu inget kan?". Kun menatap Ten yang membuat Ten mengangguk lemah.

"Tapi aku yakin Yangyang akan baik-baik saja, kamu harus percaya ya, Yangyang sekarang jauh lebih kuat dari apa yang kita bayangkan".

Walaupun takut tapi Kun berusaha mempercayai ucapan istrinya kalau Yangyang memang kuat dan bisa mengontrol emosinya sekarang, tidak seperti dulu saat Yangyang berusaha untuk mengakhiri hidupnya saat kedua peti jenazah orang tuanya datang ke rumah, dia bahkan menyayat pergelangan tangannya dengan silet karena dia begitu putus asa setelah mengetahui kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Untung saja Kun datang tepat waktu, sehingga ia bisa menyelamatkan nyawa Yangyang saat itu.

Jam makan malam sudah tiba, tapi Yangyang belum terlihat mau keluar dari kamarnya, bahkan saat Jeno membujuknya pun, Yangyang tidak bergeming dan dia selalu berkata untuk tidak mau di ganggu dulu, tentu saja itu membuat Jeno semakin khawatir karena ia takut Yangyang akan sakit nantinya, tapi Jeno juga tidak mau memaksa Yangyang, dia tidak ingin Yangyang semakin kesal padanya.

"Belum mau makan?". Ten menatap kedatangan Jeno.

Jeno menggeleng pelan lalu ia kembali duduk di kursi meja makan. "Belum, aku juga gak mau terlalu maksa dia".

Ten menghela nafasnya. "Yaudah kamu makan dulu aja, nanti biar Kakak yang bujuk dia".

"Kakak kenapa Bunda?". Sungchan yang sedang sibuk mengunyah pun ikut bertanya pada Ten.

Ten tersenyum lalu mengusap surai Sungchan. "Kakak lagi cape aja jadi harus banyak istirahat".

"Oh...". Sungchan mengangguk beberapa kali.

"Mau panggil Chenle aja? Kali aja kalau ada Chenle dia bisa kehibur". Saran Kun.

"Yaudah nanti abis ini aku kerumah Jaemin buat jemput Chenle". Ucap Jeno yang di angguki oleh Kun.

Hi, Bye Mama [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang