01

750 30 4
                                    

Typo's warning!

_______

Disinilah semuanya berkumpul. Di kediaman keluarga Khansa acara kecil-kecilan tengah berlangsung. Setelah seratus hari memperingati kematian ayah dan bundanya acara ini dengan berat hati Khansa laksanakan.

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq."

"SAH!" Aji dan Panca berseru paling keras. Walaupun tak tahu artinya, yang jelas mereka menyaksikan ijab qobul yang tengah di laksanakan oleh salah satu sahabat mereka, membuat keduanya begitu antusias. Bukan hanya mereka, namun hampir seluruh tamu yang mendatangi acara tersebut tersenyum haru sekaligus bahagia.

Khansa mematung, sedari tadi pendengaran nya seolah ia tulikan dan tubuhnya menjadi kaku sejak kakaknya menjabat tangan Akhtar yang duduk di sampingnya.

Tidak ada tangis bahagia apalagi senyuman. Yang ia bisa lakukan hanya mengedipkan mata belum percaya pada apa yang tengah terjadi. Gadis delapan belas tahun yang masih duduk di bangku kelas dua belas SMA ini telah menikah? Ia shock.

"Khansa," panggil Rafan-kakaknya yang menyadarkan Khansa dari lamunannya.

"Abang..." Rengek gadis itu sebelum satu tetes air mata meluruh di pipi kanannya. Khansa merasakan dadanya yang tiba-tiba sesak dan matanya yang memanas. Situasi apa ini? Kenapa ia merasa tidak karuan di hati nya, semua rasa menjadi satu. Sedih, kecewa, marah, dan pasrah.

Rafan langsung menghampiri adik satu-satunya dan langsung merengkuhnya. Sedangkan Akhtar yang duduk di samping Khansa sedari tadi hanya menunduk.

"Ayah sama bunda jahat, Abang juga jahat." Erang Khansa disela tangisannya. Punggung Rafan di pukuli gadis tersebut kuat.

Semua yang menyaksikan kedua kakak beradik itu ikut sedih. Sungguh malang nasib keduanya yang di tinggal pergi kedua orang tuanya. Terlebih Khansa yang masih duduk di bangku SMA namun sudah harus menikah.

"Ssstttt.. Khansa dengerin Abang," Rafan melerai rengkuhannya dan menangkup wajah adiknya agar menatapnya.

"Dari awal kamu sudah tau kan, keinginan ayah dan bunda untuk kamu menikah dengan Akhtar?"

Khansa diam. Rafan menghela nafasnya. "Dan sekarang adalah waktu nya, waktu yang tepat menurut Abang setelah kepergian ayah dan bunda. Abang ngga selalu bisa sama Khansa, dan Abang percaya sama Akhtar. Ini semua buat kamu, yang terbaik untuk kamu dek ..."

Rafan tahu sejak awal perjodohan ini memang Khansa selalu menolak keras. Sampai saat kedua orang tua nya meninggal sikap Khansa berubah, gadis itu lebih banyak diam dan menurut. Menurutnya sikap Khansa, langsung membuat kedua keluarga merencanakan acara tanpa banyak menunda. Bukan mencari kesempatan atau apa. Itu semua juga demi Khansa, dan wasiat orang tua nya. Rafan tahu betul keluarga Akhtar, dan orang tua nya juga tidak mungkin menginginkan putri mereka menikah dengan orang yang salah.

"Sekarang Akhtar suamimu," Khansa yang sudah berhenti menangis menghentikan pukulannya pada Rafan. Ia diam, mencerna semua ucapan kakaknya.

Maya menatap Khansa harap-harap cemas. Ibu Akhtar itu sedari tadi mengelus bahu putranya.

Tanda di duga Khansa membalikkan tubuhnya menghadap Akhtar yang masih saja menunduk.

"Awas lo ngga bikin gue bahagia," ujar Khansa dengan tangan mengusap air mata yang masih menempel di pipinya.

Akhtar mengangkat wajahnya dan menghadap gadis itu. Diam menatap kedua manik mata coklat terang itu.

"Apa liat-lait, gue tau gue cantik," ujar Khansa dengan senyuman tipis. Ia percaya kepada kedua orang tua nya, dan ia percaya Rafan. Mulai saat ini ia ingin memulai segalanya dari awal.

Semua orang yang melihat itu mengganti wajah cemas dan haru mereka dengan senyuman lebar. Termasuk Aji yang tengah mengusap air mata nya.

"Gila, Khansa prank nya keren banget, bikin gue sedih," gumam cowok itu pelan setelah menyedot ingusnya kembali. Panca mengangguk membenarkan, sedangkan Devan dan Bima hanya mendengus melihat kedua temannya itu.

Salah satu sahabat mereka sudah memiliki tanggung jawab yang besar sekarang.

"Boleh gue pasang cincin di jari lo?" Izin Akhtar pada Khansa.

Semua orang yang melihatnya ikut tersenyum melihat pasangan ini.

"Uhhhh, Akhtar gue ya ampun," Aji senyum-senyum sendiri dengan tangan menyentuh dadanya ikut tersentuh melihat pasangan di depannya ini.

"Itu Akhtar kita yang anti sentuh? Sohib kita?" Panca menimpali masih tak percaya.

Aji mengangguk semangat.

Devan ikut tersenyum melihatnya. Memang benar, Akhtar bersentuhan hanya saat cowok itu bersalaman dengan perempuan saja. Cowok itu sangat menghargai seorang wanita. Menurutnya jika cowok itu memiliki tanggung jawab ini, itu pas untuk seorang Akhtar.

Setelah tukar cincin Khansa mencium tangan Akhtar. Lelaki yang ia cium tangannya selain ayah dan Rafan. Ia berjanji akan memulai semuanya dari awal pada dirinya sendiri.

Acara di lanjut resepsi kecil-kecilan di rumah itu. Tamu yang datang hanya inti keluarga dan teman terdekat. Sengaja, mengingat Khansa yang masih sekolah, gadis itu menginginkan pernikahan ini di sembunyikan dulu. Nanti kalau sudah saatnya, ia akan terang-terangan.

Bella, salah satu sahabat Khansa memeluk Khansa erat. Gadis itu menangis di pelukan Khansa.

"Jangan nangis dong, gue udah cape loh nangis terus. Kalo lo nangis nanti gue ikut nangis," ujar Khansa mengusap punggung Bella.

Pelukan keduanya terurai. Bella mengusap air matanya dengan senyuman. "Iya iya ngga nangis nih. Bahagia terus ya sahabat gue," ucapnya tulus.

Khansa tersenyum. "Doain,"

"Pasti, Sa. Lo juga doain gue biar cepet punya cowok dong," kesal Bella karena sekarang sahabat ini sudah memiliki pasangan masa dia jomblo terus.

"Tuh temen-temen Akhtar," tunjuk Khansa dengan dagunya.

Bella memutar bola matanya. Gadis itu berganti bersalaman dengan Akhtar. "Jagain sohib gue ya, Tar,"

Akhtar mengangguk dengan senyuman tipis.

Sekarang teman-teman Akhtar yang menyalami.

"Tar, gue terharu, Tar," ujar Aji lebay. Ia bergantian menyalami Khansa. "Sa, selamat lo orang pertama yang bisa dapetin sohib gue," Khansa tersenyum.

Panca menyusul di belakang Aji. "Yoi Sa, selamat ya,"

"Makasih Ca," jawab Khansa.

"Halal bro, halal," bisik panca pada Akhtar jahil, membuat cowok itu mendapat tatapan tajam plus datar Akhtar.

Panca dan Aji cengengesan dan langsung melangkah menuju stand makanan.

Devan datang dengan Bima dan pacar lelaki itu.

"Selamat, Tar," sapa Viona pacar Bima pada akhtar.

"Thanks, Na," jawab nya. Keduanya cukup kenal karena Bima sering mengajak Viona jika mereka tengah kumpul.

"Akhirnya, bro," ujar Bima bertos ala mereka. Akhtar menjawab dengan tersenyum.

Di lanjut Devan. "Selamat, udah ngga uring-uringan lagi lo sekarang," ucap Devan mengangkat sebelah alisnya.

"Hm, thanks,"

"Selamat, Sa. Jinakin Akhtar ya," ucap Devan pada Khansa.

Setelah kepergian para teman-teman Akhtar, Khansa melirik Akhtar curiga. Kenapa dengan teman-teman cowok itu tadi.

****

Akhtar & KhansaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang