03

635 28 0
                                    

Welcome dear💗 selamat membaca!!

______

Khansa bergumam dalam tidurnya. Ia merasakan seperti ada yang menyentuh wajahnya.

"Ssttt.. tidur lagi, Sa," ujar Akhtar menepuk-nepuk pelan puncak kepala Khansa membuat gadis itu kembali nyaman pada tidurnya.

Akhtar terkekeh, gadis ini sangat peka pada sesuatu yang mengganggu tidurnya. Padahal tadi Akhtar hanya mengelus pelan pipi Khansa, gadis itu langsung terganggu.

Jam menunjukan pukul dua dini hari, Akhtar sampai di rumah tepat pukul satu tadi, dan sampai sekarang ia belum bisa memejamkan matanya.

Ia pandangi wajah damai istrinya ini. Istri? Akhtar terkekeh sendiri mengingat bahwa Khansa sudah menjadi istrinya. Bulu mata lentik alami, hidung mancung, dan terdapat kumis tipis di wajahnya. Sangat manis. Ia tidak tahu apakah ia harus bersyukur atau apa hingga bisa bersama dengan Khansa. Tapi yang pasti, ia sudah di beri tanggung jawab untuk selalu bersama gadis ini sampai akhir hidupnya. Ya, Akhtar berjanji pada dirinya sendiri akan selalu bersama dan menjaga Khansa sampai akhir hayatnya.

Tak terasa kantuk mulai melanda mata Akhtar hingga lelaki itu ikut tertidur di samping Khansa.

****

Khansa merasakan perutnya tertimpa sesuatu. Ia bergumam pelan sebelum matanya terbuka perlahan. Ia melihat ternyata ada sebuah tangan kekar di atas perutnya. Gadis itu langsung mendongak ternyata Akhtar tengah tertidur sambil memeluknya.

Khansa sempat terkejut namun kembali tenang. Ia menatap lelaki di sampingnya ini dengan diam, apakah Akhtar juga tertidur saat menonton film dengannya tadi malam? Tapi tidak mungkin, ia tidak menemukan laptop di kasur ini. Ia kembali menatap Akhtar, baru sadar ternyata lelaki itu tengah memakai baju koko berwarna putih, menatap ke bawah dan ternyata Akhtar juga tengah mengenakan sarung.

"Mau sampe kapan liatin gue, hm?"

Khansa terkesiap saat kepergok tengah menatap lelaki itu.

"Udah mau subuh, bangun gih terus solat," Khansa terpaku saat Akhtar beranjak dari ranjang dan membenarkan sarungnya. Ganteng, batinnya.

"Gue mau ke masjid," Khansa beranjak duduk. Mengangguk menjawab ucapan akhtar. Ia terus menatap Akhtar hingga lelaki itu keluar dari kamar.

"Ganteng banget, gue baru tau ternyata Akhtar alim. Gue kira begajulan kaya temen-temen gengnya. Eh, apa mungkin mereka semua alim, cuman ketutup tampang brandal aja ya? Eh tapi Akhtar ngga kaya brandal, dia lebih ke mas-mas  pengusaha muda vibesnya. Uhh... Suami gue ya ampun," Khansa terus memuji Akhtar dalam batinnya. Mimpi apa dia bisa menikah dengan cowok itu.

Khansa langsung melaksanakan solat subuh. Hingga saat Akhtar pulang, ia sudah sibuk berkutat di dapur.

Akhtar duduk di pantry mini tepat di depan Khansa yang tengah memasak. Melihat gerak gerik Khansa yang cekatan. Di usia gadis yang masih kelas dua belas, Khansa termasuk orang yang sudah dewasa menurutnya. Mengerjakan apapun dengan telaten dan cekatan, gadis itu juga jarang mengeluh. Mungkin terbawa dari masalah yang gadis itu hadapi membuatnya terbiasa hidup mandiri.

"Bentar lagi ujian kan?"

"Hm,"

"Mau lanjut kuliah?" Tanya Akhtar menatap Khansa yang tengah menggoreng telur ceplok. Gadis itu ternyata membuat nasi goreng.

Akhtar & KhansaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang